Laporan JPNN, Jakarta
PROGRAM pembatasan BBM subsidi akan terus diperluas. Setelah 1 Agustus nanti menyasar kendaraan dinas di seluruh Jawa-Bali, maka mulai 1 September akan dimulai menyasar kendaraan industri, terutama di Kalimantan dan Sumatera seperti Provinsi Riau dan Sumatera Utara.
Ketua Tim Nasional Pengendalian Penggunaan BBM Subsidi Hadi Poernomo mengatakan, selain BBM subsidi jenis Premium, solar juga banyak menyedot subsidi. ‘’Karena itu, 1 September akan dibatasi,’’ ujarnya kepada JPNN, Kamis (26/7).
Sebagaimana diketahui, selama ini solar banyak dikonsumsi oleh kendaraan angkutan, baik angkutan penumpang umum maupun angkutan barang. ‘’Untuk angkutan umum tetap boleh mengonsumsi solar subsidi, yang nanti dibatasi adalah untuk kendaraan barang,’’ katanya. Menurut Hadi, pembatasan konsumsi solar juga harus dilakukan karena konsumsinya terus mengalami lonjakan. Data Pertamina menunjukkan, sepanjang Januari-Juni 2012, penyaluran solar sudah mencapai 7,5 juta kiloliter atau 110 persen dari kuota yang ditetapkan.
Tanpa pengendalian, kuota solar bersubsidi yang tahun ini sebesar 13,89 juta kiloliter dipastikan akan jebol. Pertamina memprediksi, konsumsi solar tahun ini bakal menembus 15,27 juta kiloliter. ‘’Sayangnya, sebagian solar subsidi ini dikonsumsi oleh kendaraan industri, jadi tidak tepat sasaran,’’ ucapnya.
Hadi menyebut, konsumsi solar yang tinggi terjadi di wilayah-wilayah yang merupakan sentra industri pertambangan dan perkebunan. Rupanya, truk-truk pengangkut hasil tambang dan hasil kebun banyak yang mengonsumsi solar bersubsidi.
‘’Itu banyak terjadi di Kalimantan dan Sumatera, kan di situ banyak tambang batubara dan perkebunan sawit,’’ ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Hadi, Pertamina sudah mengarahkan agar truk-truk tersebut membeli solar non-subsidi. Namun, karena belum ada aturan yang tegas, masih banyak truk yang tetap membeli solar bersubsidi.
‘’Karena itu, pemerintah akan menerbitkan aturan, mulai 1 September 2012, truk-truk pertambangan dan perkebunan tidak boleh lagi membeli solar bersubsidi,’’ tegasnya. Bagaimana mekanisme pembatasannya? Hadi menyebut, sistemnya sama dengan pembatasan untuk kendaraan dinas. Jadi, kendaraan-kendaraan industri tersebut akan dipasangi stiker yang sama dengan kendaraan dinas. ‘’Kalau ada yang menolak dipasangi stiker, tentu akan ada sanksinya,’’ ucapnya.
Nah, Kementerian ESDM bersama BPH Migas bekerjasama dengan pihak kepolisian dan Kementerian Perhubungan, sudah mulai mendata kendaraan pengangkut barang di tiap-tiap perusahaan di seluruh Indonesia. ‘’Jumlahnya sekitar 100 ribu kendaraan, itu yang nanti akan dipasangi stiker dan tidak boleh lagi membeli solar bersubsidi,’’ ujarnya. Sebagai langkah persiapan, saat ini Pertamina mulai menyediakan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang khusus menjual solar non-subsidi di wilayah-wilayah pertambangan dan perkebunan. SPBU tersebut menggunakan sistem mobile, yakni berupa truk tanki yang dilengkapi dispenser dan nozzle seperti yang biasa terpasang di SPBU biasa. Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina akan menyediakan 200 SPBU mobile yang akan disebar di berbagai wilayah, mulai dari Kalimantan, Sumatera, termasuk Jawa. ‘’Yang paling banyak Kalimantan, di sana kami sediakan 70 SPBU mobile untuk industri pertambangan dan perkebunan,’’ ujarnya.
Adapun di Jawa, kata Hanung, SPBU mobile yang mengangkut solar non-subsidi tersebut akan diarahkan untuk melayani kebutuhan kendaraan (truk atau mobil boks) industri, mesin-mesin industri, maupun genset untuk perhotelan dan bangunan komersial lainnya. ‘’Untuk Jawa Timur kami sediakan tujuh SPBU mobile, Jawa Tengah enam. Di wilayah lain juga ada,’’ katanya.(owi/ila)