JAKARTA (RP)- Kondisi ekonomi, politik, hukum, dan sosial di Indonesia saat ini makin berantakan. Ibarat kanker sudah stadium empat. Bukan hanya harus dikemoterapi, tapi harus diradiasi, bahkan diamputasi.
Parahnya, mayoritas rakyat negeri ini akan dibuat semakin menderita dengan rencana SBY menaikkan tarif BBM April mendatang. ‘’DPR dan eksekutif sudah tidak bisa diharapkan, sebab mereka bagian dari masalah. Dalam kondisi stadium empat seperti ini rakyat malah akan dicekik oleh kenaikan tarif BBM,’’ kata mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, di Jakarta.
Menurutnya, salah satu faktor mahalnya harga BBM adalah mahalnya harga impor minyak yang seharusnya bisa dikurangi jika pemerintah memiliki komitmen dan berani memberantas mafia impor minyak yang menyebabkan harga impor minyak membengkak. Kalau ini berani dilakukan, harga BBM tidak perlu dinaikkan.
‘’Harga BBM bisa tidak usah dinaikkan kalau mafia impor minyak dihapuskan. Sekarang tiap hari impor minyak ratusan ribu barel minyak mentah dan minyak jadi melalui mafia minyak. Seharusnya PT Pertamina bisa mengimpor langsung tanpa melalui mafia,’’ tegas Rizal.
Selain itu, kata dia, masalah utama minyak kita adalah produksi yang terus menurun, tapi cost recovery-nya naik terus. Ada yang tidak beres di sini. Padahal cadangan minyak kita terbukti masih besar. Dijelaskannya, dulu kita pernah mencapai produksi 1,5 juta barel per hari, sekarang tidak sampai 950 ribu barel per hari.Ditanya siapa yang dimaksud mafia minyak? Rizal Ramli mengatakan bahwa keberadaan mafia minyak sudah bukan rahasia lagi. ‘’Mereka juga setor uang ke istana hitam,’’ katanya sambil mengatakan aparat hukum harus menelusuri keberadaan mafia minyak tersebut.
Subsidi Tak Dicabut
Alibi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan merangkak naiknya harga minyak mentah dunia pada harga 120 dolar AS per barel sedang dalam APBN asumsi harga minyak mentah hanya 90 dolar AS per barel dimaklumi banyak kalangan. Karena bila harga BBM tak dinaikkan, APBN bisa collaps dan program pembangunan akan terhambat. Demikian disampaikan ekonom muda Dahnil Anzar Simanjuntak kepada JPNN.Com, Ahad (26/2).
Namun, dia mengingatkan, alibi bahwa pembangunan akan terhambat gara-gara subsidi BBM yang terlalu memberatkan APBN harus diluruskan. Menurutnya, subsidi tetap penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia, yaitu mengendalikan inflasi yang didorong oleh administered price.
‘’Di sisi lain yang perlu diperhatikan ketika BBM dinaikkan dan beban APBN karena subsidi telah berkurang adalah permasalahan di tingkat penyerapan dan efisiensi serta efektivitas APBN yang selama ini menjadi masalah bagi percepatan pembangunan Indonesia,’’ imbuhnya. ‘’Tingkat penyerapan APBN yang rendah serta efisiensi dan efektivitas yang buruk menyebabkan kontribusi APBN terhadap pembangunan ekonomi indonesia kecil,’’ kata pengajar ekonomi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten ini.
‘’Belum lagi ditambah dengan praktek koruptif dan manipulatif, semakin memperkecil peran APBN bagi pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat,’’ tegas pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia ini.(zul/jpnn)