LBH Pers: Bukti Kekerasan Oknum TNI AU Sangat Kuat

Hukum | Selasa, 23 Oktober 2012 - 09:39 WIB

LBH Pers: Bukti Kekerasan Oknum TNI AU Sangat Kuat
Puluhan wartawan dari berbagai media menggelar aksi bakar lilin sebagai bentuk solidaritas mendukung perlawanan terhadap kekerasan yang dilakukan oknum TNI AU kepada jurnalis di Riau di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (22/10/2012) malam. (Foto: SAID MUFTI/RIAU POS)

JAKARTA (RP) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan sudah mengantongi bukti-bukti kuat untuk mempidanakan oknum TNI AU Lanud Pekanbaru, Riau yang melakukan penganiayaan terhadap jurnalis di Riau saat meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200, Selasa (16/10) lalu.

LBH Pers dengan tegas menyatakan dengan bukti-bukti yang ada, sudah sepantasnya kasus ini dibawa ke ranah hukum pidana, bukan sekadar hukum disiplin yang digembar gemborkan oleh TNI AU.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Karena tidak ada lagi celah untuk mendiamkan kekerasan terhadap wartawan tanpa ada penegakan hukum.

‘’Bukti-bukti sudah kuat, apalagi ada kesaksian, visum dan video visual yang sudah tak bisa dibantahkan lagi bahwa terjadi penganiayaan oleh oknum TNI AU,’’ kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, saat saat menerima jurnalis korban penganiayaan di kantor LBH Pers, Jakarta, Senin (22/10).

Penegasan ini sebagai tindak lanjut kasus penganiayaan dan perampasan peralatan jurnalistik sejumlah jurnalis Pekanbaru yang diduga dilakukan oleh Letkol Robert Simanjuntak dan bawahannya di lokasi jatuhnya Hawk 200 di Jalan Amal Bakti, Vila Pandau Jaya, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau.

Pada audiensi yang digelar kemarin di Jakarta, turut hadir tiga korban penganiayaan, yakni fotografer Riau Pos Didik Herwanto, Kamerawan RTV Fakhri Rubiyanto (Roby) serta pewarta Kantor Berita Antara FB Rian Anggoro.

Hadir juga tim advokasi jurnalis Pekanbaru, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, Perwakilan Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Hendrayana mengatakan, LBH Pers juga mendesak agar POM TNI AU Pekanbaru bekerja secara profesional dan transparan.

‘’Harus didesak agar Satuan POM TNI AU benar-benar profesional untuk mengusut kasus ini, dan bukti yang ada sudah cukup untuk segera dilakukan penetapan tersangka,’’ tegas Hendrayana.

Melihat kasus yang terjadi, ia mengatakan bahwa oknum TNI AU telah melanggar Pasal 18 Undang-Undang Pers karena menghalangi tugas peliputan.

Selain itu, penganiayaan dan pengeroyokan terhadap jurnalis serta warga sipil telah melanggar pasal 351 dan 170 KUH Pidana.

‘’Ini masalah serius karena kekerasan bukan hanya menimpa wartawan, tapi juga menimpa dua mahasiswa yang merupakan warga sipil. Mutasi terhadap pelaku juga tidak bisa hilangkan unsur pidana,’’ katanya.

Selain akan mengawal proses hukum kasus ini dan meminta penanganannya dilakukan secara transparan serta adil bagi korban, LBH Pers tidak ingin pelaku hanya diberi tindakan disiplin, tapi juga proses hukum pidananya harus ditegakkan.

Karenanya LBH Pers juga meminta Komnas HAM dan Komisi I DPR mendorong agar kasus ini ditangani secara transparan.

‘’Penanganannya harus transparan karena kita tidak ingin adalagi imunitas dalam proses hukum terhadap pelaku kekerasan kepada wartawan yang dilakukan oleh perwira TNI. Ini era reformasi, siapapun yang melakukan kesalahan, harus ditindak,’’ tegasnya.

‘’Dari bukti-bukti yang kita punya, serta testimoni dari saksi korban, pelaku sudah bisa langsung ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan,’’ tambahnya.

Koordinator Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni, menyatakan pelaku penganiayaan itu harus dibawa hingga ke Mahkamah Militer (Mahmil).

Pelakunya yang merupakan perwira menengah harus diusut tuntas agar jadi pembelajaran bagi TNI agar kejadian serupa tak terjadi menimpa masyarakat.

‘’AJI akan terus memonitor kasus ini untuk pastikan Polisi Militer bekerja profesional. Kasus ini tidak bisa dihentikan hanya sebatas pelanggaran administrasi biasa, harus dibawa ke Mahmil,’’ katanya.

Pemimpin Redaksi Riau Pos, Raja Isyam Azwar didampingi tim advokasi jurnalis Pekanbaru, Ilham Yasir mengatakan manajemen Riau Pos sudah tegas dalam menyikapi kasus yang menimpa Didik Herwanto. Dimana kasus hukumnya harus tetap dilanjutkan.

‘’Kami sudah sampaikan bahwa kasus hukum atas kekerasan yang diterima Didik tetap dilanjutkan. Kami juga mengucapkan terimakasih atas besarnya perhatian dan dukungan dari kawan-kawan jurnalis nasional yang akan mengawal proses hukum kekerasan terhadap jurnalis di Riau,’’ kata Raja Isyam.

Sementara itu Ketua Forum Pempred Jawa Pos Group, Don Kardono juga tegas mengatakan proses hukum kasus ini harus dilakukan. Karena tindakan oknum TNI AU tersebut adalah kriminal.

‘’Kita tidak ingin kasus ini hilang begitu saja seperti banyak kasus kekerasan lain terhadap wartawan. Mungkin selama ini kita tidak intens untuk memperjuangkan kasus serupa. Jadi kita tidak mau kecolongan lagi,’’ kata Don Kardono.

Dia menambahkan, jika kasus hukum terhadap oknum TNI AU ini berhasil sampai ke pengadilan dengan adanya keputusan hukum.

Maka hal itu akan menjadi hukum positif dan ke depan jangan sampai ada lagi oknum-oknum TNI yang main-main dengan jurnalis.

‘’Saya berterimakasih kepada grup Jawa Pos, organisasi wartawan seperti AJI, PWI, IJTI, PFI dan wadah jurnalis lain yang terus mensupport momentum ini,’’ pungkasnya.

Bakar Lilin di Bundaran HI

Usai melakukan pertemuan, puluhan pewarta foto, wartawan media cetak, elektronik dan televisi menggelar aksi seribu lilin di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Senin (22/10) malam.

Aksi ini sebagai bentuk perlawanan terhadap aksi kekerasan terhadap jurnalis yang hingga kini masih kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

‘’Malam ini saya meletakan ID pers di antara lilin-lilin dan poster sebagai bentuk renungan kita terhadap teman-teman yang gugur maupun mengalami tindak kekerasan pada saat bertugas di lapangan,’’ ujar Jery, fotografer Jakarta Post.

Selain membakar lilin, massa yang tergabung dari beberapa organisasi jurnalis seperti Poros Wartawan Jakarta (PWJ), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) hingga Pewarta Foto Indonesia (PFI) itu juga menggelar aksi tabur bunga dan mengheningkan cipta.

Dalam aksi tersebut para pewarta juga menegaskan akan mengawal kasus arogansi yang dilakukan Letkol Robert Simanjuntak ke pengadilan umum.

Karena kekerasan yang dipertontonkan di depan masyarakat bahkan anak-anak itu merupakan tindak pidana dan melanggar Undang-undang Pers.

Turut bergabung dalam aksi itu sejumlah wartawan korban kekerasan oknum TNI, serta utusan wartawan dari Riau, salah satunya Satria Utama. Dia mengatakan dalam aksi kekerasan oknum TNI AU di Riau tersebut banyak wartawan yang dipukul dan dirampas kameranya. Karenanya Satria mendesak para pelaku di proses secara hukum.

‘’Besok kita akan ke Dewan Pers, kemudian ke Komnas HAM, kita  mendukung dan akan mengawal proses hukum kekerasan pada jurnalis,’’ kata wartawan Harian Detil Pekanbaru itu.

Aksi yang berlangsung sekitar 1 jam itu berlangsung tertib dan menarik perhatian masyarakat yang melintas di Bundaran HI.(fat)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook