JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap istri Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan alias ekspor benih lobster atau benur tahun 2020.
Penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap bagian finance PT Peristhable Logistic Indonesia (PLI) Kasman, Advokat Djasman Malik, dan Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini Hanafi. Mereka bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo.
“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo),” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (22/12).
Kemudian Chief Security Hotel Grandhika, Halim Chasani akan diperiksa untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Diketahui, Suharjito merupakan tersangka penyuap Edhy Prabowo.
Dalam perkara dugaan suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur, KPK menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp 10,2 miliar dan USD 100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.
Keenam tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman