Harga BBM Pas dengan Usul Wamen ESDM

Hukum | Minggu, 22 Januari 2012 - 08:49 WIB

JAKARTA (RP) - Beragam opsi yang muncul terkait rencana pembatasan dan pengaturan BBM bersubsidi, sepertinya tak sulit menemukan titik temu. Setidaknya jika dikaitkan dengan opsi adanya harga tengah premium untuk mobil pribadi.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengungkapkan, usulan mengenai harga tengah itu tak jauh beda dengan salah satu opsi yang pernah disampaikannya untuk memangkas subsidi BBM, khususnya premium. ‘’Itu (usulan harga tengah, red) hampir sama dengan opsi yang keempat,’’ ujar Widjajono, Sabtu (21/1).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Opsi keempat ini adalah menarik beberapa komponen subsidi secara bertahap. Misalnya, biaya distribusi BBM yang selama ini ditanggung pemerintah dicabut, harga premium naik jadi Rp7.200 per liter. Tahun berikutnya, pajak BBM yang selama ini juga ditanggung pemerintah dikenakan ke konsumen, sehingga harga premium jadi Rp8.200 per liter.

Dengan opsi itu, bisa muncul harga Rp6.500 per liter. Widjajono mengatakan, angka itu sebenarnya berarti tak ada kenaikan harga premium. ‘’Itu biaya premiumnya,’’ kata dia. Sebagai informasi, harga premium terdiri atas biaya premium, biaya alpha dan pajak. Biaya alpha adalah biaya distribusi ditambah margin serta pajak. Jika harga ekonomis Rp8.200 per liter dikurangkan biaya alpha dan pajak, didapati harga Rp6.500 per liter.

Guru besar program studi teknik perminyakan ITB itu mengatakan, subsidi tak bisa terus-terusan dilakukan. Namun bisa dicabut bertahap. ‘’Kalau orang tahun depan harganya jadi sekian, kan bisa persiapan,’’ kata Widjajono. Dengan pemberlakuan secara bertahap, persiapan untuk pengalihan ke BBG juga dimulai.

Seperti diwartakan, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menyebut harga tengah premium merupakan opsi yang memungkinkan dilaksanakan per 1 April 2012. Untuk sepeda motor dan angkutan umum tetap Rp4.500 per liter, sedang mobil pribadi Rp6.400 per liter. Harga Rp6.400 per liter itu berasal dari harga premium tanpa subsidi Rp8.000 per liter, dikurangi pajak BBM yang dibebaskan sekitar Rp1.600 per liter, sehingga harga premium jadi Rp6.400 per liter.

Skema itu beda dengan menaikkan harga BBM subsidi. Sebab, premium subsidi untuk sepeda motor, angkutan umum dan UMKM masih tetap Rp4.500 per liter. Sementara mobil pribadi tak boleh mengonsumsi premium subsidi, sehingga diberi opsi premium nonsubsidi dengan insentif pembebasan pajak. Skema itu dinilai lebih jujur dengan penghematan bisa sampai Rp12 triliun.

‘’Itu (usulan, red) cocok, cuma caranya berbeda,’’ terang Widjajono yang juga anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) itu. Dia mengungkapkan, saat rapat kerja antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR memang ada kesepahaman mengenai pengurangan subsidi. ‘’Cuma caranya bagaimana belum disepakati,’’ tuturnya.

Selain opsi menarik beberapa komponen subsidi secara bertahap, ada tiga opsi lain yang pernah diutarakan Widjajono. Opsi-opsi itu adalah menaikkan harga jual premium untuk mobil pribadi tiap tahun hingga mencapai harga keekonomiannya; menaikkan harga premium pada 1 April 2012 jadi Rp8.200 per liter untuk wilayah Jakarta, lantas dilakukan hingga ke daerah secara bertahap hingga 2014; dan menaikkan harga premium untuk mobil pribadi secara otomatis 5 persen per bulan, sehingga dalam satu setengah tahun harga premium sudah mencapai Rp8.100 per liter.

Opsi mana yang akan dipilih, lanjut dia, bergantung pada pemerintah. Widjajono sebagai wakil menteri ESDM hanya dalam kapasitas memberi usulan sebagai pribadi. ‘’Itu opsi saya, nanti silakan pemerintah atau presiden yang memilih,’’ tuturnya.

Dihubungi terpisah, pengamat perminyakan dan kebijakan ekonomi Pri Agung Rakhmanto berpendapat, penerapan harga tengah premium terkesan tak tegas. ‘’Harga tengah itu hanya pembatasan yang malu-malu,’’ katanya.

Padahal, kebijakan pembatasan dikhawatirkan akan meningkatkan potensi penyelewengan penimbungan BBM bersubsidi hingga ada pengumuman. Dalam pandangannya, lebih baik pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi secara turun naik. ‘’Kalau saya, naikkan Rp1.000 sampai 1.500 per liter,’’ katanya.

Pri Agung mengungkapkan, dia sudah menghitung-hitung jika menaikkan harga dengan nominal sesuai usulannya. Bila kenaikan harga premium Rp1.000 per liter, potensi inflasi hanya 1 persen. Langkah itu menghemat keuangan negara Rp38,3 triliun per tahun. Dalam konteks anggaran 2012, menurut dia, memang hanya ada pilihan pembatasan BBM atau kenaikan harga. Namun untuk jangka panjang, pilihan konversi BBM ke BBG bisa jadi opsi yang diupayakan. ‘’Tapi (konversi ke BBG) jangan 1 April ini. Jelas tidak mungkin,’’ kata direktur eksekutif ReforMiner Institute itu.

Menurutnya, untuk menerapkan kebijakan konversi BBM ke BBG, setidaknya akan makan waktu 5-10 tahun, bergantung kesiapan negaranya. ‘’Itu perhitungan mulai dari nol hingga siap semua infrastrukturnya,’’ jelasnya. Kini, Pri Agung menyayangkan banyaknya opsi yang muncul ke publik terkait kebijakan pengaturan BBM bersubsidi. Menurutnya, opsi-opsi yang terlontar sebaiknya hanya jadi pembicaraan di internal pemerintah. ‘’Nggak usah diungkap, tapi dimatangkan dulu. Publik itu perlu kejelasan, jadi pembatasan atau tidak. Kalau tidak, berarti harga naik,’’ ucapnya.(fal/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook