JAKARTA (RP) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai kasus mantan Kabareskrim Komjen Pol (purn) Susno Duadji cenderung dijadikan polemik untuk memunculkan sensasi dalam rangka menutupi kasus-kasus yang lebih besar.
Kasus yang lebih besar itu sambung Neta, adalah kasus Century dan dugaan keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas dalam kasus Hambalang, seperti yang dipaparkan Yulianis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Akibat hal ini dikhawatirkan tidak akan ada keseriusan untuk mengeksekusi Susno, selain menjadikannya sebagai bulan-bulanan polemik yang penuh sensasi," ujar Neta dalam keterangan pers, Minggu (28/4).
Menurut Neta, ada 4 sensasi yang dimunculkan untuk terus "membakar" kasus Susno. Pertama, banyaknya pejabat dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengomentari kasus Susno, termasuk Presiden SBY.
Kedua, kedatangan Jaksa Agung ke Mabes Polri. Neta menilai kedatangan itu adalah tindakan salah kaprah. "Seharusnya Jaksa Agung mendatangi Mahkamah Agung (MA) untuk meminta fatwa mengenai surat keputusan yang menimbulkan polemik dan bukan mendatangi Kapolri," ucapnya.
Ketiga, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan akan menindak tegas anggota Polri yang menghalangi eksekusi Susno, padahal tidak ada satu pun anggota Polri yang bertindak demikian.
"Seharusnya Kapolri menyarankan kepada Jaksa Agung agar berkonsultasi ke MA dan bukan berkonsultasi ke Mabes Polri," kata Neta.
Keempat, Kapolda Jawa Barat diancam akan dicopot dari jabatannya. Neta menerangkan, ancaman itu merupakan bentuk arogansi elit Polri yang menimbulkan sensasi baru di balik kasus Susno.
"Padahal, apa yang dilakukan Polda Jawa Barat adalah menjalankan fungsi mediasi agar tidak terjadi konflik ketika para jaksa berada di rumah Susno," terang dia.
Menurut Neta, jka kejaksaan memang serius mengeksekusi Susno seharusnya tidak perlu membuat polemik dan sensasi. Kejaksaan cukup mendatangi MA untuk meminta fatwa terhadap keputusannya yang multi tafsir atau kejaksaan bisa melakukan peninjauan kembali (PK).
"Artinya cara-cara elegan harus dilakukan agar tidak menimbulkan polemik dan sensasi-sensasi baru untuk menutup kasus-kasus besar yang muncul di masyarakat," pungkasnya. (gil/jpnn)