JAKARTA (RP) - Para penerima tunjangan profesi pendidik (TPP) tidak bakal lama-lama menunggu pencairan rapel.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta TPP dicairkan tepat waktu dan dirapel tiga bulan sekali. Untuk tahap pertama, dijadwalkan cair bulan depan.
Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan, tahun ini tidak perlu lagi ada kasus keterlambatan pencairan TPP.
Selain itu, dia berharap skenario pencairan TPP yang dirapel tiga bulan sekali tidak kacau seperti tahun lalu.
Dia menjelaskan, tahun ini diharapkan seluruh guru penerima TPP tidak lama-lama menunggu pencairan rapelan.
Dia menjelaskan, pada tahap pertama TPP diterima April depan. TPP yang dikucurkan bulan depan itu merupakan rapelan sejak Januari, Februari, dan Maret. Sedangkan untuk tahap kedua nanti,TPP dijadwalkan cair pada Juli.
Lalu untuk tahap ketiga TPP cair pada Oktober, Kemudian gelombang terakhir pencairan TPP peride 2012 dijadwalkan Desember. ‘’Harus dipaskakan untuk bisa dicairkan sesuai aturan. Yaitu dirapel tiga bulan sekali,’’ tegas mantan Rektor ITS itu.
Dia mengatakan, tahun lalu masih ada keluhan jika TPP dicairkan setahun sekali. Sekitar penghujung Ramadan menjelang Idul Fitri. Muncul dugaan, uang yang sejatinya sudah disetor oleh pemerintah pusat ini ditimbun dulu oleh pemerintah kabupaten atau kota untuk dikeruk bunga simpanannya.
Nuh mengatakan, pihaknya mulai tahun ini akan memantau lebih dalam terkait pencairan TPP ini. Dia sudah berkoordinasi dengan Inspektorat Jendral (Itjen) Kemendikbud untuk menelusuri jika ada pencairan TPP yang nyangkut. Kerja dari Itjen Kemendikbud ini akan melihat perkembangan pada April nanti. Jika ternyata sudah tersalurkan ke guru, maka proses pencairan TPP sudah berjalan baik. Sebaliknya, jika masih ada guru yang belum menerima TPP berarti ada persoalan di daerah.
Sementara terkait persoalan klasik yaitu jumlah nominal TPP tidak sama dengan gaji pokok Nuh mengatakan terkendala persoalan pendataan. Dia mengatakan, TPP untuk pencairan 2012 ini sudah disusun pada atau direncanakan pada 2011 lalu.
Sehingga, data yang digunakan adalah gaji guru PNS pada 2011. Tapi, pada kenyataannya selama 2012 telah terjadi kenaikan pangkat pada sejumlah PNS. Nah, di sinilah letak persoalan ini. Dia masih terus berkoordinasi untuk mencai formulasi untuk mengantisipasi ketidakcocokan antara nominal TPP dengan gaji pokok PNS.
Seperti diketahui, besaran TPP setiap bulan untuk guru PNS diterima sebesar satu kali gaji pokok. Sedangkan untuk guru non PNS, besaran TPP ditetapkan Rp1,5 juta per orang per bulan. Tujuan dari pemberian TPP ini untuk peningkatan kesejahteraan guru, melalui peningkatan profesionalisme mengajar. Tahun ini, diperkirakan guru yang berhak menerima TPP berjumlah 746.700 orang. Dalam postur APBN 2012, uang yang disiapkan untuk pembayaran TPP ini mencapai sekitar Rp30 triliun. Jumlah ini naik sebesar Rp12,1 triliun dibandingkan dengan APBN-P 2011.
Dibutuhkan 10 Ribu Analis Kepegawaian
Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar 10 ribu tenaga Analis Kepegawaian di seluruh daerah. Saat ini menurut Direktur Pembinaan Jabatan Analis Kepegawaian (Binjak) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Istati Atidah, yang baru ada sekitar 1.000 tenaga analis kepegawaian.
‘’Tenaga analis jabatan masih banyak dibutuhkan. Untuk memenuhi kuota 10 ribu perlu waktu dan anggaran besar,’’ kata Istati dalam keterangan pers, Kamis (22/3).
Sementara itu, Sekretaris Utama BKN Eko Sutrisno mengatakan, masih perlu diadakan evaluasi baik di dalam sistem kegiatan maupun kebijakan dari pusat. Selain itu perlu tenaga ahli yang sesuai dengan bidang tugasnya dan harus dihitung secara benar berapa jumlah tenaga analis yang diperlukan.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Azwar Abubakar mengatakan, untuk penataan kepegawaian dibutuhkan 4.125 tenaga analis jabatan. Saat ini baru dihasilkan sekitar 1.600 tenaga analis. Padahal target pencapaian 4.125 sekitar April.
Rawan Manipulasi Honorer K1
Instruksi bagi instansi pusat dan daerah (Pemprov, Pemkot, dan Pemkab) untuk mempublikasikan data honorer kategori 1/K1 (digaji APBN atau APBD) belum berjalan efektif. Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) sampai, Kamis (22/3) belum menerima satupun laporan instansi yang mempublikasikan data tersebut.
Seperti diketahui, kewajiban instansi mempublikasikan nama honorer K1 yang sudah memenuhi kriteria (MK) seperti diatur dalam PP No 48 Tahun 2005 jo PP No 43 Tahun 2007 tertuang dalam Surat Edaran Menpan-RB Nomor 3 Tahun 2012. Dalam surat yang ditandatangi 12 Maret itu, deadline untuk publikasi hingga 31 Maret nanti.
Ketua Umum Dewan Koordinator Honorer Indonesia (DKHI) Ali Mashar kemarin (22/3) menjelaskan, surat edaran tadi rata-rata diterima di daerah pada 15 Maret lalu. ‘’Memang belum banyak yang mempublikasikan data honorer K1 sesuai aturan surat itu,’’ katanya.
Ali menyebutkan, laporan daerah yang sudah mempublikasikan nama-nama honorer K1 adalah di Provinsi Jawa Tengah. ‘’Total honorer K1 di Jawa Tengah 300-an. Di Kota Semarang malah hanya 26 orang,’’ kata dia. Dengan jumlah yang sedikit ini, dia menjelaskan tidak ada beban bagi Pemprov, Pemkab, maupun Pemkot di Jawa Tengah untuk mempublikasikan data tersebut.
Tapi Ali mengatakan, bakal ada beban lebih berat di daerah dengan jumlah tenaga honorer K1 mencapai ribuan orang. ‘’Tentu janggal jika disebut tercecer, tapi jumlah K1-nya ribuan orang,’’ kata dia.
Di daerah dengan jumlah honorer K1 mencapai ribuan orang, Ali menduga telah terjadi manipulasi. Ujung-ujungnya, daerah tersebut sampai sekarang belum melansir nama-nama honorer K1. Mereka khawatir diprotes masyarakat.
Ali lantas menyebutkan contoh daerah yang jumlah tenaga honorer K1-nya mencapai ribuan orang. Di antara ada di Pamekasan, Malang, Kediri, dan Nganjuk (Jawa Timur). Kemudian juga di Bandung, Jawa Barat.
Dia menjelaskan, banyak modus yang lazim digunakan instansi untuk memanipulasi tenaga honorer menjadi K1. Di antaranya, adalah memberi gaji dari APBN atau APBN yang sejatinya untuk pos belanja publik. ‘’Ini sangat menyalahi aturan,’’ tegas dia.
Ali menerangkan meski sama-sama bersumber dari APBN atau APBD, tetapi pos pengeluarannya bukan dari belanja pegawai. Melainkan dari belanja publik. Menurut Ali, honorer seperti ini tidak bisa dimasukkan dalam kelompok K1. Tetapi tetap saja ada insntasi yang memaksakan honorer ini masuk kelompok K1.
Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN-RB Ramli E Naibaho di kantornya kaget mendengar kabar surat edaran tadi belum berjalan efektif. Dia menegaskan, sejatinya mulai pekan lalu data honorer K1 sudah bisa dipublikasikan ke publik.
Dia menjelaskan, motivasi ketentuan ini adalah untuk transparansi. Ramli mengatakan, masyarakat bisa ikut mengontrol terkait nama-nama honorer K1 yang sudah ditetapkan instansi di pusat maupun daerah. Ramli mempersilakan masyarakat protes jika ada nama-nama honorer K1 yang janggal.
Ramli menegaskan, pihaknya akan bekerja sama dengan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) di daerah untuk memantau kewajiban publikasi ini. Dia mewanti-wanti, jika ada daerah yang tidak mempublikasi nama tenaga honorer K1 sampai 31 Maret nanti, maka usulan pengangkatan honorer K1 menjadi CPNS ditolak.
Ditutup 31 Maret
Sementara itu, meski sedang moratorium CPNS baru, instansi pusat maupun daerah tetap berkesempatan meminta jatah PNS baru tahun ini. Tapi, sebagian besar instansi pusat dan daerah belum tertib administrasi persyaratan pengajuan PNS baru. Mereka ditenggat hingga 31 Maret depan, untuk melengkapinya.
Seperti diketahui, selama pemerintah menjalankan moratorium atau penghentian sementara perekrutan CPNS baru, syarat pengajuan kebutuhan PNS baru cukup banyak. Diantaranya, harus melampirkan hasil analisis jabatan, hasil analisis beban kerja, dan proyeksi kebutuhan PNS lima tahun ke depan.
Padahal umumnya, selama ini instansi di pusat maupun daerah cukup melayangkan jumlah nominal kebutuhan PNS baru saja kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB).
Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN-RB Ramli E. Naibaho di Jakarta kemarin mengatakan, hingga akhir Februari lalu dari 76 instansi pusat ternyata baru ada 18 instansi yang sudah komplit dokumen pengajuan PNS baru. Dalam periode yang sama, dari 524 instansi daerah (pemprov dan pemkot) baru ada 10 instansi yang sudah komplit dokumen pengajuan PNS barunya.
‘’Kelemahan besar adalah mereka tidak mampu menyusun laporan analisis beban kerja dan analisis jabatan,’’ ujar Ramli. Dia mengatakan, Kemen PAN-RB berkomitmen membantu insntasi yang kesulitan tersebut.
Lebih lanjut Ramli belum bisa membeberkan sebaran instansi yang sudah komplit dokumennya itu. Dia berkilah jika kebijakan untuk mengumumkannya ada di tangan Wakil Presiden Boediono. Sebab, Boediono bertindak sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi.
Ramli hanya mengatakan, dari 18 instansi pusat yang sudah komplit dokumennya itu, terungkap jika jumlah kebutuhan PNS baru sebanyak 37.575 orang. Sedangkan kebutuhan PNS baru untuk sepuluh instansi daerah yang sudah komplit dokumennya itu berjumlah 56.999 orang. ‘’Ini masih jumlah kebutuhan yang diajukan. Bukan kuota,’’ tegas dia.
Pos bidang pekerjaan PNS baru dari laporan yang sudah terkumpul tadi cukup beragam. Mulai dari guru, dokter umum, perawat, bidang, sipir di lembaga pemasyarakat dan tenaga pengamat iklim. Selain itu juga ada pengawas penerbangan dan maritim. Seluruh data instansi pusat dan daerah tadi, jelas Ramli, sudah dibahas dalam rapat yang dipimpin oleh Wapres Boediono.
Sejatinya, pihak Kemen PAN-RB meminta supaya masa pengajuan usulan ditutup saat itu juga. Supaya bisa segera diverifikasi. Tapi, Boediono meminta masa pengiriman usulan PNS baru yang komplit dengan dokumen penunjangnya ditutup hingga 31 Maret nanti.
Ramli mengingatkan, dalam verifikasi nanti belum jaminan instansi yang komplit dokumennya akan dikabulkan permintaan PNS baru. Menurut Ramli, syarat verifikasi utama adalah, anggaran instansi untuk gaji pegawainya tahun ini tidak boleh lebih dari 50 persen.
Dia juga mengatakan, pengadaan PNS baru untuk menutup PNS yang pensiun pada tahun ini juga harus melewati proses yang sama. Yaitu juga wajib melayangkan hasil analisis jabatan, hasil analisis beban kerja, dan proyeksi kebutuhan PNS lima tahun ke depan.
‘’Tidak berniat merepotkan instansi. Tetapi untuk mengetahui apakah benar-benar membutuhkan PNS baru atau tidak,’’ katanya. Sebab, selama ini Ramli mengatakan banyak instansi yang asal-asalan dalam mengajukan kebutuhan PNS baru ke pihaknya.(wan/esy/jpnn)