BOGOR (RIAUPOS.CO) -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeber alasannya memberikan grasi berupa pemotongan masa hukuman kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang berstatus terpidana korupsi. Presiden Ketujuh RI itu menegaskan bahwa dirinya tak mengobral grasi untuk koruptor.
Menurut Jokowi, UUD 1945 menyatakan bahwa presiden memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Namun, Jokowi mengaku tak sembarangan memberikan grasi.
"Tidak semua yang diajukan pada saya kami kabulkan. Coba dicek berapa yang mengajukan, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun. Yang dikabulkan berapa dicek betul," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (27/11).
Lebih lanjut Jokowi menjelaskan alasannya memberikan grasi untuk Annas Maamun. Menurutnya, MA maupun Menko Polhukam sudah memberikan pertimbangan soal grasi tersebut.
"Kenapa itu (grasi untuk Annas Maamun, red) diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu," ucap Jokowi.
Pertimbangan lain yang mendasari grasi itu adalah alasan kemanusiaan. “Umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus, sehingga dari kacamata kemanusiaan itu (grasi) diberikan," tutur Jokowi.
Apakah Jokowi tidak khawatir komitmen pemerintahannya terhadap pemberantasan korupsi bakal diragukan gara-gara grasi untuk Annas Maamun? Jokowi menjawab diplomatis.
"Nah, kalau setiap hari saya keluarkan grasi untuk koruptor setiap hari atau setiap bulan itu baru. Itu baru silakan dikomentari," tandasnya.
PPP Minta Tidak Usah Diributkan
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani meminta pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang menjadi terpidana korupsi tidak usah dibesar-besarkan.
Wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menambahkan tidak masalah kalau pemberian grasi itu karena alasan kemanusiaan. "Kalau itu adalah alasan kemanusiaan ya tidak usah diributkan. Kecuali tidak ada alasan kemanusiaan (boleh diributkan)," kata Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11).
Dia mengaku belum membaca alasan pemerintah memberikan grasi. Hanya saja, kata dia, yang sempat terdengar pemberian grasi itu karena alasan usia dan kesehatan. "Nah, kalau alasan seperti itu kan kemanusiaan," ujarnya.
Sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) itu mengatakan bahwa pemberian grasi itu memang merupakan hak konstitusional yang dimiliki presiden. "Sepanjang prosedurnya dipenuhi ya tidak masalah," katanya.
Arsul mengingatkan jangan sampai pula pemberian grasi itu dianggap sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi. Dia menegaskan sepanjang hal-hal lain yang sudah dipenuhi dalam vonis, seperti uang pengganti dan lainnya, tidak masalah kalau diberikan grasi.
Seperti diketahui, kasus yang menjerat Annas berawal saat KPK menangkapnya dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) 25 September 2014 lalu di Cibubur, Jakarta Timur. KPK menetapkan Annas sebagai tersangka penerima suap Rp 2 miliar. Suap terkait proses alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.(fat/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal