KPK: "Hentikan" Pendaftaran Haji

Hukum | Jumat, 24 Februari 2012 - 07:59 WIB

KPK: "Hentikan" Pendaftaran Haji

Laporan JPNN, Jakarta

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pendaftaran haji di-moratorium (dihentikan sementara,red) sampai persoalan yang dikhawatirkan dapat merugikan jamaah calon haji (JCH) dapat diatasi secara benar. Untuk merealisasikannya, Kemenag diminta duduk bersama KPK dalam rangka memperbaiki sistem pendaftaran haji yang sedang berjalan. Sayangnya, Menag Suryadharma Ali mengisyaratkan akan mengabaikan usulan lembaga superbodi itu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Kami (KPK) meminta moratorium (penghentian sementara) tujuannya untuk mengadvokasi para calon jamaah  haji yang lugu-lugu itu,’’ kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada JPNN, Kamis (23/2) kemarin. Menurutnya, KPK menemukan indikasi ketidaktransparan yang bisa berujung pada praktik tindak pidana korupsi.     

Jadi kata dia salah satu jalan terbaik untuk menghindari proses penyelewengan ini adalah dengan jalan moratorium. Tapi KPK tidak begitu saja berniat menghentikan pendaftaran haji untuk sementara. Busyro pun memberikan beberapa opsi tentang mekanisme moratorium pendaftaran haji.     

Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu memaparkan cara yang pertama adalah tetap menerima pendaftaran calon jamaah haji, tapi para calon tersebut tidak dipungut biaya. Yang kedua, boleh membuka pendaftaran jamaah haji dengan setoran awal asalkan manajerial pendaftaran sudah dibenahi transparansinya. Yaitu dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat atau praktisi yang kompeten dalam manajemen pendaftaran haji. ‘’Jadi jangan semua yang mengurusi Kemenag, yang akhirnya ujung-ujungnya tidak transparan,’’ terang Busyro.     

Busyro lantas menyindir agar Suryadharma Ali tidak hanya menolak, namum harus ada argumennya mengapa mereka menolak moratorium. Apalagi berdasarkan temuan KPK penyelenggaraan haji sangat tidak transparan.     

Kata dia, alasan Kemenag bahwa bunga dari Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (BPIH) dikembalikan lagi untuk peningkatan pelayanan calon haji, tidak dibenarkan Busyro. Sebab, kata dia lebih banyak bunga tersebut digunakan sebagai biaya operasional yang sebenarnya sudah dialokasikan dari dana APBN.

Apalagi, selama ini para calon jamaah haji tidak pernah diberi laporan secara rinci tentang penggunaan bunga dari setoran awal yang diserahkannya. Padahal, apabila jamaah haji sudah membayar setoran awal Rp25 juta dan harus menunggu selama 11 tahun untuk berangkat haji, maka bunga yang dihasilkan bisa mencapai puluhan juta. Tapi nyatanya tidak pernah ada transparansi tentang penggunaan itu dan tahu-tahu bunga milik jamaah sudah habis dengan alasan untuk pelayanan. ‘’Itu kan tidak transparan,’’ imbuh Busyro.

Kata Busyo, bunga dari BPIH itu jumlahnya cukup luar biasa. Saat ini sudah ada 1,6 juta calon jamaah haji yang mendaftar dan masuk dalam daftar antrian. Dari jumalah jumlah tersebut Busyro memperkirakan total setoran dana awal mencapat Rp 38 triliun. Jadi bunga mencapai Rp 1,7 triliun. “Ini yang kami minta untuk ditransparansikan,” imbuhnya.

Namun saat ditanya berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium, Busyro belum bisa menentukan. Mantan Ketua KPK pengganti Antasari Azhar itu pun mengaku masih membuka pintu dialog dengan Kemenag untuk membahas berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium.

Wacana penghentian sementara atau moratorium pendaftaran haji sejatinya sudah ramai, sebelum meledak dari ucapan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. Beberapa bulan lalu, Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) sudah menyuarakan moratorium tersebut. Mereka berpendapat, pendaftaran haji lebih baik menggunakan siswa buka-tutup.

Ketua Umum PP IPHI Kurdi Mustafa di Jakarta, Kamis (23/2) menuturkan, Kementerian Agama (Kemenag) terlalu mengada-ada jika sistem antrian disebut lebih baik ketimbang sistem buka-tutup. Dia mengakui, sebelum menggunakan sistem antrean, penyelenggaraan haji di negeri ini dilakukan dengan sistem buka-tutup. Artinya, setiap tahun Kemenag hanya membuka pendaftaran jamaah sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

‘’Dengan sistem ini, tidak ada antrean pendaftaran seperti saat ini,’’ kata dia. Kurdi mengaku miris melihat panjang antrean hingga hampir 12 tahun lamanya. Bisa-bisa ada jamaah yang lebih dulu meninggal, sebelum menunaikan ibadah haji.

Terkait alasan Kemenag jika sistem buka-tutup hanya akan dinikmati masyarakat yang bisa cepat mengeluarkan uang besar menurut Kurdi keliru. Dia mengingatkan, haji itu adalah kewajiban bagi umat Islam yang mampu. Justru dengan model pendaftaran dengan sistem antrean ini, umat Islam diminta segera mendaftar haji. Mereka ditakut-takuti jika antrean semakin panjang jika tidak segera daftar.

Kurdi mencontohkan, kondisi ini banyak dialami para PNS. Jauh-jauh hari sebelum masa pensiun, mereka sudah mendaftar ke bank untuk ditalangi dulu pendaftarannya. Menurut Kurdi, cara ini adalah tidak tetap. Sebab, masyarakat justru terlilit utang bunga pinjaman ke bank terkait dana talangan tersebut.

‘’Ingat, syarat haji itu adalah istitoah (kemampuan). Baik fisik, uang, dan ilmu,’’ kata dia.

PP IPHI juga memandang bahwa model pendaftaran haji dengan sistem antrean ini membuat daftar antrean kian panjang. Dia menjelaskan, setiap tahun rata-rata kuota yang diberikan Saudi ke Indonesia sekitar 211 ribu. Sedangkan, dalam setahun rata-rata ada 400 ribu sampai 500 ribu pendaftar haji baru. Dengan kondisi ini, upaya memangkas antrean tanpa moratorium pendaftaran haji bisa disebut mission impossible.

Kan bisa menggunakan kuota tambahan? Menurut Kurdi, kuota tambahan yang tahun lalu hanya 10 ribu kursi tidak efektif menjadi alat pemotong panjang antrean. Apalagi, katanya, kuota tambahan ini hanya dijadikan ‘’bancaan’’ pejabat atau petinggi negara yang tidak mau antre.

Modus yang terendus IPHI adalah, Kemenag memang telah membagikan kuota tambahan tadi ke seluruh provinsi secara proporsional. ‘’Tetapi itu hanya formalitas saja. Untuk memenuhi kewajiban prosedural,’’ ujar dia.

Dalam prakteknya, kepala Kantor Wilayah (kanwil) Kemenag di tingkat provinsi banyak yang tambah pusing setelah mendapatkan alokasi tambahan kuota tersebut. Kurdi mengatakan, kanwil Kemenag pusing karena banyak pejabat atau rekanan yang dekat dengan Kemenag yang dititipkan ke mereka. Jadi, sebagian kuota tambahan tersebut ternyata sudah dipesan oleh para pejabat. ‘’Ada juga anggota DPR,’’ tuturnya. (kuh/wan/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook