JAKARTA (RP) - Berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengubah skema pelayanan kesehatan untuk para pejabat negara. Jika selama ini dana layanan kesehatan masuk dalam fasilitas yang diterima pejabat, maka nanti para pejabat harus rela gajinya dipotong untuk membayar iuran atau premi BPJS.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, sesuai skema BPJS, maka pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya akan menanggung premi untuk masyarakat tidak mampu sebesar Rp19.225 per bulan per kepala. Sedangkan iuran Rp1,6 juta per bulan untuk pejabat akan dibayar dengan skema potong gaji. ‘’Kalau mau manambah coverage (fasilitas layanan kesehatan, red) maka harus bayar lagi sendiri,’’ ujarnya, Jumat (27/12).
Berdasarkan Undang-Undang SJSN dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 105 Tahun 2013, BPJS kesehatan pada 2013 untuk awalan akan meliputi penerima bantuan iuran (PBI), yaitu fakir miskin, kemudian Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI Polri, pejabat negara, serta pekerja swasta yang tergabung dalam asuransi kesehatan dari Askes atau Jamsostek.
Menurut Hatta, karena keterbatasan anggaran, maka negara tidak bisa membayar premi seluruh masyarakat. Selain pejabat negara yang iurannya akan diambil dari sistem potong gaji, para karyawan atau pekerjapun harus membayar iuran sendiri. ‘’Untuk pekerja, sebagian dibayar perusahaan, sebagian lagi dari potong gaji,’’ katanya. Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan jika fasilitas kesehatan untuk para pejabat negara dan keluarganya dalam BPJS tidak usah dipermasalahkan. Sebab, selama ini pun para pejabat negara sudah mendapatkan fasilitas tersebut. ‘’Itu dari dulu sudah masuk dalam tunjangan untuk pejabat. Nanti setelah berlaku SJSN, maka providernya lain (bukan lagi PT Askes, red),’’ jelasnya.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Zaenal Abidin sendiri setuju dengan pernyataan Hatta. Menurutnya Zaenal, biaya pelayanan kesehatan para pejabat memang tidak seharusnya masuk dalam anggaran BPJS kesehatan. ‘’Yang jelas seharusnya tidak masuk anggaran BPJS, karena anggaran BPJS kan sedikit sekali. Kalau sampai untuk menanggung biaya top up pelayanan kesehatan pejabat bagaimana nantinya?’’ ujarnya.
Kendati demikian, ia tetap mempersilahkan jika memang biaya kesehatan para pejabat akan dimasukkan dalam BPJS. Asalkan, lanjut dia, para pejabat mau mengikuti aturan yang berlaku dalam BPJS kesehatan. (owi/mia/jpnn)