Komnas HAM-Dewan Pers Back-up Kasus Pemukulan Wartawan

Hukum | Rabu, 24 Oktober 2012 - 09:34 WIB

Komnas HAM-Dewan Pers Back-up Kasus Pemukulan Wartawan
Anggota Komnas HAM, Rida Saleh (kiri) menerima jurnalis korban kekerasan oknum TNI AU di Riau di Kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (23/10/2012). Dari kanan, Rian Anggoro (Antara), Fakhri Rubiyanto (RTv) dan Didik Herwanto (Riau Pos). (Foto: M Said Mufti/riau pos)

JAKARTA (RP) - Dukungan untuk mempidanakan oknum TNI Angkatan Udara (AU) Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru yang menganiaya wartawan saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di Desa Pandau Jaya, Kabupaten Kampar, Riau, pekan lalu semakin kuat.

Selain dikawal oleh organisasi wartawan seluruh Indonesia bersama LBH Pers, kasus ini juga di-backup Dewan Pers, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas-HAM) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hal ini dipastikan setelah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Persatuan Wartawan Jakarta (PWJ), bersama wartawan korban kekerasan di Riau resmi melaporkan penganiayaan oleh oknum militer itu ke Komnas HAM, serta melaporkan pelanggaran Undang-undang Pers ke Dewan Pers, Selasa (23/10).

Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batu Bara menyatakan, bahwa sistem yang melindungi wartawan dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya di Indonesia sudah cukup lengkap.

Bahkan dalam pasal 5 UU Nomor: 40/1999 dinyatakan bahwa bagi siapapun yang menghambat kerja wartawan bisa dihukum penjara dua tahun dan denda Rp500 juta.

‘’Itu satu contoh pasal, tapi pasal-pasal yang dalam UU Pers belum jadi kenyataan, malahan sekarang makin memburuk. Jaman reformasi sudah lima orang wartawan tewas. Hal ini mempengaruhi peringkat keburukan Indonesia di luar negeri karena wartawan kita banyak diterpa kekerasan,’’ beber Leo Batubara saat menerima Pemimpin Redaksi Riau Pos Raja Isyam Azwar dan rombongan di kantor Dewan Pers, kemarin.

Leo menegaskan bahwa korban kekerasan oknum TNI AU ini, Didik Herwanto (fotografer Riau Pos), Fakhri Rubiyanto (Rtv) dan Rian Anggoro (pewarta Antara Riau) harus menyiapkan stamina guna menghadapi kasus hukum yang sedang dijalani ini.

Karena pengalaman yang telah lalu, setiap terjadi kasus kekerasan terhadap wartawan tidak pernah ditindak lanjuti serius oleh korban dan manajemen perusahaannya.

Melihat kasus di Riau ini, Dewan Pers menyatakan bangga, karena selain mendapat dukungan dari manajemen tempat korban bekerja, semua organisasi wartawan seperti PWI, AJI, IJTI, PWJ, PFI juga sangat solid. Dewan Pers menilai tindakan yang dilakukan oleh Perwira TNI AU di Riau itu sudah keterlaluan.

‘’Setiap kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilalui dengan proses hukum, Robert Simanjuntak (perwira TNI AU yang menganiaya Didik Herwanto, red) harus dikirim ke penjara,’’ tegas Leo.

Ketua Forum Pemred Jawa Pos Group, Don Kardono pada kesempatan itu menyatakan kehawatirannya kalau-kalau kasus yang sangat serius bagi dunia pers Indonesia ini hilang ditelan bumi.

‘’Makanya ini dilaporkan resmi ke Dewan Pers agar betul-betul dikawal secara hukum. Saya juga pernah jadi korban. Inilah starting poin bagi kita untuk berjuang dan kami minta supporting dari Dewan Pers,’’ ujar Don Kardono.

Hal senada juga dikatakan oleh Pengurus AJI, Aryo Wisanggeni yang melihat upaya luar biasa dari banyak pihak, PWI, AJI, IJTI, PWJ, PFI, serta LBH Pers untuk menyelesaikan kasus ini secara hukum.

‘’Ini momentum, kita jarang mengalami kasus kekerasan dengan bukti yang kuat. Ini bukti TNI tidak punya kepedulian dengan alasan kerahasiaan, SOP, apa alasan ini dibenarkan? Kasus ini harus melalui proses pemidanaan terhadap pelaku, LBH Pers juga sudah komit untuk kawal kasus ini sebagai tindak pidana. Makanya kita sepakat ke Dewan Pers dan perlukan dukungan Dewan Pers,’’ kata Aryo.

Sebab, lanjut Aryo, jika kasus ini sudah masuk proses persidangan, Dewan Pers akan dihadirkan jadi saksi ahli. Menurut Aryo, sejauh ini sudah ada 5 orang saksi yang sudah diperiksa oleh POM TNI AU di Riau, termasuk saksi korban.

Sementara itu Ketua PFI, Jerry Adiguna menjelaskan bahwa arogansi oknum TNI AU di Riau sudah menjadi keprihatinan semua pihak karena di lokasi jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 itu banyak tindakan oknum TNI AU di luar batas.

Pasalnya yang jadi korban kekerasan bukan hanya jurnalis, tapi juga mahasiswa dan warga sipil.

‘’Melalui proses hukum ini kita juga membantu reformasi TNI, ke depan harus ditentukan SOP yang jelas dalam menangani kasus serupa,’’ sarannya.

Wakil Ketua PWI Riau Satria Utama mengatakan, peristiwa ini bukan hanya sebuah penganiayaan terhadap jurnalis, tapi juga musibah terhadap keberadaan UU Pers.

Dedi Ahmad dari LBH Pers juga menyebutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya memberikan perhatian khusus karena kekerasan terhadap jurnalis termasuk ujian bagi demokratisasi.

‘’Seharusnya Presiden SBY punya perhatian khusus, karena ini termasuk uji demokratisasi, apalagi jurnalis pilar ke empat dari demokrasi. Kalau tidak demokratisasi yang digembar-gemborkan SBY patut dipertanyakan,’’ ujarnya.

Menyikapi laporan korban kekerasan ini, Dewan Pers juga akan membawa persoalan ini ke Komisi I DPR RI yang membidang Pers dan maupun TNI.

Saat ditanyakan apakah penggunaan UU Pers dalam proses hukum untuk Letkol Robert Simanjuntak ini akan menjadi rekomendasi tertulis Dewan Pers dan disampaikan ke Panglima TNI? Agus mengaku belum bisa memastikannya.

‘’Nanti akan kita bahas dulu di internal Dewan Pers apa saja yang akan jadi rekomendasi,’’ ungkap Anggota Dewan Pers Bidang Pengaduang Masyarakat dan penegakan Etika, Agus Sudibyo.

Komnas-HAM Lakukan Investigasi

Kemarin, rombongan tersebut juga menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas-HAM) melaporkan penganiayaan serta perampasan kamera.

Kedatangan jurnalis ini diterima Anggota Komisioner Sub Komisi Mediasi Komnas HAM, Rida Saleh beserta anggota Komnas HAM lainnya.

Dia mengatakan secepatnya akan membantu mendorong penyelesaian kasus kekerasanini.

‘’Yang terlihat jelas dilakukan terhadap satu orang (Didik Herwanto, red). Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus, tindakan aparat yang melakukan kekerasan kepada sipil selalu kita dorong dibawa ke pengadilan umum. Walaupun sulit akan kita coba. Bagaimana kita bisa tekan Panglima TNI agar korban mendapat keadilan,’’ tegas Rida Saleh(fat).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook