TUNIS (RIAUPOS.CO) - Krisis di Tunisia sepertinya belum akan mereda dalam waktu dekat. Presiden Kais Saed mengambil langkah kontroversial dengan membekukan parlemen dan memecat Perdana Menteri Hichem Mechichi pada Ahad (25/7/2021). Oleh mantan Presiden Tunisia Moncef Marzouki, langkah Saed disebut berpotensi memperburuk situasi.
"Saya meminta warga Tunisia untuk perhatikan betul apakah langkah ini awal dari solusi (atas krisis Tunisia, red) atau tidak. Apa yang terjadi justru awal dari situasi yang lebih buruk," ujar Marzouki menegaskan, dikutip dari kantor berita Reuters.
Tunisia sudah lama dalam kondisi krisis. Bertahun-tahun mereka diwarnai pemerintahan yang pincang, korupsi, ambruknya ekonomi, dan juga terus menanjaknya angka pengangguran. Pandemi Covid-19, yang menghajar dunia pada 2020, memperburuk situasi tersebut.
Krisis itu diperburuk sengketa konstitusi yang dipicu konflik antara Presiden Kais Saied dan PM Hichem Mechichi. Keduanya punya pandangan berbeda soal wewenang masing-masing. Problemnya, sejak Revolusi Tunisia 2014, negeri timur tengah itu belum memiliki Mahkhamah Konstitusinya sendiri.
Berikut kronologis krisis panjang di Tunisia, dikutip dari Reuters:
1. Desember 2020
Pedagang sayuran Mohamed Bouazizi membakar dirinya sendiri setelah Kepolisian Tunisia menyita gerobaknya. Kematiannya memicu unjuk rasa besar soal pengangguran, korupsi, dan represi di Tunisia
2. Januari 2011
Mantan Presiden Tunisia Zine El-Abidine Ben Ali kabur ke Arab Saudi ketika revolusi di Tunisia tak terhindarkan.
3. Oktober 2011
Partai Islam Moderat Ennahda, yang sempat dilarang beroperasi oleh Presiden Ben Ali, memenangkan kursi terbanyak di Parlemen. Mereka kemudian membentuk koalisi dengan partai-partai sekuler untuk memperbarui konstitusi.
4. Maret 2012
Polarisasi antara kelompok Islam dan sekuler memburuk, terutama soal isu hak-hak perempuan. Partai Ennahda meminta syarat Islam jauh-jauh dari hukum dan konstitusi Tunisia.
5. Februari 2013
Oposisi sekuler Chokri Belaid dibunuh, memicu unjuk rasa besar dan lengsernya PM Tunisia. Jihadis mengincar polisi sebagai respon.
6. Desember 2013
Partai Ennahda kehilangan kekuatan setelah unjuk rasa besar dan dialog nasional. Posisinya digantikan Pemerintahan Teknokrasi.
7. Januari 2014
Parlemen Tunisia menyetujui konstitusi baru yang menjamin kebebasan berpendapat dan hak-hak untuk minoritas. Kekuasaan eksekutif dibagi antara Presiden dan Perdana Menteri. Presiden akan bertanggung jawab atas urusan luar negeri dan pertahanan.
8. Desember 2014
Beji Caid Essebsi memenangkan pemilu bebas dan terbuka Tunisia yang pertama. Partai Ennahda kembali ke pemerintahan, bergabung ke koalisi pemerintahan.
9. Maret 2015
ISIS menyerang Museum Bardo di Tunisia, membunuh 22 orang. Hal itu disusul dengan penembakan di Sousse, pada bulan Juni, yang menewaskan 38 orang, serta bom bunuh diri di lokasi yang sama di bulan November. Bom bunuh diri itu menewaskan 12 orang.
10. Maret 2016
Militer Tunisia berhasil memukul mundur para jihadis dengan mengalahkan puluhan kombatan ISIS di perbatasan dekat Libya.
11. Desember 2017
Krisis ekonomi terjadi di Tunisia dengan nilai tukar turun dan perdagangan mengalami defisit.
12. Oktober 2019
Warga kecewa dengan kinerja partai-partai yang ada di Tunisia. Hal itu memicu "fragmentasi" di Parlemen. Tak ada satu pun partai dengan jumlah kursi lebih dari 25 persen.
13. Januari 2020
Setelah berbulan-bulan gagal membentuk pemerintahan baru, Elyes Fakhfakh ditunjuk sebagai PM baru. Ia hanya memimpin seumur jagung karena tersandung kasus korupsi.
14. Agustus 2020
Presiden Kais Saed menunjuk Hichem Mechichi sebagai Perdana Menteri Tunisia yang baru. Tak butuh waktu lama hingga perpecahan terjadi di antara keduanya soal wewenang masing-masing. Hal itu diperburuk krisis yang belum rampung plus pandemi Covid-19.
15. Juli 2021
Presiden Kais Saed membubarkan pemerintahan dengan membekukan parlemen serta memecat PM Hichem Mechichi. Ia mengklaim ingin membongkar pemerintahan Tunisia yang sarat akan korupsi. Saed berlindung di balik pasal 80 Konstitusi Tunisia.
Sumber: JPNN/Reuters/Tempo/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun