BBM Naik, BUMN Siapkan Bantuan Langsung

Hukum | Jumat, 24 Februari 2012 - 07:45 WIB

JAKARTA (RP)- Rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM subsidi menjadi perhatian serius Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk itu, BUMN pun akan dilibatkan secara aktif untuk meringankan beban masyarakat kecil atas kenaikan harga BBM tersebut.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, di tengah masyarakat Indonesia ada kelompok rakyat kecil yang sebenarnya juga tidak ingin jika harga BBM naik, namun mereka tidak memiliki kesempatan untuk bersuara. ‘’Karena itu, kita harus solider dengan saudara-saudara kita ini,’’ ujarnya di Kantor Kementerian BUMN, Kamis (23/2).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dahlan mengatakan, ketika nanti harga BBM dinaikkan, maka pemerintah sudah pasti melakukan kebijakan untuk meringankan beban masyarakat kecil, misalnya melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagaimana yang dilakukan dulu. ‘’Nah, kami di BUMN juga akan memberikan bantuan langsung, dananya akan diambil dana CSR (corporate social responsibilty),’’ katanya.

Seperti apa bentuk bantuan langsung tersebut? Menurut Dahlan, dirinya punya keinginan agar bantuan dari BUMN ke masyarakat kecil bisa disalurkan tidak dalam bentuk uang tunai. ‘’Bisa saja melalui pasar murah, atau pemberian bantuan beras ke kampung-kampung nelayan yang membutuhkan,’’ sebutnya.

Lalu, berapakah dana yang disiapkan BUMN? Dahlan menyebut, selama ini setiap tahun BUMN sudah menyisihkan sebagian laba yang diperolehnya untuk CSR melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). ‘’Tahun ini, datanya masih kami kumpulkan,’’ katanya.

Sebagai gambaran, pada tahun 2011, target dana PKBL yang dihimpun mencapai Rp3,01 triliun. Dana tersebut dialokasikan untuk Program Kemitraan sebesar Rp2,05 triliun dan Bina Lingkungan sebesar Rp965 miliar.

Dahlan menambahkan, jika dibutuhkan dana tambahan, maka BUMN punya potensi dari kelebihan setoran dividen. Sebagaimana diketahui, pada APBN 2012, BUMN ditargetkan menyetor Rp28 triliun. Namun, dengan kenaikan laba BUMN, maka potensi setoran dividen bisa mencapai Rp30 triliun.

‘’Nah, kalau dalam APBN-P 2012 nanti dividen BUMN dipatok tetap Rp28 triliun, maka BUMN punya room (ruang atau potensi, red) untuk menggunakan kelebihan Rp2 triliun dalam program CSR,’’ jelasnya.

PD Rasakan Dampak

Sinyal pemerintah yang akan menaikkan harga BBM bersubsidi antara Rp500 hingga Rp1500, langsung menuai kritikan sejumlah pihak. Pengamat politik Saiful Mujani menilai, jika nantinya pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM, maka dampak politiknya akan dirasakan Partai Demokrat.

‘’Kenaikan BBM sangat berpengaruh negatif pada Demokrat. Jika kenaikan tidak disertai kompensasi yang besar, yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat, maka akan mempersulit Demokrat,’’ ujar Saiful Mujani di Jakarta, kemarin.

Kompensasi yang dimaksud antara lain program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan peningkatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hal senada disampaikan pengamat perminyakan yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRES) Marwan Batubara. Hanya saja, Marwan bisa memaklumi kenaikan harga BBM, pasalnya angka kenaikannya masih diambang toleransi, yakni maksimal Rp1.000.

Dua hal yang menjadi alasan Marwan. Pertama, meskipun Indonesia termasuk produsen minyak namun tidak bisa merasakan kenaikan dampak kenaikan harga minyak dunia. Ini karena minyak yang diproduksi Indonesia tidak cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri.

‘’Sekitar 30 persen kebutuhan minyak kita dari impor. Jadi, ketika harga minyak dunia naik, maka akan lebih banyak lagi duit yang digunakan untuk impor,’’ ulasnya di Jakarta, kemarin.       

Dengan alasan ini, dia bisa memaklumi rencana kenaikan harga BBM. Alasan kedua, fakta bahwa hampir semua barang kebutuhan naik, seperti beras dan lainnya, termasuk air kemasan. ‘’Jadi kita maklum kalau minyak juga naik. Cuma, naiknya berapa? Kalau naiknya tak logis, kita tolak!’’ papar mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.

Berapa yang logis? Menurut Marwan, harus dilihat kondisi riil rakyat Indonesia. Ketika rakyat Indonesia mayoritas masih miskin, maka tidak logis jika kenaikkan harga disamakan dengan harga pasar. (owi/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook