Banjir, Pintu Air Ditambah

Hukum | Kamis, 23 Januari 2014 - 09:51 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Banjir di Jakarta hingga Rabu (22/1) sudah mulai surut. BNPB mencatat, hingga kemarin sore ketinggian air sudah turun hingga tinggal 10-60 sentimeter.

Jumlah pengungsi mencapai 6.884 jiwa. Sebagian besar berada di wilayah Jakarta Barat.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menteri PU Djoko Kirmanto mengatakan, pihaknya berencana menambah pintu air di Manggarai dan Karet untuk atasi banjir Jakarta. Dengan demikian, kapasitas kedua pintu air itu akan bertambah. Pintu air Manggarai akan mampu mengalirkan 507 meter kubik air per detik.

Sedangkan, pintu air Karet akan mampu mengalirkan air sebanyak 734 meter kubik per detik. Harapannya, genangan bisa lebih cepat surut.

Sementara itu, banjir juga melanda beberapa kawasan di Jawa Tengah. Yakni, Jepara, Kudus dan Pati, Jawa Tengah. Badan SAR Nasional Kantor SAR Semarang pun menyatakan darurat banjir di tiga kawasan tersebut.

Terkait hal tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan untuk menangani banjir tersebut, jajarannya fokus untuk mengevakuasi warga terlebih dahulu.

‘’Sampai sekarang teman-teman tim dari TNI/Polri sudah ada. Kita fokus pada evakuasi korban. Menangani manusianya dulu,’’ ujar Ganjar di gedung BPK, kemarin.

Ia mengaku belum ada catatan kerugian pada daerah yang mengalami banjir. Apalagi, pihaknya tidak menyangka banjir di wilayah Jepara yang tadinya mulai surut ternyata mengalami peningkatan debit air.

‘’Seperti Jepara tadi kami sangka surut malah meningkat, kemarin ada beberapa kali, ada tanggul jebol sehingga posisi air jadi naik. Jadi ini kami urusi dulu semuanya, kerugiannya belum kami hitung,’’ ungkapnya.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengamati anomali cuaca di ibukota Jakarta. Ketua Umum PB IDI Zaenal Abidin mengatakan, kecenderungan siklus hujan lebat hingga membawa banjir besar setiap lima tahunan sudah tidak bisa dipakai acuan lagi.

‘’Sekarang hampir setiap tahun curah hujan di Jakarta tinggi dan dampak banjirnya besar,’’ kata dia. Menurut Zaenal kebijakan penanganan banjir di Jakarta sudah tidak bisa dijalankan dengan penanganan rutin.

Tetapi harus lebih ekstra lagi, sebab siklus hujan besar lima tahunan sudah hampir terjadi setiap tahunnya.

Menurut Zaenal memasuki pekan kedua bencana banjir di Jakarta, masyarakat mulai terancam kondisi krisis air bersih. Upaya ini sejatinya bisa diatasi dengan pengadaan air bersih berupa air mineral kemasan. Tetapi upaya itu justru menimbulkan persoalan baru. Yakni timbunan sampah botol air mineral.

Untuk mengatasinya PB IDI sedang berkoordinasi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebab di kampus Ganesha itu, ada perangkat mobil penjernih air.

Hasil dari penjernihan air di mobil itu, konon nihil kuman dan bakteri. ‘’Tahun lalu mobil penjernih air ini sudah dipakai juga saat banjir besar melanda Jakarta,’’ papar Zaenal.

Untuk menjamin kesehatan air hasil penjernihan itu, Zaenal mengatakan pernah mengkonsumsi langsung airnya. Setelah ditunggu hingga enam jam lebih, Zaenal tidak merasakan gangguan penyakit seperti diare.

Proses penjernihan air dengan mobil itu membutuhkan waktu sekitar enam jam untuk ribuan liter air bersih yang dihasilkan.(byu/ken/wan/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook