JAKARTA(RIAUPOS.CO– Mahkamah Agung (MA) resmi melarang pengambilan foto, suara, dan video selama sidang berlangsung. Aturan ini langsung mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota Komisi III DPR, Didik Mukriyanto berharap pers tidak dilarang untuk melakukan pekerjaan jurnalistiknya. Seperti merekam, mengambil foto dan yang lainnya. “Harus bisa dipastikan sejak awal tidak untuk mempersulit akses keterbukaan publik maupun pers untuk mendapatkan informasi yang utuh terkait dengan proses persidangan,” ujar Didik kepada wartawan, Jumat (28/2).
Ketua DPP Partai Demokrat ini juga meminta surat larangan pengambilan gambar dan merekam itu tidak disalahgunakan. Surat tersebut jangan dijadikan dasar bagi insan pers untuk melakukan pelarangan. “Agar surat edaran tersebut tidak disalahgunakan atau digunakan secara sewenang-wenang untuk melakukan upaya pembatasan secara subyektif atas kehadiran publik termasuk pers,” katanya.
Untuk itu pengaturan tata tertib tersebut harus bisa dipastikan tidak mematikan dan membatasi secara subyektif hak publik maupun pers.
Diketahui MA resmi melarang pengambilan foto, suara, dan video selama sidang berlangsung. Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. “Pengambilan foto, rekaman suara, rekaman televisi, harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan,” demikian bunyi dalam surat edaran tersebut.
Surat edaran itu memuat poin lainnya, yakni seluruh orang yang hadir dalam sidang dilarang mengaktifkan ponsel selama persidangan berlangsung. Selain itu, pengunjung sidang dilarang keluar-masuk ruang sidang untuk alasan yang tidak perlu.
MA pun meminta seluruh pengunjung untuk menaati tata tertib tersebut. Jika ada pengunjung sidang yang melanggar, maka akan mendapat peringatan dan berujung pada dikeluarkan dari ruang sidang. Apabila pengunjung sidang tidak mematuhi perintah hakim dan berbuat tindak pidana, akan dituntut secara hukum.
Lebih lanjut, tata tertib itu berdasarkan pada Het Herziene Indonesisch Reglement, KUHAP, UU Kekuasan Kehakiman, UU Peradilan Umum, dan Peraturan Menteri Kehakiman tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang.
Sumber: Jawapos.com
Editor : Deslina