Pembaca Muda Tentukan Nasib Koran

Hukum | Sabtu, 26 Oktober 2013 - 07:51 WIB

JAKARTA (RP) - Kekhawatiran ambruknya media cetak seperti koran atau majalah karena ekspansi media online seharusnya tidak terdengar lagi.

Apalagi kalau media cetak mau bersemangat dalam memupuk anak muda agar terus mau membaca. Termasuk, berani mengubah pola jalur distribusi koran ke pembaca.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Optimisme itu disampaikan Direktur Utama Jawa Pos Koran Azrul Ananda saat menjadi pembicara dalam acara Media Marketing Trend Forum 2013 kemarin.

Dalam acara yang bertema ‘’Audience Engagement: Challenge and Opportunity for Media Publisher’’ itu, Azrul menyampaikan cara mengikat pembaca muda yang efektif. Yakni, membangun kegiatan yang melibatkan anak muda dan apa yang mereka sukai.

Yang disampaikan Azrul itu jelas bukan pepesan kosong. Terbukti, sirkulasi dan omzet Jawa Pos terus tumbuh. Selain itu, kesuksesan Jawa Pos diakui dunia melalui penghargaan World Young Reader Newspaper of The Year 2011 oleh WAN-IFRA. ‘’Kalau semua koran bersemangat, kegalauan tentang koran yang akan mati sudah tidak relevan,’’ tegas Azrul.

Dalam acara yang diselenggarakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) itu, Azrul mengakui banyak riset dan fakta yang menunjukkan bahwa pemuda saat ini sudah jauh dari kertas jika dibanding generasi sebelumnya.

Padahal, tidak adanya regenerasi pembaca mengakibatkan koran kehilangan pembaca dan mati.

Di hadapan para peserta yang juga dari perusahaan pers, Azrul menceritakan jatuh bangun dirinya membangun DetEksi, halaman khusus di Jawa Pos untuk para pembaca muda. Semua berawal saat dirinya baru lulus kuliah dan merasa Jawa Pos membosankan.

Akhirnya, dia ditantang Dahlan Iskan untuk menciptakan koran khusus anak muda. Azrul sepakat, namun meminta halaman khusus itu terbit tiap hari dan perlu lebih dari satu halaman. ‘’Kalau terbitnya tiap Minggu, berarti mengajari anak muda hanya baca koran seminggu sekali,’’ ucapnya.

Ketekunan dalam mengurus halaman khusus itu berbuah sukses. Kini deteksi diisi anak-anak muda usia 21 tahun. Mereka diberi kepercayaan mengelola uang sendiri dan rutin membuat iven yang 100 persen dilakukan sendiri. ‘’Kesimpulannya, kerja, kerja, kerja. Hasilnya akan datang sendiri,’’ tuturnya.

Memupuk pembaca muda itu lantas memberikan keuntungan. Sebab, menurut survei, pembaca muda Jawa Pos terbesar berada di segmen usia 40 tahun ke bawah. Jika ditarik ke belakang, bisa disimpulkan Azrul, mereka saat muda adalah para pembaca DetEksi juga.

Pada bagian lain, Director of Publications and Events at WAN-IFRA Gilles Demptos menyatakan bahwa media harus menggandeng pembacanya.

Artinya, tahu apa yang diperlukan pembaca dan tidak boleh merasa paling tahu. ‘’Keinginan pembaca harus dipenuhi redaksi,’’ katanya.

Nah, untuk mengetahui keperluan pelanggan tersebut, media harus berinteraksi dengan pasar. Lantas, mendengarkan keinginan mereka.

Jika semua itu dilakukan dengan baik, meraup pendapatan dari para pembaca tidaklah sulit. Demptos yakin industri media cetak di Indonesia masih bisa tumbuh dengan baik.(dim/c5/kim/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook