JAKARTA (RP)-Tidak sia-sia aksi unjuk rasa 20 ribu lebih guru honorer anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di depan Istana Kepresidenan, Senin (20/2). Hari ini, sepuluh perwakilan PGRI diminta ikut rapat finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengangkatan Tenaga Honorer di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB).
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI Sulistyo menjelaskan, aksi unjuk rasa ribuan guru ini benar-benar dilakukan dalam kondisi terpaksa. Sebenarnya dia sudah menghimbau kepada para guru untuk tidak unjur kasa. ‘’Tapi upaya pengangkatan honorer ini sungguh keterlaluan,’’ kata Sulistyo. Sebab, RPP ini sejatinya sudah bisa disahkan sejak 2009 silam.
Sulistyo menjelaskan, penghargaan pemerintah terhadap guru honorer sangat minim. Bahkan dia mengatakan, ada salah satu menteri yang berpidato ke mana-mana yang isinya justru menyalahkan guru honorer sendiri. ‘’Ya masak pantas ada menteri yang ngomong siap suruh jadi honorer. Sudah tahu gajinya Rp200 ribu per bulan,’’ kata Sulistyo sambil mewanti-wanti nama menteri yang bersangkutan tidak dikorankan.
Menteri tadi, kata Sulistyo, juga menggunjing para guru honorer tidak memposisikan diri layaknya buruh industri. Pada intinya, guru merupakan sebuah profesi. Jadi, para honorer tidak perlu menuntut upah layaknya buruh pabrik.
Di tengah kegelisahan sejumlah guru honorer itu, untungnya bisa sedikit terobati. Tepatnya setelah mereka kemarin sore diterima oleh Menteri PAN-RB Azwar Abubakar, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam, dan Julian Aldrin Pasha, juru bicara presiden. ‘’Dari Kemendikbud diwakili Wakil Menteri bidang Pendidikan. Tapi datangnya telat,’’ ucap Sulistyo.
Hasil dari pertemuan tersebut, hari ini sepuluh perwakilan PGRI diundang untuk ikut berdiskusi dalam finalisasi RPP Pengangkatan Tenaga Honorer. Pertemuan pembahasan finalisasi ini direncanakan, Selasa (21/2) petang ini di kantor Kemen PAN-RB.
Sulistyo menjelaskan, upaya Kemen PAN-RB yang bersedia mengajak perwakilan guru honorer anggota PGRI harus disambut baik. Dengan cara ini, perwakilan honorer bisa ikut menyumbangkan aspirasinya. Langkah ini, kata Sulistyo, bisa menghindari adanya persoalan pelik pasca penandatanganan RPP pengangkatan honorer oleh Presiden SBY.
Selama ini, Presiden SBY memang beralasan tidak segera mengesahkan RPP tersebut karena diliputi kecemasan. Orang nomor satu di republik ini tidak mau ada polemik yang tambah pelik setelah pengesahan RPP tadi. Sehingga, dia meminta Kemen PAN-RB dan kementerian terkait lainnya untuk merumuskan lebih bagus lagi RPP itu.
Jika hari ini finalisasi RPP itu benar-benar rampung, dijadwalkan Kamis draf RPP bisa dimasukkan ke Sekretariat Negara (Sesneg). Sulistyo mendapatkan bocoran jika sudah masuk ke Sesneg, RPP ini akan dibawa di rapat terbatas. Rapat ini akan diikuti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kemen PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Sesneg.
‘’Tidak perlu menunggu sampai April,’’ ujar Sulistyo. Sebelumnya memang sempat muncul kabar jika Kemen PAN-RB memasang target finalisasi RPP Pengangkatan Honorer April mendatang.
Jangan Setor Upeti
Di tengah kabar baik ini, Sulistyo menghimbau para tenaga honorer di daerah. Dia menyerukan supaya para tenaga honorer, baik guru maupun tenaga lainnya, untuk tidak menyetor uang ke bupati atau wali kota. Dia menegaskan jika pengangkatan ini murni rencanan negara dan tidak dipungut biaya. ‘’Meski yang datang itu tim sukses bupati atau wali kota, jangan mau memberi uang,’’ kata dia.
Selama ini, Sulistyo mengatakan ada laporan jika setiap honorer diminta Rp40 juta untuk bisa ikut validasi dan verifikasi. Jika tidak menyetor upeti itu, nama para honorer akan dicoret. Sehingga, tidak bisa mengikuti tahap validasi dan verifikasi.
BPS Tak Mampu Bayar Gaji
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mampu membayar gaji PNS dan gaji ke-13 untuk seluruh pegawainya. Bahkan, lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) sebanyak 261 yang harusnya terangkat CPNS medio tahun ini, belum teranggarkan dananya alias tidak akan menerima gaji.
‘’Jujur saja, kami masih kekurangan dana untuk membayar gaji PNS dan gaji ke-13,’’ kata Plt Kepala BPS Suryamin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (20/2).
Kondisi ini, tidak hanya terjadi tahun anggaran 2012 saja. Tahun lalu pun, BPS terpaksa menghiba ke Kementerian Keuangan dan Bapenas untuk meminta tambahan anggaran bagi pembayaran gaji PNS (lulusan STIS tahun 2011 sebanyak 378 orang dan lulusan CPNS 2010 sebanyak 1.300).
‘’Tahun lalu, kami kekurangan anggaran gaji dan uang lauk PNS sekitar Rp40 miliar. Kondisi yang sama juga terjadi tahun ini. Lulusan STIS tidak ada anggaran gajinya,’’ ungkapnya.
Fakta ini tentu saja membuat Komisi XI terkejut. Wakil Ketua Komisi XI Emir Moeis mengaku heran bila gaji PNS tidak teralokasikan. ‘’Kenapa merekrut CPNS kalau anggarannya tidak ada. Harusnya dianggarkan, apakah nanti terserap atau tidak kan bisa dilaporkan,’’ ujarnya.
Suryamin menjelaskan, pihaknya sudah mengajukan ke Menkeu dan Ketua Bappenas. Sayangnya, usulan itu tidak diberikan dengan alasan, lulusan CPNS-nya belum mengantongi NIP (Nomor Induk Pegawai) sehingga belum perlu dibayar. ‘’Kendala kami hanya di situ, setiap dianggarkan pasti dicoret karena alasan CPNS-nya digaji bila sudah ada NIP,’’ terangnya.
Hanya saja Emir Moeis mengatakan, masalah itu akan ditanyakan kepada Menkeu. Pasalnya, gaji PNS harus dibayarkan dan tidak boleh ditunda. (esy/jpnn)