ENDE (RP) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, berharap pemerintah Malaysia melakukan intervensi kepada pengadilan di negara tersebut, terkait penanganan kasus ancaman hukuman mati yang dihadapi TKI asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Walfrida Soik.
“Kita berharap intervensi itu bisa dilakukan pemerintah Malaysia, agar yudikatifnya berlaku adil dan membebaskan Wilfrida dari hukuman mati,” ujar Jumhur saat memberikan kuliah umum di depan 1.500 mahasiswa Universitas Flores, di Kabupaten Ende, NTT, Kamis (26/9).
Walfrida, kata Jumhur, dalam surat elektronik yang diterima, merupakan korban perdagangan manusia (human trafficking). Ia diberangkatkan bekerja ke Malaysia pada masa penundaan penempatan (moratorium) TKI sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) ke Malaysia.
Walfrida diberangkatkan ke Malaysia pada 28 Oktober 2010 lalu. Sementara pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan moratorium TKI PLRT ke Malaysia pada Juli 2009. Selain itu, Walfrida pada saat diberangkatkan juga masih di bawah umur, karena masih berusia 17 tahun. Sementara persyaratan menjadi TKI usia minimal 21 tahun bagi TKI sektor PLRT.
Namun anehnya kejadian yang dialami Walfrida, seolah dilegalkan pemerintah Malaysia dengan diberikannya Journey Performance (JP) Visa. Sehingga tidak heran kasus TKI non-prosedural yang masuk ke Malaysia kemudian bekerja dan dilegalkan dengan pemberian JP Visa oleh pemerintah Malaysia, dialami ribuan TKI dari NTT.
“Jika sekiranya majelis hakim di Pengadilan Malaysia nantinya tetap menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Walfrida Soik, saya atas nama pribadi siap menggalang seluruh elemen masyarakat Indonesia melaporkan tindakan Pemerintah Malaysia ke mahkamah hukum Internasional," katanya.
Menurut Jumhur, pemberangkatan TKI non-prosedural masuk kategori tindakan perdagangan orang (human trafficking) dan pelakunya harus dikenakan sanksi hukuman yang seberat-beratnya. Karena tindakan trafficking setara dengan tindak kejahatan interanasional di bawah terorisme dan sindikat narkoba.
Jumhur mengatakan, terkait kasus Walfrida Soik, oknum pelakunya di Indonesia bisa dikenakan sanksi hukum berlapis.
Langkah lain, pemerintah Malaysia menurutnya, juga dinilai harus menindak tegas agency TKI di negaranya. Sebab Walfrida Soik ternyata ditampung agency TKI terlebih dahulu, sebelum kemudian disalurkan kepada pengguna di Malaysia. Walfrida Soik diterbangkan dari Kupang, NTT, menuju Jakarta kemudian diteruskan ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Setibanya di Malaysia, dia ditampung oleh agency AP Master Sdn Bhd Kelantan, Malaysia, dan kemudian disalurkan ke pengguna.
"Ini artinya, pemerintah Malaysia turut serta melindungi para agency TKI non-prosedural yang datang bekerja di negaranya. Dan patut diingat, kejadian itu pada saat masih moratorium TKI PLRT. Tindakan Pemerintah Malaysia yang memberikan JP Visa berikut melindungi agency TKI itu tidak ubahnya tukang tadah dengan melegalkan perdagangan manusia berkedok penempatan TKI," ungkap Jumhur.(gir/jpnn)