PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, menemukan kerugian negara senilai Rp40.000 pada dugaan korupsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Putri Kaca Mayang. Bahkan, nilai ini dianggap tidak memiliki kerugian negara.
Meski demikian, Kejati Riau belum menentukan sikap untuk proses selanjutnya. Apakah tetap melanjutkan penyidikan, atau menghentikan penyidikan, Kejati belum menyimpulkannya.
“Penyidik belum menyimpulkannya,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Subekhan, Jumat (22/6) siang di Pekanbaru.
Senada, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Muspidauan mengaku, penyidik masih melakukan evaluasi terkait hasil perhitungan kerugian negara tersebut. Sehingga belum menyimpulkan sikap untuk proses selanjutnya.
Menurutnya, proses pengambilan kesimpulan itu, dilakukan secara berjenjang. Mulai dari jaksa penyidik, Aspidsus, dan terakhir Kepala Kejati Riau.
“Karena baru satu hari kerja, penyidik belum mengambil kesimpulan. Masih mengevaluasi hasil cek fisik tersebut,” sebut Muspidauan.
Jumlah kerugian negara senilai Rp40 ribu tersebut, dihitung setelah dilakukan cek fisik dari tim ahli dari perguruan tinggi di Medan, Sumatera Utara yang dibantu oleh penyidik Kejati Riau. Cek fisik dilakukan pada akhir Februari 2018 lalu.
Proses pengecekan fisik itu diketahui dengan melakukan pengukuran dan pemeriksaan teknis. Dari cek fisik tersebut akan diketahui apakah pekerjaan proyek yang menelan anggaran Rp7 miliar, oleh kontraktor sudah sesuai dengan spesifikasi teknis atau tidak.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, Subekhan mengakui adanya ditemukan kerugian negara. Namun, jumlahnya sangat kecil. Bahkan, bisa dianggap tidak ada kerugian negara.
“Terdapat kerugian dalam hasil audit teknis itu, sebesar Rp40 ribu. Menurut kaca mata teknis, karena nilainya Rp40 ribu, dibulatkan ke bawah. Sehingga bisa dianggap kerugian negara Rp0 ,” kata dia.
Pihaknya kata Subekhan, juga tidak akan melakukan upaya cek fisik ulang dengan ahli yang berbeda. Begitu juga dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kata dia, menyerahkan sepenuhnya atas hasil cek fisik yang telah dilakukan itu.
“Auditor BPKP menyandarkan kepada audit teknis. Dan itulah audit teknis yang sudah disampaikan kepada kami. Dari pemeriksaan ahli, sudah disampaikan,” kata dia.
Diketahui, proyek RTH Putri Kaca Mayang ini dibangun bersamaan dengan RTH Tunjuk Ajar di Jalan Ahmad Yani pada 2016 lalu. Dalam proyek ini, disebut-sebut terdapat rekayasa proyek untuk memenangkan satu kontraktor.
Pembangunan dua RTH dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau yang dipimpin Dwi Agus Sumarno (DAS). Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas yang ada di RTH Tunjuk Ajar Integritas.
Tugu itu diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Khusus RTH Tunjuk Ajar, penyidik telah menetapkan 18 orang tersangka termasuk mantan Kepala Dinas Ciptada Riau Dwi Agus Sumarno. Dia bersama seorang rekanan Yuliana J Bagaskoro (YJB), dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni, yang telah dihadapkan ke proses persidangan.
Sementara tiga tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Panca Mandiri Consultant, Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin, serta Khusnul yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (RBL), juga telah dilakukan penahanan.
Selain itu, juga terdapat 12 tersangka lainnya. Mereka di antaranya, Ketua Pokja ULP Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja Hariyanto dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal.
Kemudian, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia. Terhadap mereka, nasibnya akan ditentukan belakangan, setelah enam tersangka yang telah ditahan dilimpahkan ke pengadilan.
Dugaan korupsi pada dua RTH di Pekanbaru ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran.
Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan. Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan, namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.(dal)