SITUASI KIAN MENCEKAM

Mati atau Melarikan Diri Jadi Pilihan Terakhir Etnis Rohingya

Internasional | Jumat, 01 September 2017 - 17:30 WIB

Mati atau Melarikan Diri Jadi Pilihan Terakhir Etnis Rohingya
MENANGGUNG DERITA: Seorang nenek menggendong cucunya yang terlelap di kamp pengungsian Ukhiya, Bangladesh, kemarin. Mereka adalah bagian dari etnis Rohingya yang harus melarikan diri dari Myanmar karena aksi represi militer. (EMRUL KAMAL/AFP PHOTO)

KUTUPALONG (RIAUPOS.CO) - Etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar tak punya pilihan baik akan hidup mereka saat ini. Sebab, jika mereka bertahan di rumah sendiri, peluang untuk kehilangan nyawa sangat besar akibat tertembus peluru militer.

Akan tetapi, jika lari ke negara tetangga, Bangladesh, mereka juga bertaruh nyawa karena harus melintasi Sungai Naf atau Teluk Benggala dengan peralatan seadanya. Tidak sedikit yang akhirnya tewas di tengah perjalanan. Kemarin (31/8/2017) penjaga pantai Bangladesh menemukan sedikitnya 20 jenazah etnis Rohingya. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.

Baca Juga :Tak Ada Anggaran untuk Pengungsi Rohingnya

’’Perahu mereka terbalik. Jenazah terdiri atas 11 anak-anak dan 9 perempuan,’’ kata Ariful Islam, komandan penjaga perbatasan Bangladesh.

Mereka sehari sebelumnya juga menemukan dua jenazah etnis Rohingya. Islam melihat perahu mereka ditembaki penjaga perbatasan Myanmar. Bagi etnis Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh, peluang selamat maupun tewas sama besarnya. Sungai Naf maupun Teluk Benggala berarus deras.

Sangat mungkin, sebelumnya ada orang-orang yang tenggelam, tetapi jenazahnya tak ditemukan. Jumlah pasti korban tewas bakal sangat sulit ditentukan. Itu karena media dilarang mendekati area konflik. Demikian halnya berbagai organisasi kemanusiaan yang ingin menyalurkan bantuan.

Etnis Rohingya yang lari ke Bangladesh memang kian banyak belankangan ini. Hingga kemarin, sudah 27 ribu orang yang terdata masuk ke Bangladesh dan 20 ribu lainnya masih tertahan di wilayah perbatasan. Padahal, dua hari sebelumnya, jumlah pengungsi hanya separonya. Sangat mungkin hari ini jumlah mereka meningkat puluhan ribu lagi.

Adapun mereka yang belum terdata terkatung-katung di wilayah yang sebelumnya tak berpenghuni dengan makanan dan obat-obatan yang sangat terbatas. Beredar kabar, mereka ketakutan karena kini bukan hanya militer Myanmar yang turun tangan menyiksa, menembaki, dan membakar rumah-rumah etnis Rohingya.

Pasalnya, penduduk Buddha di Rakhine juga ikut turun tangan membakar properti milik etnis yang tidak diakui sebagai penduduk Myanmar maupun Bangladesh tersebut. Kantor berita Reuters melaporkan, mereka melihat api di sepanjang Sungai Naf di sisi Myanmar.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook