Walhi: 117 Perusahaan Terlibat Pembakaran Lahan

Hukum | Rabu, 26 Juni 2013 - 20:58 WIB

JAKARTA (RP) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat setidaknya ada 117 perusahaan harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan di Riau. Perusahaan-perusahaan dimaksud juga dinilai bertanggung jawab atas pencemaran dan kerusakaan lingkungan udara akibat asap yang melebihi ambang batas kesehatan.

“Kebakaran yang terjadi pada tahun ini setidaknya melibatkan banyak perusahaan. Pelibatan perusahaan-perusahaan besar baik perkebunan maupun hutan tanaman industri adalah fakta bahwa korporasi juga wajib diproses secara hukum untuk pertanggungjawaban atas wilayah izinnya,” ujar Manager Advokasi Hukum dan Kebijakan Walhi, Muhnur Stayahaprabu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Atas temuan ini, Walhi bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS), secara resmi melaporkan nama-nama ke-117 perusahaan dimaksud ke Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), di Jakarta, Rabu (26/6).

“Kita melaporkannya karena diduga perusahaan-perusahaan tersebut telah melanggar ketentuan pidana lingkungan hidup. Ke-117 perusahaan tersebut masing-masing terdiri dari 33 perusahaan perkebunan dan 84 perusahaan hutan tanaman industri. Lokasi perusahaan 99 persen berada di Provinsi Riau,” ujarnya.

KMS meminta KLH segera memproses secara hukum perusahaan-perusahaan dimaksud, dengan dasar tindak pidana lingkungan. Kemudian juga meminta agar KLH melakukan audit lingkungan sebagai bentuk pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga telah melanggar Undang-undang (UU) No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

KMS juga meminta KLH segera mencabut perijinan lingkungan dari setiap perusahaan yang jelas melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

“Kita menduga kebakaran bukan semata terjadi begitu saja, melainkan ada kepentingan korporasi yang jelas mendapatkan keuntungan di balik terjadinya kebakaran lahan dan hutan tersebut. Kebakaran hutan adalah satu modus kejahatan lama yang terus akan terulang, jika aparat penegak hukum gagal menangkap pelaku sebenarnya dan melakukan proses hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang memperoleh benefit (keuntungan) atas kejahatan tersebut,” ujarnya.(gir/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook