PARIS (RP) - Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menunda aksi militer ke Suriah lantaran harus berkonsultasi dengan Kongres menginspirasi Presiden Francois Hollande. Ia berharap parlemen Prancis merestui rencananya untuk mendukung aksi militer AS. Sementara itu, Israel mengaku siap dengan skenario apa pun atas Suriah.
‘’Dalam situasi seperti ini, Prancis tidak bisa terlibat dalam pertempuran tanpa dukungan penuh parlemen,’’ kata Francois Fillon, mantan Perdana Menteri (PM) Prancis, kepada Journal du Dimanche, Ahad (1/9). Padahal, konstitusi Negeri Anggur tersebut tidak mewajibkan parlemen untuk melakukan voting atas keterlibatan militer dalam pertempuran apa pun yang berlangsung kurang dari empat bulan.
Namun, harapan Hollande soal restu parlemen Prancis menyiratkan bahwa aksi militer terhadap Suriah bakal berlangsung lebih dari empat bulan. Sejak mendengar kabar soal dugaan penggunaan senjata kimia dalam serangan di Ghouta pada 21 Agustus lalu, Prancis bersiap melancarkan aksi militer ke republik yang terletak di tepi Laut Mediterania tersebut. Padahal, saat itu AS belum angkat bicara.
Ketika itu, Prancis menyebutkan bahwa pemakaian gas kimia merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat. Atas nama kemanusiaan, Hollande pun lantas merapatkan barisan dan menyiapkan aksi militer ke Suriah. Menurut dia, pasukan Prancis akan bertolak ke Suriah demi melindungi warga sipil yang ada di sana. Juga, untuk menghukum pasukan Assad yang tega menyemprotkan gas kimia dan merenggut sedikitnya 100 nyawa.
Israel yang sibuk melakukan antisipasi sejak kabar aksi militer ke Suriah berembus mengaku siap menghadapi skenario apa pun. Kemarin PM Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pemerintah dan rakyat Israel sudah percaya diri dengan persiapan yang sekitar dua pekan terakhir ini mereka lakukan untuk mengantisipasi perang. ‘’Israel cukup tenang dan percaya diri. Rakyat kami sudah sangat siap menghadapi skenario apa pun terhadap Suriah,’’ papar pemimpin 63 tahun tersebut dalam rapat mingguan kabinet kemarin.
Apalagi, lanjut dia, Obama memutuskan menunda serangan rudal ke Suriah dan menanti restu Kongres AS. Rencananya, Kongres AS baru membahas aksi militer itu pasca reses 9 September nanti. Kemarin, Netanyahu mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Menurut dia, pemerintah dan rakyat Israel tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak aksi militer AS ke Suriah terhadap negerinya. ‘’Musuh-musuh kami punya cukup banyak alasan yang baik untuk tidak bermain-main dengan kami, menjajal kekuatan kami, atau menguji kemampuan kami,’’ tegasnya.
Sebagai sekutu dekat AS di kawasan tersebut, wajar jika Israel sempat mengkhawatirkan dampak aksi militer Negeri Paman Sam ke Suriah. Sebab, Israel bukan tidak mungkin akan menjadi sasaran serangan balasan dari sekutu Assad di wilayah itu. Hizbullah, kelompok pendukung Assad di Lebanon, sudah pasti langsung melancarkan serangan ke Israel jika Suriah diserang.
Namun, Netanyahu yakin bahwa Israel tidak akan menjadi sasaran serangan balasan. ‘’Mereka tahu alasannya,’’ kata pengganti Ehud Olmert tersebut tanpa menyebutkan alasan yang dimaksud. Yang pasti, lanjut Ehud, Israel tidak akan tinggal diam. Pasukan Israel akan langsung membalas segala bentuk serangan dari luar. Termasuk jika serangan itu melibatkan senjata kimia yang kabarnya juga dimiliki oposisi Suriah.
Sekitar dua pekan terakhir, rakyat Israel berbondong-bondong membeli masker gas. Bahkan, mereka rela antre panjang untuk mendapat masker. Tren memborong masker gas tersebut mulai muncul pada Perang Teluk 1991. Tepatnya setelah Irak menembakkan sedikitnya 39 rudal Scud ke Israel sebagai balasan atas Operasi Badai Gurun yang dilancarkan pasukan AS. (hep/c15/jpnn)