Industri kesehatan mulai digarap serius oleh Malaysia sejak 10 tahun lalu. Pada 2018 lalu, setidaknya ada 1,2 juta pasien dari luar datang untuk berobat. Dari jumlah ini, 600 ribu di antaranya berasal dari Indonesia. Biaya murah serta pelayanan yang ramah menjadi daya tarik tersendiri.
(RIAUPOS.CO) -- Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yakin negara yang ia pimpin bisa menjadi pusat pengobatan dunia. Dia selalu percaya, kualitas pengobatan dan pelayanan kesehatan di Malaysia bisa menjadi yang terbaik. Bahkan untuk operasi bypass jantung ia percayakan pada tenaga medis dan rumah sakit yang ada di negaranya.
Cerita itu disampaikan Chief Commercial Officer Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) Nik Yazmin usai peresmian Malaysia Year of Healthcare Travel 2020 akhir pekan ini. Kata dia, hanya ada satu alasan mengapa pelayanan kesehatan di Malaysia bisa memiliki kualitas baik dan harga terjangkau. Yakni peran serta pemerintah dengan membuat regulasi yang amat ketat.
Awalnya, penerbitan peraturan perihal kesehatan bertujuan untuk melayani masyarakat lokal. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah melihat potensi devisa yang besar dari industri tersebut. ”Semua diatur dengan sangat ketat di sini. Jadi tidak akan ada pasien yang merasa dirugikan bila berobat,” ujar Nik.
Ia mencontohkan standar upah dokter di Malaysia. Rumah sakit atau lembaga yang memperkerjakan dokter tidak boleh memberi upah kurang dari regulasi yang telah ditetapkan. Sebaliknya, dokter juga tidak boleh meminta upah lebih. Bahkan untuk membuka praktik sendiri, dokter harus mengurus izin yang begitu banyak.
Hingga hampir seluruh dokter di Malaysia memilih bekerja di rumah sakit. “Jadi hampir seluruh dokter bisa fokus melayani pasien. Kebanyakan dari mereka hanya bekerja untuk satu rumah sakit saja. Tidak lebih,” sambung Nik.
Tidak hanya upah dokter yang diatur. Pajak alat kesehatan dan obat juga dipermurah pemerintah Malaysia. Apalagi bila alat kesehatan tersebut memiliki nilai serta manfaat yang sangat banyak. Seperti mesin tomotherapy yang hanya ada beberapa di Asia Tenggara. Sehingga harga yang ditawarkan pihak rumah sakit ke pasien bisa jauh lebih murah.
Tak heran, jika pasien yang datang ke Malaysia setiap tahunnya selalu meningkat. Bahkan peningkatan pasien dikatakan Nik mencapai 14 persen setiap tahunnya. Angka tersebut tentunya sangat menggembirakan. Pada 2018 lalu, setidaknya ada 600 ribu pasien dari Indonesia yang datang berobat ke Malaysia. Jumlah tersebut terbanyak berasal dari daerah Medan, Riau, Palembang, Jakarta dan Jawa Timur.
“Rata-rata kami menangani tindakan berat seperti operasi jantung, stroke dan program bayi tabung. Yang bila dibanding dengan beberapa negara lain di Asia Tenggara, harga jauh lebih murah dengan tingkat keberhasilan sangat tinggi,” paparnya.
Pada 2020 mendatang, pihaknya akan lebih gencar lagi memasarkan wisata kesehatan yang ada di Malaysia yakni dengan mengkolaborasikan sekaligus dengan wisata keluarga. Caranya dengan mendorong lebih banyak lagi inovasi serta pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit.
Pemerintah melalui MHTC tinggal membuat program yang dikerjasamakan dengan sektor pariwisata. Sehingga pasien yang datang tidak hanya memiliki tujuan wisata semata. Akan tetapi juga untuk berlibur bersama kerabat serta keluarga tercinta.(bersambung)
Laporan AFIAT ANANDA, Kualalumpur