JAKARTA (RP)- Ketua DPR, Marzuki Alie menyatakan bahwa serentetan kasus kekerasan baik di Mesuji di Lampung ataupun Sape di Bima, Nusa Tengara Barat, harus diusut tuntas.
Marzuki meminta agar kasus-kasus itu diusut oleh tim independen untuk memastikan penyebab bentrokan yang berujung adanya korban jiwa.
Menurut Marzuki, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan perintah agar kasus-kasus itu diinvestigasi.
Tujuannya, agar penyebab kasus kekerasan itu bisa benar-benar terungkap.
‘’Ini untuk membuktikan apakah terbunuhnya warga masyarakat dan mahasiswa benar-benar merupakan kesalahan polisi, atau ada hal lain yang membuat masyarakat marah sehingga menyebabkan kondisi menjadi tidak terkendali. Sesuai dengan perintah presiden maka harus dilakukan investigasi, sehingga yang keluar benar-benar kebenaran,’’ kata Marzuki melalui layanan BlackBerry Messenger (BBM), Senin (26/12).
Tim investigasi, lanjut Marzuki, bisa diisi oleh tokoh-tokoh independen. Dengan demikian tim tersebut bisa benar-benar bekerja tanpa adanya campur tangan ataupun membawa kepentingan pihak tertentu.
Meski demikian Marzuki tetap menyayangkan jatuhnya korban jiwa akibat bentrokan warga dengan kepolisian. Sebab, kata Marzuki, polisi seharusnya bisa menahan diri.
‘’Polisi kan punya ilmu untuk berkomunikasi dengan rakyat, memahami psikologis rakyat yang sedang marah, sehingga tidak terjadi tindakan yang bisa menimbulkan korban,’’ jelasnya.
Bagaimana dengan kemungkinan rentetan kekerasan itu akibat adanya friksi internal di kepolisian, Marzuki tidak langsung membantah ataupun membenarkan.
‘’Saya akan mencari informasi yang lebih konkrit, apakah benar informasi itu. Kalau itu benar terjadi maka kewajiban saya untuk menyampaikan hal ini kepada presiden,’’ tuturnya.
Sementara itu, Sekjen DPP PKB, Imam Nahrawi, menilai kekerasan sosial yang berakar dari masalah pertanahan baik di Riau, Mesuji ataupun Bima, sudah memasuki stadium paling mengkhawatirkan.
Menurut Nahrawi, tidak semestinya aparat keamanan menjadi antek pemilik modal. ‘’Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemilik modal bersembunyi di belakang aparat keamanan dalam menghadapi tuntutan warga,’’ ujar Nahrawi kepada JPNN, Senin (26/12)
Nahrowi juga mengatakan, reformasi di kepolisian seharusnya mampu mengubah tabiat aparat Polri agar paham dan menghormati HAM. Kekerasan yang berujung tewasnya warga seperti di Mesuji dan Bima, kata Nahrawi, justru menjadi bukti nyata rendahnya pemahaman anggota Polri terhadap HAM.
‘’Aparat seharusnya netral dalam mengamankan aksi-aksi rakyat menuntut penyelesaian konflik pertanahan. Polri juga harus mengedepankan pendekatan persuasif, bukannya pendekatan keamanan yang berujung pada jatuhnya korban,” kritiknya.
Yang tak luput dari kritikan Nahrawi adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang seharusnya berada di garis depan dalam reformasi agraria. Tapi menurutnya, BPN justru terkesan diam dan kurang mengambil tegas dalam mengatasi konflik pertanahan.
‘’Hal-hal yang dilakukan BPN selama ini hanyalah tindakan administratif belaka tanpa diiringi pengambilan kebijakan yang substantif menyelesaikan konflik-konflik pertanahan,’’ tudingnya. Karenanya PKB berharap Presiden SBY turun tangan langsung memimpin pengatasan konflik pertanahan.(ara/jpnn)