BOGOR (RP) - Para ulama Bogor mendesak pemerintah segera memberikan penjelasan soal layak tidaknya daging sapi impor di pasaran. Jika memang daging 'sapi bule' itu mengandung hormon penggemuk yang membahayakan kesehatan, maka daging tersebut haram untuk dikonsumsi.
“Kalau sudah ditetapkan berbahaya, jelas masuk kategori haram. Atau istilah Islamnya, Halal tapi tidak toyib,” ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Ahmad Mukri Adji, kemarin.
Mukri menjelaskan, status halal tapi tidak toyib artinya halal tapi dilarang untuk dikonsumsi. Menurut Islam, sapi tetap menjadi barang yang halal. Status haram bisa divoniskan, jika daging tercampur zat-zat asing yang membahayakan tubuh manusia.
“Kami belum menerima edaran dari MUI Pusat. Yang jelas, jika memang berbahaya, harus ditarik dari peredaran,” kata dia.
Penetapan haram daging impor ini, kata Mukri, harus berdasarkan hasil penelitian yang valid. “Fatwa haram halal itu nanti setelah MUI Pusat menerima hasil penelitian dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” tekannya.
Seperti banyak dikabarkan, daging sapi impor yang didrop dari Australia baru-baru ini ternyata belum sepenuhnya aman untuk dikonsumsi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengabarkan, dari sisi kesehatan, daging yang mengandung hormon penggemuk memiliki sifat karsinogenik yang bisa memicu kanker. Padahal, Indonesia sudah melarang penggunaan hormon ini.
Dari data yang dilansir, Amerika Serikat (AS) dan Australia hingga kini masih melakukan praktik pemberian hormon pada sapi. Hormon ini diberikan untuk memacu pertumbuhan sapi sehingga sapi akan mencapai bobot badan maksimal dalam waktu singkat. Menurut YLKI, sudah banyak warga AS yang terkena kanker akibat hormon ini dan kini sapi impor itu sudah beredar di Indonesia.
Wakil Sekjend MUI Pusat, Welia Safitri menambahkan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu penetapan status daging impor sapi dari BPOM. Jika memang BPOM menetapkan daging tersebut tidak layak konsumsi, lanjut Melia, MUI akan menggelar sidang Komisi Fatwa.
“Sampai saat ini kami belum membahas. Tapi, kami juga menunggu hasil penelitian BPOM. Hasil penelitian inilah yang akan kami sidangkan untuk meninjau aspek halal haramnya,” kata dia.
Polemik pengadaan hormon berbahaya di dalam daging sapi impor ini juga mengundang perdebatan di sejumlah ulama. Ketua PP Muhamadiyah Kota Bogor, Didin Buchori mengatakan, BPOM harus segera memberikan kepastian status daging tersebut. “Menurut aturan Islam, sesuatu yang berstatus membahayakan, tentu dilarang atau diharamkan,” kata dia.
Terlebih, kata dia, adanya efek samping akibat penyusupan hormon penggemuk ke dalam daging tersebut menjadi pertimbangan besar bahwa Pemerintah Pusat harus segera mengambil keputusan. “Jangan sampai sudah dikonsumsi masyarakat, tetapi baru ditetapkan halal haramnya,” tandasnya.
Impor Daging Distop
Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Bogor, Mangahit Sinaga menegaskan, sistem impor daging perlu distop meskipun stok daging sapi lokal belum bisa memenuhi kuota kebutuhan daging warga Bogor. Kebutuhan daging di Kota Bogor adalah 30 ekor per hari. Jumlah ini sudah termasuk kalkulasi dari sapi kebutuhan pelaku usaha dan konsumsi rumah tangga.
“Harga daging impor berada di kisaran harga Rp70 sampai 75 ribu dan daging lokal kisaran Rp90-95 ribu,” kata Ketua BPSK Kota Bogor itu.
Persoalan daging impor juga ada pada kualitasnya. Di pasaran, tekstur daging impor mudah hancur dibanding daging lokal. “Kalau dimasak daging lokal itu empuk tapi tidak hancur, tapi kalau yang impor saat dimasak malah hancur,”ujar Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Sutrisno.(yus/ram/cr18/d)