JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Yudisial (KY) menjatuhkan sanksi kepada 130 hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sanksi ini dijatuhkan pada para hakim yang melanggar aturan pada periode 2 Januari hingga 23 Desember 2019.
Adapun pelanggaran paling banyak adalah pelanggaran hukum acara yang dilakukan oleh 79 hakim, perilaku murni 33 hakim, dan pelanggaran administrasi 18 hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Sukma Violetta mengatakan bahwa pihaknya menjatuhan sanksi ini berdasarkan hasil pemeriksaan dan Sidang Pleno oleh anggota KY. Selama periode tersebut, KY telah melaksanakan penanganan lanjutan terhadap 478 register terdiri atas 98 register tahun 2019 dan di bawah 2019 ada 380 register. Khusus register di tahun 2019, ada sebanyak 71 register selesai di bawah waktu 60 hari.
Dalam Sidang Pleno, diputuskan bahwa ada 83 laporan pelanggaran yang terbukti dan 395 laporan tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk implementasi pelaksanaan sanksinya,” kata Sukma Violetta dalam konfrensi pers di Kantor KY, Jakarta, Kamis (26/12).
Proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak (pelapor dan saksi) yang dilengkapi dengan pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan. “Hal ini untuk menjamin bahwa pengawasan yang dilakukan KY tetap menjunjung kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” ujarnya.
Dari 130 hakim yang terbukti bersalah, 91 hakim dijatuhi sanksi ringan, 31 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 8 hakim dijatuhi sanksi berat. Sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 38 hakim, teguran lisan untuk 18 hakim, dan teguran tertulis untuk 35 hakim.
Untuk sanksi sedang, dua hakim diberikan sanksi non-palu selama dua bulan, satu bulan sanksi non-palu selama tiga bulan untuk 1 hakim, sanksi non-palu selama enam bulan untuk 6 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 14 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terhadap 4 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama enam bulan untuk 1 hakim, dan penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim.
Untuk sanksi berat, KY memutuskan melakukan pemberhentian dengan hak pensiun untuk 2 hakim, pemberhentian tidak dengan hormat untuk 4 hakim, dan sanksi non-palu selama dua tahun untuk 2 hakim.
Namun, pelaksanaan pengenaan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti putusan sanksi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas. Dari 130 putusan, MA hanya menindaklanjuti 10 usulan sanksi hakim. Sementara terhadap 62 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial.
“Adapun 6 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 52 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan,” ungkapnya.
Adapun pelanggaran hukum acara adalah jenis pelanggaran kode etik terbanyak yang dilakukan. Bentuk kesalahannya adalah tidak cermat dalam membuat putusan, mengabaikan bukti, melanggar azas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan lainnya. Pelanggaran kode etik lainnya adalah perilaku murni seperti berpihak, berkomunikasi dengan pihak berperkara, suap atau gratifikasi, selingkuh, dan berkata tidak pantas.
“Pelanggaran administrasi juga banyak dilakukan oleh hakim terlapor seperti salah memasukkan saksi, tidak cermat dalam membuat putusan, dan lainnya,” kata Sukma.
Hakim yang paling banyak dijatuhi sanksi berasal DKI Jakarta (30 hakim). Kemudian lima provinsi di bawahnya yaitu Sumatera Utara (18 hakim), Riau (16 hakim), Sulawesi Selatan (11 Hakim), Bali (9 hakim), dan Jawa Timur (8 hakim).
“Sanksi ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran oleh hakim terlapor agar dapat menjaga kemuliaan profesinya. KY berkomitmen untuk selalu menegakkan pelaksanaan KEPPH demi terwujudnya peradilan bersih dan agung,” pungkasnya.
Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com