JAKARTA (RP) - Badan Intelijen Strategis TNI membeli peralatan anti sadap dari Gamma Tse Ltd Inggris. Sejumlah kalangan menilai pembelian itu bisa membahayakan kebebasan masyarakat sipil.
”Siapa yang bisa menjamin alat itu tidak digunakan untuk memata-matai bangsa sendiri,” ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar di Jakarta, Jumat (27/9).
Pemerintah Inggris dengan mudah mengucurkan bantuan kepada Indonesia untuk membeli peralatan intelijen yang harganya sekitar Rp70 miliar itu.
Padahal, Inggris termasuk negara anggota dalam perjanjian internasional tentang penjualan senjata.
”Negara anggota harus menghindari penjualan senjata kepada negara-negara yang memiliki reputasi penegakan dan pemenuhan HAM yang buruk,” ujarnya.
Saat ini, kebebasan berpendapat dan berorganisasi sudah diatur dengan undang-undang.
”Sudah bukan waktunya lagi diawasi dengan alat sadap,” katanya. Staf biro monitoring dan dokumentasi Kontras, Adrian Budi Sentosa, menambahkan, pabrikan alat sadap itu, Gamma TSE Ltd, sudah tekenal di ranah internasional sebagai penyedia peralatan intelijen.
”Alat sadap itu menggunakan teknologi FinFisher sehingga dapat meretas komunikasi yang dilakukan lewat internet atau telepon genggam,” katanya.
Dari data yang dirilis lembaga penelitian Universitas Toronto, Kanada, Adrian menguraikan di Indonesia terdeteksi ada lima server yang digunakan untuk mengoperasikan alat sadap itu.
”Jadi selama orang itu menggunakan jasa provider atau ISP yang memakai server atau FinFisher maka bisa disadap,” urainya.
Peneliti Imparsial Erwin Maulana menambahkan, reputasi Gamma TSE Ltd tergolong buruk di komunitas masyarakat sipil internasional.
Seperti rezim di Pakistan, Banglades dan Mesir, menggunakan alat intelijen buatan Gamma TSE Ltd untuk mengendalikan masyarakat sipil.
Untuk itu Erwin mengaku cemas jika alat sadap yang dibeli pemerintah itu digunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik.
Apalagi, Erwin melihat alat sadap itu nantinya berada di bawah Badan Intelijen Strategis (BaIS) yang dikomandoi TNI.
”Sampai saat ini, tidak ada mekanisme yang dipayungi undang-undang untuk mengawasi,” katanya.(rdl/jpnn)