MANADO (RIAUPOS.CO) - Warganet jangan sembarangan berkomentar soal fisik seseorang di media sosial agar tidak terjerat perkara body shaming. Perkataan seperti “kamu gendutan” bisa menjerat anda dalam kasus body shaming.
Seringkali body shaming tidak hanya dilakukan oleh teman-teman atau lingkungan sekitar yang menganggapnya sebagai candaan. Sanak keluarga, bahkan orangtua sendiri, tanpa disadari dapat melakukan body shaming.
“Ancaman hukuman penghinaan ada di KUHP pasal 310, dengan pidana 9 bulan,” ungkap Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Ibrahim Tompo.
Di sisi lain, pasal 27 ayat 3 UU ITE, menyebut bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dapat dipidana penjara atau didenda paling banyak Rp 750 juta. Ketentuan ini masuk kepada delik aduan dan mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP.
“Namun dengan menggunakan penyebarannya dengan sarana media sosial, akan bisa ditambah dengan pasal 27 undang-undang ITE, dengan ancaman hukuman lebih berat, yaitu 6 tahun,” tegas Tompo.
Ia mengatakan korban body shaming boleh melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian. Namun laporan itu dapat diterima jika bentuk dari perkataan yang dianggap mengandung unsur body shaming tersebut mengandung unsur penghinaan, menjatuhkan harkat dan martabat, serta diketahui oleh orang banyak.
Pengaduan tersebut layaknya jika seseorang melaporkan dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya. “Boleh lapor polisi, jika kata-kata dinilai menghina atau masuk dalam kategori body shaming merupakan perkataan yang bisa menyakiti orang lain dan mengganggu serta membuat korban merasa tidak nyaman” sebutnya.
Sementara itu, jika dilihat dari sudut pandang psikologis, body shaming masuk kategori bullying. Karena tindakan bullying dalam bentuk apapun sudah termasuk kekerasan. “Kekerasan itu bukan hanya fisik tapi juga verbal,” kata Hanna Monareh MPsi, Psikolog Klinis.
“Mengatakan kata-kata negatif pada orang lain, misalnya berat badan gemuk atau pun sebaliknya kurus secara terus menerus dapat mempengaruhi perkembangan psikologis seseorang,” sambung Monareh, Ketua Ikatan Psikolog Klinis Sulawesi Utara.
Lanjutnya, setiap orang memiliki kepribadian berbeda dalam penerimaan. Bila termasuk easy going, hal itu biasa saja. Tetapi bila dengan orang yang kepribadian tertutup, mereka sering menyimpan emosinya, menimbulkan masalah dalam dirinya, bisa stress sampai depresi.
“Bisa saja melakukan perilaku yang merugikan dirinya, yakni melukai bahkan bisa sampai bunuh diri karena hanya dari kata-kata,” tandasnya.
Pakar Hukum Toar Palilingan MH menambahkan, perlu ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait penggunaan medsos.
“Dengan edukasi yang terstruktur dan bertahap, pasti tingkat penggunaan medsos untuk melakukan tindakan seperti itu (body shaming) akan menurun, karena masyarakat sudah tahu konsekuensi hukumnya seperti apa,” sebut Palilingan, wakil dekan III Fakultas Hukum Univesitas Sam Ratulangi.
Lanjutnya, komentar berbau body shaming dapat dijerat dengan pasal penghinaan apabila korban merasa terhina dan melakukan aduan. “Secara hukum, seseorang yang merasa dihina dapat melakukan upaya pengaduan kepada aparat penegak hukum setempat,” pungkas Palilingan.(MP)
Sumber: JPNN/MANADO POST