JAKARTA (RP)- Banyaknya agen palsu dalam pengurusan amnesti di Malaysia membuat banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) tertipu. Program yang mulai diberlakukan sejak tahun 2011 silam ini saat ini telah memasuki masa penegakan hukum dan pengusiran. Sehingga, diperkirakan akan banyak TKI yang akan dideportasi dari Malaysia 2013 ini.
Kepala konsuler KBRI Malaysia Dino Wahyudin menjelaskan, sejak diberlakukannya program 6P atau amnesti ini pemerintah Malaysia telah menunjuk sekitar 300 agen untuk melayani pengurusan dokumen untuk amnesti ini. Mengingat banyaknya warga negara asing yang ternyata tidak memiliki izin resmi untuk tinggal sehingga penunjukan 300 agen tersebut dianggap akan membantu.
‘’Yang lepas dari pengawasan pemerintah setempat adalah ternyata banyak agen ilegal yang ikut serta berpartisipasi. Sehingga banyak dari TKI kita yang tertipu,’’ jelasnya saat dihubungi Sabtu (21/9).
Dari data yang diterima oleh KBI setidaknya ada sekitar 200 ribu TKI yang diduga terkena penipuan tersebut. Akibatnya banyak diantara mereka tertangkap saat diberlakukannya sistem razia saat ini. Ia juga menjelaskan bahwa baru-baru ini otoritas setempat mulai mengendus keberadaan agen-agen palsu tersebut. Dan beberapa hari lalu, mereka berhasil menangkap satu agen ilegal tersebut. ‘’Yang masuk data kami, ada sekitar 400 ribu TKI yang mendaftar untuk mendapatkan amnesty. Namun hanya sekitar 200 ribu yang terdaftar secara resmi. Kami curiga sisanya itu yang tertipu dan sebagian yang memang enggan ikut program amnesty,’’ paparnya.
Untuk TKI yang sengaja tidak mengikuti program amnesti ini, menurutnya, adalah para TKI yang tidak memiliki majikan tetap. Sehingga tidak ada penjamin resmi yang dapat dicantumkan dalam pengurusan surat untuk tetap tinggal. Hal tersebut memang dikarenakan para TKI yang sejak awal tidak ingin memiliki majikan tetap. Sebab, menurut mereka itu akan mempermudah mereka untuk berganti-ganti majikan. Selain alasan gaji juga untuk menghindari siksaan yang mungkin diberikan sang majikan. Sehingga saat berganti-ganti akan memperkecil kemungkinan tersebut.
‘’Oleh sebab itu mereka kesulitan dalam pengurusan amnesti. Padahal itu tidak diperbolehkan. Mereka seharusnya memiliki majikan tetap,’’ ungkap Dino.(jpnn)