SURIAH (RP) - Di tengah makin meruncingnya kemungkinan militer AS dan beberapa sekutunya melakukan operasi, Presiden Suriah Bashar al-Assad menyatakan negaranya mampu menghadapi setiap serangan eksternal. Seruan ini disampaikannya hanya selang sehari setelah Presiden AS Barack Obama menyerukan aksi militer terhadap Suriah.
"Suriah mampu menghadapi setiap agresi eksternal," ujarnya di televisi pemerintah setelah melakukan pertemuan dengan para pejabat Iran seperti dilansir Aljazeera (2/9).
Suriah menyatakan para pemberontak yang berupaya menggulingkan Assad sebagai teroris. "Ancaman Amerika untuk melancarkan serangan terhadap Suriah tidak akan mencegah Suriah jauh dari prinsip-prinsipnya atau memerangi terorisme didukung oleh beberapa negara-negara regional dan Barat, pertama dan terutama Amerika Serikat."
Senada hal itu, Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad menuduh Obama kebingungan. "Jelas ada rasa ragu-ragu dan kekecewaan dalam apa yang dikatakan oleh Presiden Barack Obama kemarin. Dan juga jelas ada rasa kebingungan juga, " katanya kepada wartawan di Damaskus.
Komentar itu muncul sebagai tanggapan atas pernyataan John Kerry , Sekretaris Luar Negeri AS yang mengatakan pemerintahnya telah memperoleh bukti gas sarin digunakan dalam serangan di Suriah bulan lalu dan menewaskan 1.400 orang.
"Rambut dan sampel darah yang diberikan kepada AS dari responden pertama pada adegan serangan bulan lalu di Damaskus telah diuji positif untuk sarin," kata Kerry di NBC.
Sementara itu sumber pemerintah Perancis sementara mengatakan kepada kantor berita AFP, para pejabat akan segera mendeklasifikasi dokumen rahasia pertahanan senjata Suriah tentang senjata kimia tersebut.
Komentar itu muncul setelah surat kabar Perancis Journal du Dimanche mengatakan Suriah memiliki 1.000 ton bahan kimia termasuk sarin dan gas mustard, dan mengembangkan agen yang jauh lebih kuat serta beracun dari sarin.
Penggunaan senjata kimia dalam perang sipil di Suriah menyisakan dua kubu besar di kalangan internasional. Kubu pertama, yakni mereka yang ingin menyerang Suriah dan kelompok kedua, yang menentang invasi. Kubu pertama dipimpin Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Hanya saja, kongres Inggris menolak keinginan Perdana Menteri Inggris David Cameron untuk terlibat dalam penyerangan, begitu pula dengan Jerman yang menyatakan tidak ingin terlibat aksi ini.
Kubu kedua, yakni kelompok negara yang menentang serangan tersebut. Rusia dan China merupakan negara yang berdiri paling depan dalam barisan ini, selain juga Iran dan Lebanon, serta beberapa negara di Amerika Latin. Bagi Rusia, Suriah merupakan pertaruhan gengsinya dengan AS. Berbeda dengan Iran yang memiliki kedekatan secara aliran dengan Presiden Bashar al-Assad, Rusia memiliki hubungan bisnis dan historis yang cukup panjang dengan rezim Assad.
Karena itu, jika Assad berhasil digulingkan dan hal ini bisa menjadi tamparan besar buat Presiden Rusia Vladimir Putin. Padahal, Putin telah berjanji akan mengembalikan masa kejayaan Rusia setelah sebelumnya, bergelut dalam persoalan ekonomi. (esy/jpnn)