ATURAN LIPUTAN DI MA

Ketua MA: Jurnalis Tetap Bisa Liput Sidang, dengan Syarat

Hukum | Kamis, 31 Desember 2020 - 03:08 WIB

Ketua MA: Jurnalis Tetap Bisa Liput Sidang, dengan Syarat

JAKARTA  (RIAUPOS.CO) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin memastikan tidak pernah melarang para jurnalis meliput persidangan dengan mengambil gambar maupun merekam persidangan. Namun ada syaratnya. 

Muhammad Syarifuddin menyatakan, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan yang telah diterbitkan MA dan berlaku bertujuan untuk menjaga tata tertib di lingkungan peradilan serta menjaga marwah lembaga peradilan dan para hakim.  


Dia membeberkan, ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perma tersebut bukan bertujuan untuk melarang para jurnalis mengambil foto serta merekam persidangan secara audio maupun visual. 
"Mohon untuk dicatat bahwa tidak ada satu pun ketentuan yang menyebutkan pelarangan pengambilan foto dan rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Jadi jurnalis hanya izin. Kenapa harus izin, karena biar ketahuan bahwa yang datang ini benar jurnalis atau bukan," kata Syarifuddin saat acara Refleksi Akhir Tahun 2020 MA, yang disiarkan melalui akun YouTube MA, di Jakarta, Selasa (30/12/2020).

Secara utuh, Pasal 4 ayat (6) Perma Nomor 5 Tahun 2020 berbunyi, "Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan." 

Syarifuddin melanjutkan, ketentuan bahwa jurnalis yang meliput persidangan yang terbuka untuk umum harus meminta izin dari hakim atau majelis hakim bukan hanya diatur oleh lembaga peradilan di Indonesia.  

Pasalnya kata dia, ketentuan seperti itu juga diatur di lembaga peradilan di berbagai negara lain. 

"Bahkan ada beberapa negara yang menetapkan larangan penuh dalam pengambilan gambar di lokasi," ujarnya. 

Dia mengungkapkan, beleid Pasal 4 ayat (6) Perma Nomor 5 Tahun 2020 berlaku bagi siapa pun pengunjung sidang. Sekali lagi ujar dia, permintaan izin ke hakim/majelis hakim yang menyidangkan perkara untuk menjaga ketertiban saat persidangan perkara berlangsung. 

Musababnya menurut dia, jika persidangan terganggu maka ada banyak pihak yang dirugikan terutama para pencari keadilan.

"Itu sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga kehormatan dan lembaga peradilan," ujarnya. 

Syarifuddin melanjutkan, dia pernah bertugas di pengadilan tingkat pertama dan menangani perkara-perkara besar yang menyita perhatian publik. Ketentuan pengambilan foto dan merekam persidangan yang harus atas seizin hakim/majelis hakim sebenarnya bukan "barang" baru. Hanya menjadi ramai saat telah menjadi Perma.  

"Ketika saya menangani persidangan perkara besar, sangat tidak ingin menyebutkan di pengadilan mana dan perkaranya. Saat itu ramai sekali. Yang datang jurnalis itu ratusan, bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Ini kami minta supaya dia ini (jurnalis, red) datang melaporkan ke kami. Kenapa? Karena kami ingin meyakinkan dulu bahwa yang datang itu jurnalis atau bukan," katanya. 
Lebih dari itu Syarifuddin menggariskan, MA dan badan peradilan di bawahnya memberikan apresiasi kepada para jurnalis dan media massa telah memberikan perhatian dan memberitakan berbagai aspek terkait dengan MA dan badan peradilan di bawahnya. Dia berharap para insan pers dapat terus memberikan kontribusi bagi seluruh lembaga peradilan. 

"Sebagai insan pers memiliki tanggung jawab untuk meluruskan isu-isu negatif mengenai Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dengan pemberitaan yang akurat, proposional, dan akuntabel, karena kehormatan lembaga peradilan merupakan cerminan dari kehormatan bangsa," ucap Syarifuddin mengakhiri.

Sumber: RMOL/News/JPNN
Editor: Hary B Koriun 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook