JAKARTA (RP)- Pemerintah mulai mendapatkan angin dari parlemen untuk merealisasikan rencana menaikkan harga BBM. Setelah melewati pembahasan alot, Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (26/3) kemarin mengesahkan postur rancangan APBN Perubahan 2012.
DPR memang belum mengambil kebijakan terkait kenaikan harga BBM. Namun, postur anggaran yang disetujui Banggar adalah opsi versi pemerintah yang memperhitungkan rencana menaikkan harga BBM. Dalam postur tersebut, subsidi BBM disetujui Rp137,4 triliun, subsidi listrik Rp65,0 triliun, dan cadangan risiko energi Rp23 triliun.
Begitupun, Ketua Banggar, Melchias Mekeng menyebutkan, DPR belum memutuskan apapun terkait kenaikan harga BBM. Semua masih menunggu voting.
Dalam pertemuan kemarin, Banggar meloloskan anggaran kompensasi perubahan subsidi BBM senilai Rp30,6 triliun. Itu adalah mata anggaran yang disiapkan pemerintah untuk menanggulangi dampak kenaikan harga BBM seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), atau yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan BLT. Banggar juga menyetujui asumsi-asumsi makro ekonomi. Salah satunya adalah inflasi diproyeksikan 6,8 persen. Asumsi inflasi itu juga dihitung dengan pertimbangan kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp1.500 per liter mulai 1 April mendatang.
Ketua Badan Anggaran Melchias Markus Mekeng Melchias mengatakan Banggar tidak mengambil sikap tentang kenaikan harga BBM. Kebijakan kenaikan harga BBM baru akan di-voting dalam Rapat Paripurna Kamis (29/3) mendatang. Dalam pemungutan suara nanti, nasib pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM, akan ditentukan tetap dipertahankan atau diubah.
‘’Kita semua akan tetap melanjutkan pembahasan. Nanti pasal 7 kita rekomendasikan di-voting di Paripurna,’’ katanya dalam rapat kerja Banggar dengan Menkeu Agus Martowardojo dan Menteri ESDM Jero Wacik di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Keberhasilan Banggar mengambil keputusan tentang postur APBNP 2012, tidak terlepas dari sikap fraksi PDI Perjuangan yang agak melunak. Semula, fraksi oposisi terbesar di parlemen itu menginginkan agar opsi kedua, yakni alternatif yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM, disandingkan dengan opsi pertama untuk di-voting dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (27/3) ini.
Namun, arus besar di parlemen yang dimotori partai-partai pendukung pemerintah, menginginkan agar postur anggaran dibahas terlebih dahulu. Setelah postur anggaran diputus, Rapat Paripurna DPR baru akan memutuskan apakah pemerintah diberi kewenangan menaikkan harga BBM.
FPDIP akhirnya bersedia turut membahas postur RAPBNP 2012, dengan menyampaikan catatan keberatan yang meminta opsi kedua tetap dipertimbangkan. ‘’Kami tetap ikut pembahasan. Karena kami ingin tetap menjalankan tugas konstitusi. Kami tidak ingin mencederai forum ini,’’ kata Dolfi OFP, legislator dari FPDIP.
Dolfi mengatakan, seharusnya opsi kedua masih tetap bisa dibahas. Ia membantah argumen pemerintah yang menyebutkan jika opsi kedua dipilih, defisit anggaran akan menjebol batas defisit nasional 3 persen dari Produk Domestik Bruto. Menurut Dolfi, jika cadangan risiko energi yang bermula dari perhitungan lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dihapus, defisit anggaran masih bisa ditahan di posisi 2,2 persen PDB.
‘’Kami tidak ingin ketidakmampuan pemerintah menjaga dan mengawasi konsumen BBM bersubsidi, dibayar oleh rakyat sebesar Rp1.500 per liter,’’ kata Dolfi. (sof/esy/jpnn/fat/ila)