Diana Tabrani-Neno Warisman Mengadu ke Komnas HAM

Hukum | Rabu, 26 September 2018 - 13:10 WIB

Diana Tabrani-Neno Warisman Mengadu ke Komnas HAM
MENGADU: Dr Diana Tabrani dan Ustazah Neno Warisman didampingi sejumlah aktivis di Riau dan Tim Advokasi Korban Persekusi Tagar Ganti Presiden 2019 mengadu ke Komnas HAM RI di Jakarta, Selasa (25/9/2018). Ini terkait persekusi yang dialaminya di Pekanbaru sebulan yang lalu. (TIM ADVOKASI KORBAN PERSEKUSI FOR RIAU POS)

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Keinginan dr Diana Tabrani Rab menuntut keadilan hukum belum berhenti. Setelah mengadu ke DPR RI pada Senin (24/9) lalu, giliran Komnas HAM RI yang didatangi korban kasus persekusi bersama Ustazah Neno Warisman pada 25 Agustus lalu di Pekanbaru. Dia didampingi Hj Azlaini Agus dan sejumlah aktivis dari Riau.

Di waktu bersamaan Ustazah Neno juga hadir bersama Tim Advokasi Korban Persekusi Tagar Ganti Presiden (GP) 2019. Antaranya Divisi Hukum Tagar GP2019 Juju Purwantoro, Jubir Tagar GP2019 Mustafa Nahrawardaya, Presidium Tagar GP2019 Abdullah Alkatiri, Ketua Pantia Deklarasi GP2019 Tangerang Selatan, Suparman. Terlihat juga Ustaz Abu Jibril dan beberapa lainnya.

Rombongan diterima Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik beserta stafnya. Putra Sumut ini menyambut dengan hangat. Dia malah mengaku keluarganya cukup dekat dengan sesepuh keluarga Ustaz Abdul Somad yang berasal dari Asahan, yang berdekatan dengan muara Rokan itu.

“Saya juga kenal baik dengan Pak Tab (Tabrani Rab, red). Tokoh perjuangan dari daerah yang menuntut hak pada pusat semasa Orde Baru. Saya dan teman-teman pernah mengundangnya ke Medan. Kami respek dan merasa nasib yang sama,” ujar Damanik setelah Diana dan Ustazah Neno menguraikan pengalamannya diblokir aparat di  mobil selama 6,5 jam di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru sebulan lalu.

Selain Diana dan Neno, kemarin hampir semua anggota advokasi Tagar GP2019 diberi kesempatan mengemukakan kesaksian mereka. Termasuk Azlaini Agus dan Suparman, ketua panitia pelaksana sekaligus korban persekusi terakhir tagar GP2019. Mustafa Nahrawardaya malah memaparkan kasus per kasus persekusi menggunakan audio dan video. Ketika ini dipaparkan Ketua Komnas HAM  menyimak penuh perhatian. Begitu pula yang lainnya.

Menurut Mustafa, model persekusi yang dilakukan terhadap deklarasi nyaris sama di banyak tempat. Sekitar belasan sampai puluhan orang melakukan aksi penolakan, berteriak-teriak, membakar ban. Itu seperti  dibiarkan aparat keamanan yang berjaga-jaga di lokasi. Namun apabila dilakukan pihak yang proaksi Tagar GP2019 aparat keamanan langsung reaktif, dan selalu pula melakukan tindakan kasar, ancaman, bahkan kekerasan.

“Tindakan hampir serupa nyaris terjadi di setiap tempat kami ingin melakukan deklarasi. Seperti di Batam, Pekanbaru dan daerah-daerah lain-lain. Termasuk terakhir di Tangerang Selatan Ahad lalu,” katanya.

Dari berbagai kasus persekusi yang terjadi ini, menurut Mustafa, oknum-oknum yang semula diduga sipil murni ternyata kemudian hari diketahui mereka adalah orang-orang elite di beberapa Polsek, seperti di Surabaya dan daerah Jawa lainnya. Suparman menceritakan pula bagaimana dia diperlakukan dengan kasar di Tangerang Selatan. Dia sempat ditangkap, tangan kanan kirinya dicengkram dan diapit dua petugas. Lalu lehernya cekik dari belakang oleh aparat lainnya.

Ustazah Neno mengemukakan, para korban persekusi dan Tim Advokasi Tagar HP2019 sebetulnya sudah lama merencanakan beraudiensi dan mengadukan kasus-kasus persekusi ini ke Komnas HAM.

“Kami menyiapkan diri dulu. Kami perhitungkan masak-masak. Selagi kami bisa tahan kami bertahan dulu. Saya tidak mau mengulang menceritakan lagi karena sudah tahu semua secara gamblang,” ujar Neno.

“Untuk itu kami ingin bertanya kepada Bapak,” lanjut Neno pada Damanik. “Apakah permohonan kami  dalam peristiwa persekusi ini dapat Bapak lanjutkan ke tahap berikutnya? Ke DPR, atau dewan HAM PBB?”

Namun begitu, tambah Neno, dia dan kawan-kawan masih berkeyakinan Komnas HAM cinta pada negeri ini. Sayang pada NKRI. Oleh karena itu punya keinginan untuk memperbaiki kerusakan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat atau elite pejabat atau orang-orang yang sejatinya memberikan keamanan dan kenyamanan hidup warga negara. Menanggapi hal itu,  Ketua Komnas HAM mengungkapkan dirinya ingin agar tidak ada lagi persekusi.

“Kami tidak mencampuri urusan pilihan politik. Alangkah baiknya kalau aksi dukung-mendukung calon presiden dilakukan secara damai, meskipun yang menggelar acara berbeda pilihan. Kedua pihak yang berbeda pilihan semestinya bisa melakukan aksi dukungan tanpa harus ada kekerasan,” ungkap Ketua Komnas HAM.(*/rio)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook