Pangkas Subsidi, Hemat Rp57 Triliun

Hukum | Rabu, 29 Februari 2012 - 07:47 WIB

JAKARTA (RP) - Pengamat Perminyakan yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, jika harga BBM subsidi naik Rp1.500 per liter menjadi Rp6.000 per liter, maka pemerintah akan mendapat penghematan subsidi BBM sekitar Rp57 triliun.

Menurut Pri Agung, kebijakan kenaikan harga ini cukup rasional, implementatif, dan efektif untuk mengatasi permasalahan untuk jangka pendek, tetapi tidak untuk jangka panjang karena kebijakan ini bersifat ad hoc. ‘’Buktinya, setiap kali terjadi lonjakan harga minyak mentah dunia, APBN akan terus tertekan oleh penambahan defisit karena membengkaknya subsidi BBM dan subsidi energi lainnya (LPG dan listrik),’’ jelasnya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Karena itulah, lanjut dia, opsi kedua yang mematok besaran subsidi dinilai lebih solutif untuk jangka panjang karena bisa meredam gejolak harga minyak terhadap APBN. Sebagai catatan, Pri Agung sudah melontarkan ide mematok besaran subsidi BBM ini sejak 2010 lalu.

Berdasar kajian ReforMiner Institute, pada tingkat harga minyak 80 dolar AS sekitar Rp720.000 (1 dolar AS = Rp9.000) per barel hingga 120 dolar AS per barel, harga berlaku premium akan bergerak di kisaran Rp4.500-6.520 per liter dan solar Rp4.500-6.525 per liter.

Jero menambahkan, untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah siap memberikan kompensasi atau bantuan bagi masyarakat miskin. ‘’Kompensasi ini akan diberikan pada golongan masyarakat terdampak,’’ katanya.

Jero menyebut, beberapa jenis kompensasi di antaranya adalah kompensasi untuk perlindungan kepada masyarakat tidak mampu, kompensasi transportasi, kompensasi pangan, serta kompensasi bantuan pendidikan. Untuk kompensasi transportasi, lanjut dia, misalnya akan diberikan dalam bentuk kupon angkutan umum atau transportasi khusus bagi anak-anak sekolah. ‘’Kemudian, ada juga semacam bantuan keringanan biaya pengurusan STNK dan KIR untuk angkutan umum,’’ ujarnya.

Adapun untuk kompensasi pangan, akan diberikan dalam bentuk penambahan raskin (beras untuk masyarakat miskin). Sedangkan untuk bantuan pendidikan akan diberikan dalam bentuk subsidi dan beasiswa bagi masyarakat miskin. ‘’Selain untuk bantuan tersebut, penghematan subsidi dari kenaikan harga BBM juga akan dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur gas bagi sektor transportasi serta perbaikan sistem transportasi nasional,’’ jelasnya.

Jangan Bersamaan

Pri Agung Rakhmanto juga  menilai, jika harga BBM bersubsidi dan TDL secara bersamaan, maka akan ada tambahan inflasi sebesar 1,5 persen sampai 2 persen. ‘’Kalau dilakukan dua-duanya, target inflasi pemerintah tidak tercapai. Tapi sangat bijaksana jika tidak dilakukan bersamaan, atau tidak dalam satu tahun yang sama,’’ tutur Pri Agung.

Menurut dia, seharusnya diprioritaskan kenaikan BBM dan selanjutnya baru TLK. Bahkan dia mengingatkan, kenaikan TLK dilakukan jika biaya pokok produksi (BPP) listrik sudah dilakukan optimal. ‘’Kenaikan TLK bagusnya setelah BPP listrik optimal, jadi bebannya tidak diberikan ke masyarakat,’’ ujar Pri Agung.

Dia menilai, subsidi tenaga listrik saat ini relatif tepat sasaran, karena sesuai dengan kelompok/golongan pengguna. Kenaikan TDL, juga lebih untuk kepentingan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Pria Agung juga mengatakan, jika TLK dinaikan 5 persen untuk semua golongan maka tambahan penerimaan yang diterima PLN (atau pengurangan subsidi listrik) sebesar Rp5,7 triliun. Sedangkan jika dinaikan 10 persen tambahan penerimaan yang diterima PLN sebesar Rp11,4 triliun dan mencapai Rp17,1 triliun jika dinaikan 15 persen. Selain itu, kenaikan harga BBM sebesar Rp1.000-Rp1.500 per liter akan mendorong laju inflasi 1 persen hingga 1,5 persen.

Di sisi lain, Tulus Abadi mengingatkan, dana penghematan dari konversi BBM ke bahan bakar gas dan kenaikan harga BBM harus dikembalikan untuk perbaikan sektor transportasi umum, selanjutnya ke sektor pendidikan, kesehatan maupun perbaikan jalan.

‘’Kalau hal ini dijalankan dengan baik, sebenarnya masyarakat bisa berterima kasih dari manfaat kenaikan harga BBM,’’ katanya. Sebab, lanjut dia, kompensasi konkrit yang diberikan kepada masyarakat bukan hanya berupa bantuan langsung tunai (BLT), namun bagaimana dana tersebut bisa dirasakan oleh masyarakat. lain. Ini tidak masuk akal,’’ tegasnya. (boy/fal/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook