JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Badai monster Dorian menimpa Kepulauan Bahama Minggu lalu (1/9). Topan yang masuk kategori lima dalam skala Saffir-Simpson tersebut menyisakan ketakutan bagi negara persemakmuran tersebut. Sebab, pendahulunya tak pernah luput merenggut minimal puluhan nyawa.
“Kepada mereka (yang bertahan, Red), saya hanya bisa berdoa bahwa ini bukan saat terakhir mereka mendengar suara saya,” ujar Perdana Menteri Bahama Huber Minnis kepada BBC.
Pesan tersebut ditujukan kepada penduduk Kepulauan Abacos dan Pulau Grand Bahama. Mereka sudah pasrah setelah perintah evakuasi ditolak beberapa warga lokal. Menurut The Guardian, sebagian besar penduduk di wilayah Grand Cay dan Sweeting Cay tak menghiraukan amanat pemerintah.
“Setelah angin mencapai kecepatan tertentu, kami tidak akan bisa merespons. Kami mungkin tak bisa melakukan upaya penyelamatan,” ungkap Kepala Lembaga Penanggulangan Bencana Bahama Don Cornish.
Minnis, pria yang sudah dua tahun mengepalai Bahama, jelas panik. Kalau badai Dorian masuk kategori empat ke bawah, dia mungkin akan sedikit tenang. Sebab, negara di Samudra Atlantik itu juga sudah langganan menjadi jalur angin topan. Rumah yang dibangun di sana harus melalui standar tahan badai kategori empat.
Masalahnya, badai Dorian jauh lebih berbahaya daripada badai dua dekade terakhir yang bersarang di wilayah tersebut. Terakhir, badai Andrew menyapu Bahama dengan kecepatan 280 kilometer per jam 1992. Bencana itu mengakibatkan 65 korban tewas dan menimbulkan kerugian materiil hingga jutaan dolar AS.
“Ini adalah ujian yang belum pernah kami lewati. Sebagai dokter, saya sudah dididik untuk melewati banyak situasi, tapi tidak ada yang seperti ini,” papar Minnis.
Kecepatan badai Dorian sudah mencapai 270 kilometer per jam. Hanya kalah oleh badai Andrew. Hingga pukul 20.16 WIB, korban jiwa masih tercatat satu orang. Menurut CNN, seorang bocah 8 tahun tewas setelah tenggelam di Pulau Abaco.
“Yang saya tahu, cucu saya meninggal. Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Ingrid McIntosh kepada Eyewitness News.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengeklaim bahwa setidaknya 13 ribu rumah rusak berat atau hancur. Kepala Operasi Darurat IFRC Sune Bulow melabeli Dorian sebagai petaka berskala besar. Pasalnya, setelah angin ribut, masyarakat Bahama masih harus berhadapan dengan banjir yang bakal terkontaminasi air laut.
Apalagi, lakon Dorian baru dimulai. Saat ini kecepatan pergerakan topan tersebut hanya mencapai 1,6 kilometer per jam. Direktur National Hurricane Center (NHC) Ken Graham mengatakan, Bahama bakal dilanda Dorian selama 30 jam atau lebih.
“Ini adalah badai kedelapan di Bahama tahun ini. Dan saya sudah siapkan persediaan darurat selama dua hari,” ujar Kristoff Ayala-Strachan, warga Freeport di Pulau Grand Bahama.
Keresahan Melanda Alabama
Badai Dorian tidak hanya jadi beban pikiran negara Bahama. AS juga sudah menetapkan status darurat untuk beberapa wilayah mereka. Negara Bagian Florida, Georgia, dan South Carolina sudah meminta penduduk di pesisir tenggara untuk mengungsi sementara.
Namun, yang membuat masyarakat makin resah adalah ulah Presiden AS Donald Trump. Tanpa sebab, dia ikut melampirkan nama Negara Bagian Alabama sebagai salah satu wilayah terdampak. Padahal, NHC tak menyebut wilayah tersebut.
“Alabama mungkin bakal mendapat sesuatu yang lebih dari angin kencang. Jadi, tolong berhati-hati,” ujar Trump.
Kabar tersebut langsung disangkal kantor National Weather Service AS di Birmingham, Alabama. Kata mereka, jalur Dorian berada di timur. Jauh dari wilayah mereka.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal