Eco City, Solusi untuk Bumi yang Semakin Tua

Internasional | Minggu, 04 Maret 2012 - 06:58 WIB

Eco City, Solusi untuk Bumi yang Semakin Tua
ECO CITY: Salah satu rancangan gambar untuk kota berkelanjutan yang ada di Cina yakni ‘’Sino-Singapura Tianjin Eco City’’.internet Kota Berkelanjutan (Eco City). foto internet.

Bumi ini sudah tua dan akan terus bertambah tua. Sejak dulu berbagai aktivitas dilakukan manusia di atas bumi ini untuk memenuhi kebutuhannya. Terkadang proses eksplorasi tidak memperhatikan kaidah-kaidah ramah lingkungan.

Bisa saja suatu saat nanti sumber daya alam yang ada di Bumi ini habis dan tidak ada gantinya lagi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Oleh karena itulah seharusnya eksplorasi dan eksploitasi itu berpedoman pada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Nah, untuk dalam pembangunan yang berkelanjutan ini ada yang dikenal dengan kota berkelanjutan sebagai salah satu bagiannya.

Ada banyak contoh kota di dunia yang sudah menerapkan kota berkelanjutan atau eco city ini. Ini tentu juga bisa menjadi referensi bagi kota lainnya yang ingin mengadaptasi bentuk kota berkelanjutan.

Pertama, Kota Moreland di Australia. Kota yang berada di sebelah utara Melbourne, ini memiliki program untuk karbon menjadi netral dengan slogannya “Zero Carbon Moreland”.

Selain itu Kota Melbourne sendiri, sejak 10 tahun terakhir telah melaksanakan berbagai metode untuk meningkatkan transportasi umum. Juga dengan menyisakan berbagai wilayah untuk zona bebas mobil (car free zone).

Kota lainnya di Australia yang mengusung eco city ini adalah Kota Greater Taree di Utara Sydney yang telah mengembangan rencana induk dengan meminimalisir jumlah karbon dan ini yang pertama di Australia.

Lalu, Cina yang bekerja sama dengan pemerintah Singapura juga membangun sebuah eco city di Pesisir Kabupaten Baru yaitu Kota Tianjin di Cina Utara. Eco city ini disebut dengan “Sino-Singapura Tianjin Eco City”.

Selain itu di Cina juga ada Dongtan Eco-City, Huangbaiyu Big Eco-City. Tak hanya itu saja, pemanas air dengan tenaga surya yang diperuntukkan untuk keluarga juga direkomendasikan di Cina.

Denmark juga hadir dengan model ekologi industrinya yaitu The Industrial Park di Kalundborg.  Kota lainnya adalah kota Accra di Ghana dengan improving waste management-nya.

Sebenarnya kota berkelanjutan atau eco city ini merupakan sebuah kota yang dirancang  dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang akan terjadi. Istilah ini pertama kali muncul dalam buku “Ecocity Berkeley” buah karya Richard Register pada tahun 1987.

Secara harfiah ecocity ini diartikan dengan membangun kota untuk masa depan yang sehat.

Tumpuan dari kota berkelanjutan ini adalah pada energi terbarukan. Intinya menciptakan jejak terkecil ekologi dengan menghasilkan jumlah polusi yang rendah.

Selain itu juga dilakukan efisiensi penggunaan lahan seperti dengan menggunakan kompos atau dengan mendaur ulang sampah. Jadi, kontribusi yang “buruk” dari seluruh kota bisa dikurangi dengan mematuhi praktek-praktek tersebut.

Kota berkelanjutan ini sudah menjadi impian banyak pemimpin dunia. Salah satunya yang diterapkan oleh Howard, Presiden Amerika ke 27 dengan ide Garden City-nya.

Ide ini diterapkan di kota Letchworth yang berhasil menjadi inspirasi bagi sebuah gerakan dalam memperjuangkan peningkatan dari Livability dari kota-kota di Eropa pada umumnya.

Selain itu juga ide Tropical Garden City dari Thomas Karsten menjadi inspirasi bagi kota-kota di Hindia Belanda untuk meningkatkan kualitas lingkungan urban secara menyeluruh.

Bahkan Bung Karno pun pernah tertarik dengan ide kota berkelanjutan ini yang kemudian melahirkan kota Palangka Raya di Kalimantan. Bagaimana pun impian mengenai “Kota Ideal” dari sebuah masyarakaat selalu terikat pada tempat dan waktu.

Nah, eco city ini bisa dicapai dengan berbagai cara seperti dengan membentuk sistem pertanian dalam kota atau bisa dipinggiran maupun di pusat kota. Lalu bisa juga dengan menggunakan banyak sumber energy terbarukan seperti turbin angin, panel surya, atau bio-gas yang dibuat dari limbah.

Dengan adanya sumber energy terbarukan, setidaknya bisa mengurangi penggunaan sumber energi fosil. Selain itu bisa juga dengan menerapkan langkah-langkah yang bisa melawab efek rumah kaca seperti menyediakan ruang hijau minimal 20 persen dari luas kota.

Lalu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari transportasi publik juga bisa berdampak positif bagi kota. Dimana, emisi dari kendaraan pribadi yang memang menjadi salah satu faktor penting dari emisi yang dihasilkan di kota akan bisa berkurang.

Tak hanya itu saja, dengan merubah pola pikir bahwa pertumbuhan tidak harus dipusatkan pada pusat kota juga bisa menjadi langkah awal untuk menuju kota berkelanjutan.

Nah, akankah kota bertuah ini juga menjadi salah satu eco city nantinya? (afra-gsj/int/new)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook