JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap wajar mundurnya pegawai lembaga antirasuah. Terlebih, sejak 2016 atau pada era Agus Rahardjo sudah terdapat pegawai yang mundur dari KPK.
“Sebagai sebuah organisasi, pegawai yang mengundurkan diri adalah hal yang wajar terjadi di banyak organisasi/lembaga, termasuk tentu juga di KPK,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Ahad (27/9).
Ali menyampaikan, dalam lima tahun terakhir terdapat 157 pegawai lembaga antirasuah yang memilih angkat kaki dari KPK. Data ini tercatat sejak 2016 sampai dengan 2020.
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyebut, pada 2016 sebanyak 46 pegawai mengundurkan diri. Terdiri dari pegawai tetap 16 dan pegawai tidak tetap 30. Kemudian pada 2017, sebanyak 26 pegawai memilih hengkang dari KPK. Terdiri dari pegawai tetap 13 dan pegawai tidak tetap 13.
Sementara itu, pada 2018 sebanyak 31 pegawai juga memilih mundur. Yakni 22 pegawai tetap dan 9 pegawai tidak tetap. Lantas pada 2019 sebanyak 23 pegawai juga memilih mundur, terdiri dari 14 orang pegawai tetap dan 9 orang pegawai tidak tetap.
“Pasca UU KPK direvisi pada 2020 tercatat sejak Januari sampai dengan September ada 31 pegawai mengundurkan diri, terdiri dari 24 pegawai tetap dan 7 pegawai tidak tetap,” cetus Ali.
Menurut Ali, alasan mereka yang mengundurkan diri beragam. Namun, lebih banyak karena ingin mengembangkan karir di luar instansi KPK.
“KPK mendukung pegawai yang ingin mengembangkan diri di luar organisasi dan bahkan mendorong para alumni KPK menjadi agen antikorupsi berbekal pengalaman di KPK,” ucap Ali.
Keputusan untuk keluar dari lembaga atau bertahan di lembaga, lanjut Ali, untuk tetap berjuang dari dalam menjaga KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di tengah kondisi yang tidak lagi sama, adalah pilihan yang kami semua pahami sama-sama tidak mudah.
“Karenanya kedua pilihan tersebut harus kita hormati,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman