James Murdoch merupakan salah satu calon ahli waris aset konglomerat media Rupert Murdoch. Sebagai putra mahkota, dia disebut-sebut akan memimpin News Corp, jaringan berita terbesar di dunia. Namun, pekan ini dia membuat keputusan besar. Dia memutuskan mundur total dari kerajaan media yang dibangun ayahnya tersebut.
(RIAUPOS.CO) - PERBEDAAN pandangan ayah-anak, tampaknya, tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Apalagi jika perbedaan itu terjadi di ayah-anak taipan pemilik salah satu jaringan berita terbesar di dunia.
Hal tersebut terjadi di keluarga Rupert Murdoch. Jumat lalu (31/7) anak keempat dari pernikahan keduanya, James, mengundurkan diri dari dewan direksi News Corp. Ini adalah jabatan formal terakhir yang dipegang dalam jaringan bisnis milik sang ayah.
Surat pengunduran diri yang diserahkan ke News Corps ringkas. Seperti sekadar memo kepada pejabat lainnya. Namun, pria 47 tahun itu tegas menyatakan alasannya memutus karir yang sudah digeluti sejak 1996. ’’Saya mengundurkan diri karena berbeda pandangan dengan kebijakan redaksi di kantor-kantor berita milik perusahaan dan sejumlah keputusan strategis lainnya,’’ ungkapnya menurut Associated Press.
Baik James maupun perwakilannya tak mau memaparkan kebijakan redaksi apa saja yang membuatnya marah. Atau, keputusan dewan direksi mana yang membuatnya frustrasi. Namun, banyak pihak menilai bahwa salah satunya terkait dengan isu climate change.
Sudah bukan rahasia lagi Rupert Murdoch punya pandangan bahwa isu climate change terlalu dibesar-besarkan. Memang ada perubahan cuaca, tapi tidak berdampak bahaya seperti yang didengungkan banyak ilmuwan.
Sementara itu, James berpendapat sebaliknya. Dia meyakini bahwa climate change adalah sesuatu yang serius dan harus ada upaya keras untuk meredam perubahan cuaca itu agar tidak membawa ke kepunahan manusia.
Salah satu contoh adalah pemberitaan media Australia di bawah News Corp awal tahun lalu. Yakni, terkait kebakaran hutan hebat yang melanda Australia. Jaringan Fox News dan media milik News Corp terkesan menghindar itu akibat dari climate change. Alih-alih, mereka malah menyebut kebakaran tersebut terjadi karena memang ada pembakaran yang dilakukan manusia dan kemudian dampaknya tak terkendali.
James keras mengkritik kebijakan redaksi seperti itu. Apalagi, media-media milik jaringan berita ayahnya kerap memberi kesempatan tokoh yang tak percaya dampak perubahan iklim untuk berbicara. Salah satunya, Andrew Bolt, komentator politik News Corp Australia, yang sering mengatakan bahwa aktivis perubahan iklim hanya menyebar ketakutan.
’’James dan Kathryn (istri James, red) sangat kecewa penyangkalan yang dilakukan kantor berita Australia. Padahal, bukti (dampak perubahan iklim, red) sudah jelas,’’ ujar jubir pasangan tersebut kepada Daily Beast.
Selain itu, secara politik, James berbeda tajam dengan ayahnya. Ketika sang ayah dan jaringan beritanya kencang meng-endorse Donald Trump, James Murdoch dan istrinya malah memberikan donasi sebesar 1 juta dolar AS (Rp 14 miliar) ke rival Trump dalam pilpres AS November mendatang, Joe Biden.
James memang terkenal sebagai pemberontak di lingkaran keluarga Murdoch. Pria kelahiran London itu tak pernah mendapatkan gelar akademik. Dia sempat menimba ilmu perfilman dan sejarah di Harvard pada 1990-an. Namun, dia memutuskan untuk tak melanjutkan pendidikan itu hingga saat ini.
Kendati demikian, James bekerja dengan cukup baik. Dia punya visi bisnis media yang jelas. Dia dikabarkan merupakan sosok yang membuat sang ayah tertarik dengan bisnis dotcom. Dia pun dianggap berpotensi sebagai calon ahli waris selain sang kakak Lachlan Murdoch.
James pun sempat mengepalai 21st Fox, aset terbesar Rupert, selama empat tahun. Namun, jabatannya hilang setelah Rupert menjual sebagian besar aset perusahaan itu kepada Disney pada 2019. Tongkat kepemimpinan Fox Corporation yang diciptakan untuk menampung jaringan berita Fox pun diserahkan ke Lachlan yang notabene punya paham konservatif seperti Rupert.
Saat ini, satu-satunya hubungannya dengan News Corps adalah posisinya anggota Murdoch Family Trust. Kelompok itu bisa memutuskan hal penting bagi News Corp maupun Fox Corporation.
Namun, hal tersebut jelas tak akan membantunya untuk mengalahkan sang kakak Lachlan. Kini James lebih fokus untuk mengembangkan firma investasinya, Lupa Systems, yang didirikan pada awal 2019. Perusahaan fokus mendanai perusahaan start-up dan proyek-proyek ramah lingkungan.
Arus medianya pun berubah. Oktober lalu, dia membeli Vice Media yang fokus ke generasi muda dan hiburan. Vice Media terkenal sebagai media dengan paham liberal. Sedangkan keluarga Murdoch pun sepertinya tak acuh dengan keputusan James. ’’Kami berterima kasih terhadap jasa James selama ini. Kami doakan dia berhasil untuk pekerjaannya di masa depan,’’ ungkap Rupert melalui pernyataan resmi News Corp.
Perang Konservatif dengan Liberal
Kepergian ames Murdoch dari News Corp menegaskan kembali tren perselisihan antara kubu konservatif dan liberal di negara seperti AS. Perpecahan politik itu sudah semakin kentara di ranah media. Setiap pihak sibuk menyensor kubu seberang.
Kubu liberal terus menyerang media-media konservatif karena dianggap menyebar hoaks dan informasi menyesatkan. Kubu konservatif menuduh media liberal mencoba menekan hak berpendapat. ’’Kenapa kubu sayap kiri bebas menyebarkan hoax. Sebaliknya, kami harus disensor,’’ ungkap Greg Gutfeld, komentator politik, kepada Fox News.
Masyarakat terbelah. Berdasar survei yang dilakukan Axios-Ipsos, 62 persen penonton Fox News percaya isu Covid-19 terlalu dibesar-besarkan. Sebaliknya, hanya 7 persen penonton CNN yang percaya Covid-19 tidak separah yang diberitakan.
Isu demo antirasisme pasca kematian George Floyd juga disampaikan berbeda di media dua kubu. Media konservatif menyebutnya sebagai kerusuhan yang harus segera ditangani. Media liberal memberitakannya sebagai kekerasan aparat kepada peserta aksi damai. ’’Ini adalah kelompok teroris jalanan,’’ ujar Mark Levin, penyiar radio konservatif, dalam akun Twitter pribadinya yang dilansir The Guardian.
Perpecahan itu sampai masuk ke tingkat media sosial. Tokoh Republik dan simpatisannya mulai memblokir Twitter dan Facebook karena menyensor Trump dan keluarganya. Mereka hijrah ke Parler yang dianggap lebih mendukung kebebasan berpendapat. ’’Saya bangga bergabung ke Parler yang bisa memahami kebebasan berpendapat,’’ kata senator Ted Cruz menurut NBC.
Di platform itu, gantian liberal yang disensor. Banyak pengguna yang diblokir karena mengejek atau menyerang paham konservatif. ’’Apanya yang bebas berpendapat. Saya baru sedikit berbicara sudah diblokir,’’ ungkap penulis dan komedian Tony Posnanski. (*/c17/ayi/bil/c14/jpg)
Laporan Mochamad Salsabyl Adn, Jakarta