BNN DAN BEA CUKAI GAGALKAN PENYELUNDUPAN

Pernah Tumbuh di Puncak, Inilah Daun Khat yang Termasuk Narkoba

Hukum | Senin, 28 Mei 2018 - 20:00 WIB

Pernah Tumbuh di Puncak, Inilah Daun Khat yang Termasuk Narkoba
Petugas menunjukkan daun khat, yang masuk dalam narkotika golongan 1, herbal pembuat katinon. (SABIK AJI TAUFAN/JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penyelundupan 15.000 ekstasi dan 68 kilogram daun khat mengandung katinon baru saja diungkap Bea Cukai dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Diketahui, daun khat memang masih kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi, daun khat ini merupakan golongan narkotika kelas 1.

Di tanah air, daun itu pernah tumbuh di wilayah Puncak, Bogor. Akan tetapi, sudah dimusnahkan oleh aparat kepolisian. Karena itu pula katinon banyak diimpor dari negara-negara di benua Afrika, seperti yang terbaru berasal dari Nigeria. Petugas sendiri bukan kali ini saja menggagalkan penyelundupan katinon.
Baca Juga :200 Tersangka, 1 Kg Lebih Sabu Berhasil Diamankan

"Kami udah beberapa kali (ungkap kasus katinon). Terutama karena yang di Cisarua sudah Polri berantas," katanya di Kantor Pusat Bea Cukai Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (28/5/2018).

Adapun narkoba jenis itu merupakan herbal tanpa campuran bahan kimia. Karakteristik daunnya berwarna hijau atau kemerahan. Jika telah dikeringkan daun ini sulit dibedakan dengan daun kering pada umumnya. Dari baunya juga tidak ada yang khas.

Kepala Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari juga mengungkapkan hal serupa. Pohon khat itu, kata dia, bisa tumbuh di Indonesia, tetapi tidak bisa tumbuh liar atau harus ditanam.

Di Indonesia, pohon khat itu biasa digunakan sebagai tanaman hias. Namun, seiring waktu berjalan daun ini disalahgunakan menjadi psikotropika.

"Bisa tumbuh di Indonesia. Itu bukan endemik Indonesia dan bukan budidaya. Artinya secara sengaja dibuat, kalau untuk Indonesia bukan untuk tujuan digunakan narkotika, tapi untuk tanaman hiasan dan pelindung," katanya.

Narkoba jenis itu, sambungnya, memang tidak familiar karena mayoritas penggunanya orang-orang pendatang seperti dari negara-negara Timur Tengah hingga Asia Selatan.

"Sebenernya itu (katinon) peminatnya hanya orang-orang tertentu saja, orang-orang asing. Saya kira ini peminatnya komunitas-komunitas ekspatriat dari Timur Tengah dan Asia Selatan. Saya tidak menyebut kewarganegaraannya," jelasnya.

Adapun cara mengonsumsi katinon, yakni dengan disedut seperti membuat teh atau kopi. Khat ini tidak digunakan dengan cara dibakar seperti ganja. Harganya sendiri masih di bawah ekstasi atau sabu.

Meski begitu, efek yang ditimbulkan jika mengonsumsi itu tak kalah membahayakan dari narkoba lain.

"Harganya tidak menetap. Namanya juga di pasar gelap. Kalau lagi perlu, harganya naik. Kalau nggak, turun harganya. Harganya lebih rendah (dari narkotika yang beredar di Indonesia)," sebutnya.

"Itu rekasinya halusinogen yang menimbulkan euforia, rasa gembira, segar, tentu saja adiktif menimbulkan kecanduan. Dalam dosis-dosis tertentu sekali pakai (efeknya) antara 6 jam sampai 8 jam," tuntasnya. (sat)

Sumber: JPG

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook