KPK

Ada Anak Mantan Wapres Terkait Aliran Dana Korupsi PT DI

Hukum | Minggu, 20 Desember 2020 - 16:03 WIB

Ada Anak Mantan Wapres Terkait Aliran Dana Korupsi PT DI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran dana dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tahun anggaran 2007-2017. Lembaga antirasuah telah memeriksa Komisaris Independen PT DI, Isfan Fajar Satryo serta dua pensiunan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayjen (Purn) Tisna Komara dan Mayjen (Purn) Abdul Ghofur.

Ketiganya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur Utama PT PAL, Budiman Saleh. Diketahui, Isfan merupakan putra Wakil Presiden keenam RI, Try Sutrisno.


“(Saksi) Dikonfirmasi terkait dugaan aliran uang dari proyek pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT.Dirgantara Indonesia Tahun 2007 sampai dengan 2017,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri.

Selain itu, penyidik KPK juga mengonfirmasi mengenai aliran dana korupsi PT DI ke dua pensiunan jenderal TNI lainnya, Mayjen TNI (Purn) Tjuk Agus Minahasa dan Marsda (Purn) Yadi Husyadi di Mapolres Bandung. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Budiman Saleh.

“Kedua saksi juga dikonfirmasi terkait dugaan aliran uang dari proyek pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia Tahun 2007 sampai dengan 2017,” pungkas Ali.

Dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso selaku Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 330 miliar.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook