HUKUM

Pengacara Sebut Nurhadi dan Menantunya Belum Terima SPDP dari KPK

Hukum | Senin, 24 Februari 2020 - 15:01 WIB

Pengacara Sebut Nurhadi dan Menantunya Belum Terima SPDP dari KPK
INTERNET

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tim kuasa hukum kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), Maqdir Ismail menyatakan, kliennya Nurhadi dan Rezky Herbiyono belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengklaim, kalau KPK salah mengirimkan alamat SPDP tersebut.

“Rezky Herbiyono sama sekali belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK,” kata Maqdir melalui keterangannya, Senin (24/2).


Maqdir pun membeberkan, kalau mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, baru mengetahui adanya SPDP jauh setelah surat itu diterbitkan KPK. Dia menyebut, bahwa lembaga antirasuah salah mengirimkan alamat SPDP untuk Nurhadi.

“Sedangkan Nurhadi baru tahu adanya SPDP yang ditujukan padanya jauh-jauh hari setelah tanggal yang tertera dalam SPDP Nurhadi, karena KPK mengirimkannya dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah Kota Mojokerto,” ucap Maqdir.

Maqdir mengklaim, kliennya baru mengetahui adanya penetapan tersangka terhadap Nurhadi setelah KPK memanggil seorang saksi pada 10 Desember 2019, serta konferensi pers.

“Itu berarti KPK tidak pernah menerbitkan SPDP kepada Rezky Herbiyono dan Nurhadi. Kalaupun KPK mengeluarkan SPDP untuk Rezky Herbiyono dan Nurhadi, itu berarti proses pemberitahuannya telah dilakukan dengan melanggar hukum acara yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 227 KUHAP,” ungkapnya.

Maqdir juga mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono yang tanpa diawali pemeriksaan terlebih dahulu. Maqdir menganggap penetapan tersangka terhadap Nurhadi dan Rezky menyalahi aturan.

“Sehingga sudah seharusnya penetapan tersangka dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tukasnya.

Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menegaskan, KPK telah bekerja sesuai aturan terkait penetapan tersangka terhadap Nurhadi Cs. Termasuk soal SPDP yang dipermasalahkan Nurhadi.

Sementara itu, terkait praperadilan yang kembali diajukan Nurhadi Cs, lembaga antirasuah tetap tidak gentar melawan Nurhadi. Menurutnya, praperadilan merupakan upaya hukum yang diajukan tersangka.

“Terkait dengan adanya proses praperadilan ini tidak menganggu jalannya proses penyidikan. Kami tetap jalan, kami tetap lakukan proses itu dan melakukan mekanisme sesuai hukum,” kata Ali, Kamis (6/2).

KPK menerapkan tiga orang tersangka terkait pengurusan kasus di MA. Mereka adalah eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi (NHD), menantunya Rezky Herbiyono (RHE) dan Hiendra Soenjoto (HS). Diduga telah terjadi adanya pengurusan perkara terkait dengan kasus perdata PT. MIT melawan PT. KBN (Persero) pada tahun 2010 silam.

Nurhadi yang ketika itu menjabat Sekretaris MA dan menantunya diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero).

Poses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT. MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.

Nurhadi dan Rezky lantas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook