JAKARTA (RP) - Promotor pentas Lady Gaga mungkin sedang sport jantung. Betapa tidak, tiap hari, perkembangan izin konser penyanyi Born This Way itu berubah-ubah.
Di antara persyaratan penyelenggaraan konser Lady Gaga adalah penerbitan surat izin dari Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemarin dua institusi itu kompak menyatakan No (tidak memberi izin) konser penyanyi asal Amerika Serikat tersebut.
Usai mengikuti perayaan Dharmasanti Waisak 2556 Buddhis Era (BE)/2012 di Jakarta, Menag Suryadharma Ali (SDA) mengatakan jika penolakan dari Kemenag keluar dalam surat pertimbangan yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. ‘’Surat sudah dikirim kemarin (Senin, 21/5, red). Saya tidak tahu apa sudah nyampe atau belum,’’ kata dia.
SDA menuturkan ada beberapa pertimbangan yang akhirnya membuat Kemenag merasa keberatan jika konser Lady Gaga dilaksanakan di Indonesia. Di antara pertimbangannya adalah, banyak pihak merasa terganggu ketenangannya dengan adanya konser ini. Ketenangan ini meliputi aspek spiritual atau keagamaan, budaya, dan sistem nilai yang ada di Indonesia.
Menteri sekaligus ketua DPP PPP itu mengatakan, karena konser Lady Gaga ini bergesekan dengan aspek-aspek tadi, maka wajar jika Kapolri meminta pertimbangan kepada Kemenag. Dia mengatakan, upaya Kapolri tadi juga sejalan dengan posisi Menag yang menjadi ketua harian gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi.
Menurut SDA, pertimbangan Kemenag yang meminta Kapolri tidak memberikan izin penyelenggaraan konser Lady Gaga itu cukup penting. ‘’Pandangan kami ini sekaligus ingin menyelamatkan kesenian yang seharusnya disajikan dengan indah,’’ katanya.
Dia berharap keindangan kesenian jadi rusak gara-gara Lady Gaga menampilkan ekspresi manggung yang tidak tepat. Bagi Kemenag sendiri, peliknya urusan konser musisi asing ini adalah yang pertama kali. SDA mengatakan, beberapa kali musisi asing manggung di Indonesia lancar-lancar saja. Sebab, musisi-musisi itu memang menyajikan kesenian.
Namun menurut Kemenag, syair-syair lagu dan sosok Lady Gaga sudah menjadi semacam ideologi. Seperti ideologi mendukung homoseksual, lesbian, dan anti agama. SDA tidak ingin konser Lady Gaga ini merusak rencana pemerintah yang membangun karakter bangsa. ‘’Kita sudah jenuh dengan kondisi merosotnya akhlak dan moral. Jangan sampai diperparah lagi,’’ katanya.
Penolakan serupa juga keluar dari MUI. Setelah menggelar rapat khusus, MUI dengan tegas menolak konser yang rencananya digelar di Jakarta itu. ‘’Berdasarkan hasil rapat pimpinan MUI, kami menyatakan pertunjukan musik Lady Gaga ditolak,’’ ujar Ketua Bidang Ukhuwah MUI Umar Shihab di Gedung MUI, Selasa (22/5) kemarin petang.
Keputusan ini diambil setelah MUI mendengarkan pendapat dari berbagai ormas Islam. Lebih tegas lagi, Umar menyebut jika konser Lady Gaga itu melanggar prinsip bangsa dan bertentangan dengan Pancasila. ‘’Juga melanggar UUD pasal 28 serta UU terkait pornografi,’’ timpalnya.
Pihak MUI menilai jika konser Lady Gaga ini mengumbar hedonisme, mematikan kesetiakawanan soal dan rasa solidaritas sebagai warga bangsa. ‘’Sementara masyarakat Indonesia dalam kondisi kesulitan ekonomi,’’ katanya.
Di Istana, Kapolri Jenderal Timur Pradopo memberi sinyal ragu-ragu untuk memberi izin. ‘’Kita tunggu saja, nanti kita lihat dulu,’’ ujarnya usai mendampingi Presiden SBY bertemu Presiden Portugal Anibal Cavaco Silva. Kapolri membantah pihaknya mempersulit perizinan promotor Lady Gaga. ‘’Standar, sama seperti yang lainnya. Saya kira tetap standar,’’ katanya.
Persyaratan standar itu adalah izin dari Kementerian Tenaga Kerja dan Tranmigrasi, Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM. ‘’Saat ini masih dikaji tim, tunggu ya Dik,’’ katanya.
Di bagian lain, Front Pembela Islam (FPI) tetap bersikukuh menolak rencana konser Lady Gaga. Kemarin (22/5), bersama dengan Forum Umat Islam (FUI), mereka memutuskan mendatangi Komisi III DPR untuk menyampaikan sikap penolakan.
Namun, bukannya dukungan kelembagaan dari parlemen yang didapat, rapat dengar pendapat dengan Komisi yang membidangi hukum dan HAM tersebut justru berakhir panas. Rapat dihentikan setelah muncul ketegangan antara anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul dan rombongan anggota FPI serta FUI.
Bertempat di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, rapat awalnya berlangsung seperti rapat dengar pendapat pada umumnya. Sejumlah perwakilan FPI dan FUI diberi kesempatan pertama kali menyampaikan pokok-pokok penolakan mereka.
Acara lalu dilanjutkan dengan mendengar pendapat perwakilan fraksi-fraksi. Di antara yang sempat berbicara adalah Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Andi Cakra Widajaya (Fraksi PAN). Ada yang mendukung penolakan seperti yang dilakukan FPI dan FUI, ada pula bersikap sebaliknya.
Nah, saat pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil memberi kesempatan kepada Ruhut Sitompul berbicara mewakili fraksi, ketegangan lalu memuncak.
Dalam pernyataanya di depan peserta rapat, Ruhut mengingatkan, agar ormas-ormas yang melakukan penolakan agar tidak melakukan tindakan anarkis. ‘’Dalam negara Pancasila ini, pemerintah sah harus kita dukung, dan jangan coba-coba bertindak anarkis,’’ tegas Ruhut.
Ia juga meminta agar mereka yang menolak untuk menghormati dan mendukung keputusan kepolisian yang akhirnya memperbolehkan pelaksanaan konser. ‘’Jangan anarkis. Ormas pun kalau anarkis (akan) dibubarkan,’’ tegas politisi berlatarbelakang lawyer sekaligus artis itu.
Sesaat setelah pernyataan itu disampaikan, situasi menjadi memanas. Sekjen FUI Alkhattath sempat merespon langsung sekaligus mempertanyakan pernyataan Ruhut tersebut. Bukan hanya itu, juru bicara FPI Munarman dan beberapa aktivis FPI lainnya memutuskan meninggalkan ruang rapat.
Melihat gelagat situasi rapat yang memanas itu, Nasir Djamil sebagai pimpinan rapat memutuskan menutup rapat tersebut. Sesaat setelah ditutup, dua orang aktivis FUI, seorang di antaranya Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Alfian Tanjung langsung menghampiri Ruhut.
‘’Apa maksud Anda bicara seperti itu?’’ teriak Alfian. Menghadapi hal tersebut, Ruhut justru tak surut. Politisi yang dikenal kontroversial itu pun langsung berdiri. ‘’Ini (Gedung DPR, red) rumah saya, saya berhak mengatakan apa saja. Itu hak konstitusi saya,’’ sergahnya, tak mau kalah.(wan/dyn/jpnn/ila)