Solar Subsidi Ditambah

Hukum | Rabu, 24 April 2013 - 10:13 WIB

JAKARTA (RP) - Pemerintah pusat memutuskan daerah yang mengalami kelangkaan BBM jenis solar subsidi akan ditambah pasokannya. Jumlah yang akan digelontorkan tidak ditentukan saat ini, dengan asumsi untuk mencegah timbulnya spekulasi. Namun, informasi dari pihak Pertamina, Provinsi Riau mendapat tambahan 2.136 KL.

Perhitungan sementara pemerintah, dengan penambahan solar dan kebijakan dual price, jumlah kuota BBM bersubsidi bisa menembus 48,5 juta kiloliter.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Kuota energi itu berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi tumbuh 6,5 persen, maka konsumsi energinya bisa tumbuh 8 persen bisa lebih hingga 8,3 persen. Yang tahun lalu juga,’’ kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik.

Jero menjelaskan, penggelontoran solar bersubsidi ini sebagai tindak lanjut realisasi di lapangan di mana terjadi keterbatasan akibat pengurangan kuota solar bersubsidi untuk tahun ini. Sepanjang 2013, kuota solar bersubsidi hanya diproyeksikan sebesar 15,11 juta kiloliter atau lebih rendah 8,22 persen dari realisasi penyaluran solar pada 2012 sebesar 15,56 juta kiloliter.

‘’Pengurangan itu merupakan bentuk pengendalian, tapi kan mestinya jangan sampai mengganggu sektor riil hingga berpengaruh ke inflasi,’’ ujarnya.

Sebelumnya kemarin, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memanggil Menteri ESDM Jero Wacik dan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan untuk mencari solusi kelangkaan solar yang makin parah. ‘’Ini harus segera diselesaikan,’’ ujarnya, Selasa (23/4).

Hatta mengakui, kelangkaan solar yang mayoritas digunakan oleh kendaraan niaga bisa mendongkrak biaya logistik dan ujung-ujungnya bisa memicu kenaikan harga barang, sehingga mengancam inflasi. ‘’Ini bisa mengganggu perekonomian,’’ katanya.

Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kelangkaan solar di daerah bukan disebabkan karena gangguan distribusi dari Pertamina, namun disebabkan terbatasnya kuota. Sehingga, Pertamina pun harus memperketat penyaluran agar kuota tidak makin jebol. ‘’Sejak awal penentuan kuota kan harusnya sudah mempertimbangkan pertumbuhan konsumsinya berapa. Tapi, ini kan pembahasan antara pemerintah dan DPR,’’ ucapnya.

Namun, Menteri ESDM Jero Wacik punya analisa lain. Menurut dia, salah satu faktor penyebab kelangkaan solar adalah masih banyaknya kendaraan operasional pertambangan dan perkebunan yang mengkonsumsi solar bersubsidi. Padahal, sesuai aturan, kendaraan jenis tersebut dilarang membeli solar bersubsidi. ‘’Memang, ini masih terjadi,’’ ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, Kementerian ESDM akan berlaku tegas dengan melakukan inspeksi di lapangan, untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan harus memiliki tanki penyimpanan solar nonsubsidi. ‘’Kami akan cek langsung di lapangan, mereka harus punya,’’ katanya.

Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto menyatakan, Pertamina akan bekerja sama dengan aparat kepolisian melakukan pencatatan pelat nomor kendaraan yang melakukan pembelian solar subsidi. ‘’Jadi misalnya ada 200 mobil mengantre, dengan dicatat nomor pelatnya, setelah itu pulang, jadi tidak bisa balik lagi, begitu kira-kira pengawasannya,’’ ujar Djoko.

Upaya ini, menurut Djoko, dianggap bisa mengantisipasi kebocoran atas kebijakan penambahan solar bersubsidi oleh pemerintah di titik-titik SPBU yang mengalami kelangkaan. ‘’Karena operasi pasar ini kan tentunya menambah pengawasan, ada dari pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak Pertamina setempat. Bisa mencegah mobil habis ngisi, datang lagi, ngantre lagi,’’ ujarnya. (jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook