JAKARTA (RP) - Pemerintah melalui Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit (Balmon) Jakarta mengaku masih kewalahan memberantas penggunaan penguat sinyal seluler (repearter) ilegal. Padahal, beroperasinya penguat sinyal tersebut jelas-jelas merugikan.
"Terus terang kami sangat kesulitan, hampir setiap hari ada laporan gangguan sinyal karena repearter ilegal," ungkap Hari Prasetyo, Kepala Balmon Jakarta, Senin (20/10).
Disebutkan, dalam satu hari ada puluhan laporan di tiap titik gangguan sinyal. Sedangkan Balmon hanya sanggup menindak satu hingga dua titik lokasi saja tiap harinya. Hari menjelaskan, keterbatasan ini karena sumber daya yang minim. Pihaknya hanya punya 6 orang staf monitoring dari total 15 orang karyawan Balmon.
"Belum lagi, masalah macet di Jakarta, jadi untuk menindak satu lokasi butuh waktu seharian," keluhnya.
Hari Prasetyo mengakui, tren pemakaian repeater ilegal tiap waktu terus meningkat dan mengancam gangguan komunikasi. Karena itu harus ada kerjasama semua pihak mengatasi ini.
Ginandjar Alibasja, Acting Chief Technology Officer (CTO) Indosat membenarkan, repearter sangat merugikan operator. Namun, gangguan ini pada akhirnya bisa meluas merugikan masyarakat.
"Banyak blank spot di berbagai area, karena fungsi BTS tidak optimal akibat repearter ini," ungkapnya.
Padahal, ujar Ginandjar, mengacu UU Telekomunikasi, hanya operator yang memiliki izin yang diperbolehkan menggunakan perangkat pemancar yang beroperasi pada pita frekuensi milik sendiri.
"Jadi tidak bisa sembarang orang memakai," ungkapnya.
Repeater ini berbentuk sebuah decorder, memiliki pemancar dan dipasang diberbagai sudut ruang. Repearter bisa dengan mudah dibeli masyarakat melalui beberapa chanel importir elekronik.
Banyaknya repeater ilegal juga merugikan masyarakat karena kualitas layanan telekomunikasi menurun. "Repeater itu bisa menurunkan kualitas layanan seluler," tegas Nonot Harsono, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pernah menemukan 42 titik lokasi pelanggaran tersebar di Jakarta, Tangerang dan Bogor, Medan, Batam, Banten, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.(fuz/jpnn)