JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pembunuhan satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat lalu (27/11) diduga dilakukan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.
Kasus tersebut juga mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Kemarin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menegaskan bahwa para pelaku kini sedang dikejar.
Menurut Mahfud, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan itu. Dia menyebutkan, Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala yang diperkuat Polri dan TNI tengah memburu para pelaku. ”Tim Tinombala sudah menyampaikan tahap-tahap yang dilakukan untuk mengejar pelaku dan melakukan isolasi serta pengepungan terhadap tempat yang dicurigai,” ucap Mahfud.
MIT, lanjut Mahfud, merupakan kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin Santoso. Setelah Satgas Operasi Tinombala melumpuhkan Santoso, MIT bergerak di bawah komando Ali Kalora. ”Kelompok MIT itu adalah sisa-sisa kelompok Santoso yang sekarang tinggal beberapa orang lagi,” imbuhnya.
Mahfud mengimbau masyarakat tidak terpancing isu-isu berbau SARA. Dia menegaskan bahwa tindakan MIT merupakan aksi terorisme. ”Kepada seluruh pimpinan umat beragama di Sulawesi Tengah, teruslah melakukan silaturahmi. Jangan terprovokasi oleh isu-isu SARA,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Sebagaimana diketahui, empat warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dibunuh kelompok teroris pimpinan Ali Kalora. Selain itu, tujuh rumah dibakar. Belum jelas motif dan penyebab aksi sadis tersebut.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut memberikan perhatian terhadap keluarga korban. Wakil Ketua LPSK Achmadi menyampaikan, pihaknya akan menugaskan tim untuk memberikan perlindungan dan hak-hak saksi maupun korban. ”Tim juga perlu mendalami saksi atau korban guna kepentingan perlindungan dalam proses peradilan,” bebernya.
Achmadi menyatakan, LPSK sudah berkomunikasi secara intens dengan Polda Sulawesi Tengah untuk memastikan para saksi dan korban mendapatkan hak mereka. Rencananya, hari ini (30/11) tim LPSK berangkat ke Sigi. Mereka bakal menelaah peristiwa berdarah itu. ”LPSK bisa menerbitkan guarantee letter sebagai jaminan atas biaya penanganan medis bagi korban tindak pidana terorisme tersebut,” katanya.
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) mengutuk aksi penyerangan dan teror yang menewaskan satu keluarga itu. ’’Apa pun motifnya, aksi kekerasan dan tindakan melukai kemanusiaan tidak dapat dibenarkan,’’ tegas Ketua PB NU Robikin Emhas.
Menurut dia, polisi harus bertindak cepat, terukur, dan profesional. Deteksi segera motif dan pola kekerasan, serta secepatnya menemukan aktor intelektual dan pelakunya. Robikin menegaskan, aksi penyerangan dan pembakaran adalah teror untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat. Kelompok-kelompok penebar teror seperti itu tidak berhak mengatasnamakan elemen agama. ’’Karena agama apa pun tidak ada yang membenarkan teror. Teror juga merupakan tindakan anti kemanusiaan,’’ jelas tokoh asal Gresik itu kemarin.
Robikin menyebut, harus ada langkah preventif agar kasus itu tidak merembet menjadi sentimen keagamaan yang dapat merusak kerukunan antarumat yang sudah dibangun bersama dengan baik. Jangan ada pihak mana pun yang terprovokasi dan membalasnya dengan kekerasan. Apalagi mendasarinya dengan kebencian atas dasar sentimen-sentimen sektarian.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman