Laporan AHMAD BAIDHOWI, Manila-Filipina
Apresiasi dunia akademik terhadap kinerja Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terus mengalir.
Gaung reputasi dan kinerja mantan Dirut PLN itu, rupanya, tidak hanya nyaring di dalam negeri, tapi juga menggema hingga Filipina.
Berpidato selama 24 menit dan mendapat standing ovation (tepuk tangan meriah sambil berdiri) dari sekitar 1.000 undangan. Itulah suasana ketika Dahlan Iskan menerima gelar doctor honoris causa di bidang kemanusiaan (humanities) dari Arellano University Filipina di Manila, Selasa (29/10).
Doktor kehormatan itu merupakan gelar kedua yang diterima Dahlan. Sebelumnya, 8 Juli 2013, dia menerima gelar yang sama di bidang komunikasi dan penyiaran Islam dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang.
Auditorium nan megah The Philippine International Convention Center (PICC) menjadi saksi tingginya apresiasi dunia pendidikan Filipina kepada salah seorang anak bangsa Indonesia tersebut.
Simak saja jawaban chairman sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Arellano University, Sir Francisco Paulino Cayco saat ditanya alasannya memberikan gelar itu kepada Dahlan.
‘’Dia (Dahlan Iskan, red) adalah sosok pemimpin yang diperlukan bangsa Asia. Dia mentransformasi dunia bisnis, pemerintahan, politik, dan masyarakat Indonesia. Suatu kehormatan bagi kami bisa berinteraksi dan memberikan gelar doctor honoris causa (Dr HC) kepada orang seperti Dahlan Iskan,’’ katanya.
Cayco tentu tidak asal bicara dan sembarangan memberikan gelar Dr HC. Berbeda dengan di Indonesia, pemberian gelar doktor kehormatan di Filipina harus melalui seleksi ketat dari Komisi Nasional Pendidikan Tinggi atau Commission on Higher Education National Capital Region. Lembaga tersebut setingkat kementerian yang langsung berada di bawah presiden.
Buktinya, sejak didirikan pada 27 Februari 1938, Arellano University baru dua kali memberikan gelar Dr HC dan Dahlan Iskan adalah warga negara asing (WNA) pertama yang mendapat gelar tersebut dalam 75 tahun terakhir.
Arellano University atau Pamantasang Arellano (dalam bahasa Filipina) juga bukan perguruan tinggi sembarangan. Universitas di ibu kota Filipina itu merupakan perguruan tinggi swasta ternama yang saat ini memiliki lebih dari 40 ribu mahasiswa.
Arellano, yang diambil dari nama Ketua Mahkamah Agung Filipina yang pertama Cayetano Arellano, selama ini memiliki reputasi bagus dalam penelitian terkait dengan humanisme atau kemanusiaan, ilmu-ilmu sosial, serta ilmu kesehatan, khususnya bidang keperawatan. Hebatnya lagi, seluruh pengajar di Arellano sudah bergelar doktor atau PhD.
Dalam acara itu, sekitar 500 civitas academika Arellano yang terdiri atas dekan, dosen, dan mahasiswa hadir. Semua tampak serius menyimak ketika Dekan Pendidikan Pascasarjana Arellano University Maria Teresa F Calderon membacakan biodata dan prestasi-prestasi Dahlan.
Mulai masa kecilnya yang hidup dalam kemiskinan, merintis karir sebagai wartawan, membangun bisnis Jawa Pos Group, menjadi direktur utama PLN, hingga kini menjadi menteri BUMN.
‘’Miracle worker’’ (pekerja ajaib) dan ‘’agent of change’’ (agen perubahan) adalah dua kata yang digunakan Maria merujuk tingginya etos kerja serta keberhasilan Dahlan mengubah budaya kerja di PLN dan Kementerian BUMN menjadi lebih berorientasi pada pelayanan publik.
Kejelian Dahlan dalam melihat fenomena kemiskinan di negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Filipina juga dinilai memberikan sumbangsih besar.
Tidak hanya bagi arah perekonomian negara berkembang, tapi juga sebagai antisipasi ledakan bom waktu karena tren melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi.
Dalam pidato pengukuhannya, Dahlan menuangkan pemikirannya tentang upaya pengentasan kemiskinan dengan sangat jeli. Ia memulai dengan kisah masa kecilnya yang dibesarkan dalam keluarga yang sangat miskin sehingga ayahnya terpaksa menjual sawah, bahkan meja, kursi, dan tempat tidur, untuk membiayai pengobatan ibunya.
Lalu, perjuangan Dahlan bersekolah dengan berjalan telanjang kaki tanpa sepatu sejauh 6 Kilometer hingga kebiasaannya mencuci satu-satunya baju seragam sekolah di sungai.
Para tamu undangan dari Indonesia mungkin pernah atau sering mendengar kisah itu. Tapi, bagi warga Filipina yang mendengar langsung dari Dahlan Iskan, cerita tersebut seolah mengetuk kesadaran mereka bahwa sosok yang biodata serta kisah-kisah suksesnya baru saja dibacakan itu ternyata benar-benar merangkak dari bawah.
‘’Dia mengagumkan. From zero to hero,’’ kata Clara Fernandez, mahasiswi Arellano University. Namun, bukan unjuk kesuksesan tersebut yang dimaksud Dahlan. Kisah masa kecilnya itulah yang menjadi jalan logika berpikirnya untuk menganalisis permasalahan kemiskinan yang masih dihadapi banyak negara berkembang saat ini.
Menurut Dahlan, kemiskinan masa lalu tidak lantas memantik gejolak sosial karena sebagian besar masyarakat di pedesaan memang sama-sama hidup miskin. Karena itu, mereka tidak terlalu merasa menderita dengan kemiskinannya.
Namun, kini masyarakat miskin pun sudah memiliki televisi. Di sisi lain, ada masyarakat yang hidup enak dan kaya raya. Jika dibiarkan berlarut-larut, kondisi tersebut akan menjadi bom yang sewaktu-waktu bisa meledak dan mengakibatkan benturan hebat antara si miskin dan si kaya.
‘’Karena itu, amat sangat penting bagi pemerintah seperti Indonesia maupun Filipina untuk serius menyikapi ini,’’ tegasnya di depan ribuan hadirin, termasuk sejumlah Dirut BUMN yang ikut serta. Antara lain, Dirut PT Pelindo II RJ Lino, Dirut PT Perkebunan Nusantara VII Kusumandaru, Dirut PT Perkebunan Nusantara IX Adhi Prasongko, serta Dirut PT Perkebunan Nusantara X Subiyono.
Dari situ, alur pikiran Dahlan mulai menyentuh tema yang lebih besar, yakni anggaran negara. Dia mengajak pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk sama-sama mendorong alokasi anggaran yang cukup untuk program-program pengentasan kemiskinan.
Caranya, melakukan realokasi anggaran dari pos-pos yang lebih banyak dinikmati masyarakat kelas menengah seperti subsidi BBM ke pos-pos yang langsung menyentuh kelompok masyarakat miskin seperti subsidi sektor pertanian dan kesehatan. ‘’Inilah tantangan besar yang dihadapi dan harus diselesaikan negara demokrasi seperti Indonesia dan Filipina,’’ ujarnya.
Namun, Dahlan mengakui bahwa semua itu tidak semudah membalik telapak tangan. Tuntutan dan tekanan dari kelompok masyarakat kelas menengah yang kian kritis serta keperluan masyarakat miskin untuk bisa dientas membuat pemerintah tidak bisa bekerja seadanya, melainkan harus bekerja ekstrakeras.
‘’Masalah itu bisa ditanggulangi jika kita terus kerja, kerja, dan kerja. Jadi, Saudara-saudara, mari kita semua terus kerja, kerja, dan kerja lebih keras untuk negara kita, Indonesia dan Filipina,’’ tegas Dahlan disambut aplaus panjang hadirin. Ia mengakui, penghargaan Dr HC bukanlah ajang untuk menumpuk gelar.
Dahlan menyebutkan, penghargaan bagi prestasi seseorang memang seharusnya diberikan. Selain menyimak kisah dan pemikiran Dahlan yang disampaikan dengan penuh semangat, hadirin dibuat tersenyum melihat sisi humanis Dahlan.
Contohnya, saat prosesi penganugerahan gelar Dr HC, Dahlan menyebutkan beberapa sosok penting di balik kesuksesan dirinya. Salah satunya adalah istrinya, Nafsiah Sabri. Bahkan, dia mengundangnya naik ke panggung.
Nafsiah yang mengenakan kebaya pink dengan cekatan dan tanpa canggung ikut membantu Dahlan merapikan lipatan dan letak selempang toganya di atas panggung. Kemesraan itu mengundang tepuk tangan dan senyum para hadirin.
Selain Nafsiah, Dahlan menyebut Letnan Jenderal (pur) TB Silalahi sebagai sosok layaknya seorang ayah yang banyak membantu dan menginspirasi dirinya.
Utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu pula yang memperkenalkan Dahlan kepada pemerintah Filipina hingga akhirnya dipantau dunia pendidikan negara tersebut.
‘’Negara ini kan ekonominya sedang tumbuh pesat. Jadi, ada banyak kesempatan bagi BUMN kita untuk menangkap peluang bisnis di sini. Apalagi, Pak Dahlan sudah cukup dikenal kalangan media di Filipina. Jadi, mudah-mudahan bisa lebih lancar,’’ jelasnya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) pada era Presiden Soeharto itu menyebutkan, saat dirinya bertemu Presiden Filipina Beniqno Aquino pada Juni lalu, Pemerintah Filipina menawarkan beragam skema kerja sama dengan Indonesia.
Di bidang ekonomi, Beniqno menawarkan secara konkret pengelolaan lahan perkebunan di sebelah selatan Mindanao seluas 120 ribu hektare.
Selain itu, Indonesia diharapkan bisa membuka bank syariah yang diyakini akan disambut baik masyarakat di wilayah tersebut.
Proyek lain yang ditawarkan adalah pengembangan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, hingga bandar udara.(c5/ari/jpnn)