DPR RI Usulkan Kementerian Agraria

Hukum | Selasa, 30 April 2013 - 18:16 WIB

DPR RI Usulkan Kementerian Agraria
Zainun Ahmadi

Riau Pos Online–DPR RI mengusulkan perlunya dibentuk Kementerian atau komisi khusus

pengadilan agraria. Hal ini mengingat konflik pertanahan yang menumpuk di Badan Pertanahan

Nasional (BPN) dan banyak yang belum terselesaikan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Diperlukan Kementerian Agraria atau komisi khusus yang memiliki otoritas kewenangan untuk penyelesaian konflik agraria," ujar anggota Panja RUU Pertanahan Komisi II DPR, Zainun Ahmadi dalam diskusi “RUU Pertanahan” bersama Anggota DPD RI, Anang Prihantono, dan  Asep Yunan Firdaus dari Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (30/4).

Zainun mengaku pesimis terhadap RUU Pertanahan yang kini tengah disusun DPR mampu

menyelesaikan seluruh konflik pertanahan yang kini menumpuk di Badan Pertanahan Nasional

(BPN), karena terkait UU sektoral lainnya.  Seperti kehutanan, perkebunan, tambang, sumber

daya alam. Untuk itu diperlukan Kementerian Agraria dan atau komisi khusus yang memiliki

otoritas kewenangan tanah, tanpa harus ke pengadilan. "Apalagi menjelang pemilu, maka sulit

RUU Pertanahan ini akan selesai dan pro rakyat, karena banyak kepentingan yang

melingkupinya,” ujarnya pesimis.

Dia menyontohkan konflik tanah yang menumpuk di BPN, meski Kepala BPN Herdarman Supandji telah mendapat instruksi resmi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk pendistribusian tanah dan menyelesaikan konflik tanah dengan membentuk tim sebelas, namun konflik terus bertambah dan tak terselesaikan. "Jadi, diperlukan kementerian dan atau

komisi khusus seperti KPK untuk penyelesaian konflik agraria," kata dia lagi.

Sementera itu, DPD juga sepakat dibentuknya Kementerian dan komisi khusus tersebut dan

tetap melibatkan daerah. Hanya saja kata Anang, itu harus diberi batas waktu antara 10

sampai 15 tahun dan itu bersifat final, tak ada banding.

"Jangan seperti pengadilan hukum formal, karena justru inilah yang ditunggu-tunggu oleh

investor dan mafia tanah, di mana mereka dipastikan akan menang karena bisa selesai dengan

uang,” ungkapnya.

Asep pesimis RUU pertanahan ini mampu menyelesaikan berbagai konflik tanah yang ada di BPN selama ini, tanpa kehadiran kementerian dan atau komisi khusus agraria. Hanya saja komisi khusus tersebut harus memiliki kewenangan seperti KPK.

“Kalau sama dengan Komnas HAM, ya sia-sia saja. Tapi, itu tergantung komitmen politik

pemerintah dan DPR, apakah konflik tanah ini sudah sangat mengkhawatirkan-extra ordinary

sama seperti korupsi? Kalau sangat mengkhawatirkan, maka komisi agraria itu harus memiliki

kewenangan sama dengan KPK dan MK,” katanya.

Mengapa? Menurut Asep, kalau konflik agraria ini dikembalikan ke pengadilan umum, maka

‘wassalam’ lah bagi rakyat, mengingat rakyat tidak memiliki uang dan bukti-bukti yang

diperlukan oleh pengadilan. “Kalau sama seperti MK dan KPK, maka penyelesaiannya tidak

harus melalui pendekatan formal. Apalagi konflik tanah yang ada di BPN hanya 30  dari 74

juta hektare tanah. Sedangkan BPN berada di bawah Menko Perekonomian, maka langkah BPN mesti mendukung kegiatan ekonomi. Karena itu harus ditangani kementerian sendiri,” tambah Asep.(yud)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook