JAKARTA (RP) - Perubahan kuota BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah dari 40 juta KL menjadi 47 juta KL dipertanyakan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Menurut Wakil Ketua Banggar Olly Dondokambey, pemerintah terkesan asal-asalan dalam menetapkan kuota BBM subsidi.
‘’Saat raker antara pemerintah dengan Banggar beberapa waktu lalu, kita pernah menyetujui kuota BBM subsidi 43 juta KL, tapi pemerintah malah menetapkan 40 juta. Demikian juga dengan harga ICP, Banggar tetapkan 110 dolar AS, tapi pemerintah 105 dolar AS. Jadi pemerintah jangan main-main, kami menetapkan postur APBN berdasarkan data,’’ kritik politisi PDIP ini saat raker Banggar dengan Menkeu dan Menteri ESDM, Senin (26/3).
Menanggapi itu Menteri Keuangan Agus Martowardjojo mengatakan, perubahan atas kuota (volume) BBM bersubsidi karena adanya disparitas harga. Dengan volume BBM subsidi 40 juta KL di harga Rp4.500 akan menimbulkan penyimpangan.
‘’Di India BBM-nya sudah mencapai Rp11 ribu, Malaysia Rp9.400 per liter, sementara Indonesia masih tetap Rp4.500. Kondisi ini akan memicu aksi penimbunan BBM, transaksi penjualan BBM ke luar negeri. Selain itu pengguna pertamax akan beralih ke BBM subsidi,’’ terangnya.
Ancam Kepala Daerah
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi memerintahkan semua kepala daerah untuk tidak berbeda sikap dengan pemerintah pusat soal kenaikan harga BBM, termasuk dalam pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Sebab, Mendagri mengaku menerima informasi tentang adanya beberapa kepala daerah yang enggan mengikuti kebijakan pemerintah pusat dalam pembagian BLSM.
‘’Jangan ada kepala daerah yang menyatakan tidak setuju karena ini sebuah sistem. Perlu diketahui sumpah kepala daerah patuh dan taat pada peraturan-perundangan berlaku,’’ kata Mendagri kepada wartawan di kantor Menko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (26/3).(sof/esy/jpnn/fat/ila)