Australia Tolak Minta Maaf

Hukum | Rabu, 20 November 2013 - 09:22 WIB

JAKARTA (RP) - Aksi penyadapan yang dilakukan intelijen Australia membuat hubungan Indonesia dan Australia makin memanas.

Suasana makin tidak kondusif karena Perdana Menteri Australia Tony Abbott menolak meminta maaf kepada Indonesia terkait aksi penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sejumlah pejabat tinggi negara pada 2009 lalu. Presiden SBY pun menyesalkan sikap Australia tersebut.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Bapak Presiden mengikuti perkembangan terakhir di mana kami mendengar bahwa tidak ada permintaan maaf atau klarifikasi dari mereka (Australia, red). Presiden menyayangkan atas sikap PM Australia yang tidak meminta maaf atau memberi klarifikasi yang jelas mengenai hal ini,’’ ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (19/11).

Julian melanjutkan, sejauh ini Pemerintah Indonesia telah menunjukkan reaksi keras menyikapi aksi penyadapan tersebut.

Di antaranya, pemerintah telah menarik Dubes RI di Australia dan telah mengirimkan nota protes terhadap Pemerintah Australia. Dengan

langkah-langkah tersebut, pemerintah berharap pihak Australia menunjukkan itikad baik untuk menangani persoalan ini.

‘’Yang jelas nota protes keras atas hal ini telah kita sampaikan melalui Menlu. Dan kami kira bahwa taruhan ini sangat besar bagi kedua negara, karena kita ingin bahwa kepentingan nasional kita di satu sisi dan kepentingan nasional mereka (Australia, red) di sisi lain dalam kerjasama strategis harusnya bisa didahulukan,’’ jelasnya.

Namun, lanjut Julian, Pemerintah Indonesia masih menunggu penjelasan lebih lanjut dari pemerintah Australia. Pihaknya meyakini, sikap yang ditunjukkan pihak Australia saat ini, belum final.

‘’Presiden masih menunggu langkah-langkah lebih lanjut. Kami tetap melihat bahwa perkembangan hari ini (kemarin, red) belum final dari sikap pemerintah Australia. Kita berharap perkembangan positif untuk penyelamatan lebih lanjut hubungan kedua negara,’’ lanjutnya.  

Meski begitu, Julian mengakui hubungan antara Presiden SBY dan PM Tony Abbott menjadi dingin, akibat aksi penyadapan tersebut. Ia menuturkan, hingga saat ini, belum ada komunikasi yang terjalin antara dua kepala pemerintahan tersebut.

‘’Yang saya ketahui belum (ada komunikasi), sampai saat ini belum. PM Australia maupun Preisden SBY belum melakukan kontak telepon sampai siang ini (kemarin siang, red),’’ tegasnya.

Sementara itu, Menlu Marty Natalegawa menuturkan pemerintah Indonesia akan melakukan sejumlah langkah untuk menegaskan protes keras terkait aksi penyadapan tersebut.

Namun, ia menegaskan, langkah-langkah yang dilakukan terus dievaluasi. Karena itu, Dubes RI untuk Australia dipanggil pulang untuk melakukan konsultasi.

‘’Kaya keran, satu-satu kita tutup keran, ini kita kurangi. Sekarang, dubes kita panggil, kami akan konsultasi. Kita terus men-downgrade hubungan Australia dengan kita, biar nanti pihak mereka (Australia, red) dengan kita yang ambil keputusan,’’ jelas Marty di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.

Marty menegaskan, Pemerintah Australia tidak bisa meremehkan dampak penyadapan terhadap pemerintah Indonesia. Di samping itu, pihak Indonesia tidak pernah memancing permusuhan dengan negara lain. Aksi penyadapan tersebut berasal dari pihak Australia.

‘’Sekali lagi, bukan kita yang membawa masalah ini, melainkan pihak Australia. Sehingga pihak Australia yang harus mencari jalan penyelesaian ini dengan baik,’’ katanya.  

Memanasnya hubungan Indonesia-Australia tersebut berimbas pada review kerjasama hubungan bilateral kedua negara di berbagai bidang.

Di antaranya, bidang pertukaran info dan intelijen. ‘’Untuk memastikan tidak ada business as usual, tidak seperti biasanya,’’ imbuh Marty.

Sementara itu, Mendikbud Mohammad Nuh memastikan bahwa kisruh aksi penyadapan, tidak sampai mengganggu aktivitas pendidikan mahasiswa asal Indonesia di negara Kanguru tersebut. Setidaknya, saat ini ada sekitar 19 ribu pelajar Indonesia di Australia.

‘’Urusan sekolah itu tidak boleh terganggu dengan urusan dinamika politik. Pendidikan itu lintas negara, lintas politik lintas, lintas ideologi dan lintas macam-macam,’’ kata Nuh di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.

Meski begitu, Nuh berharap memanasnya hubungan politik antara Australia dan Indonesia, tidak sampai mempengaruhi kerja sama pendidikan antar dua negara.

Sekalipun pihaknya menyayangkan penyadapan yang dilakukan intelijen Australia. Sebab, selama ini Indonesia sudah menjalin hubungan baik dengan Australia.

‘’Bahasa kasarnya Indonesia ini kurang apa. Kita kan sudah all out memberi kepercayaan penuh kepada Australia. Anak-anak kita dorong belajar di sana. Kalau ia kelakuannya seperti itu kan rasanya kurang tata kramanya,’’ imbuh Nuh.

Dubes Nadjib Kembali Selasa Malam

Sementara Duta Besar (Dubes) RI di Canberra, Nadjib Riphat Kesoema dilaporkan kembali ke tanah air pada Selasa malam (19/11). Informasi tersebut disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene.

Saat dihubungi kemarin, Tene masih belum bisa memberikan keterangan apakah dubes Nadjib akan langsung bertemu dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa setibanya di Jakarta.

‘’Pak Nadjib pulang malam ini (malam tadi, red),’’ ujar Tene dalam pesan singkatnya. Pemulangan ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu penyadapan yang dilakukan oleh intelejen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta beberapa pejabat negara lainnya.

Sementara itu, terkait pemanggilan kembali Duta Besar Australia di Jakarta, Greg Moriarty untuk dimintai keterangan hingga kini masih belum diputuskan kapan waktunya.

Direktur Informasi dan Media Kemenlu, Siti Sofia mengatakan, bahwa hingga kini informasi terkait pemanggilan tersebut masih belum diperolehnya.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri sudah pernah melakukan pemanggilan terhadap Moriaty. Pemanggilan terjadi saat awal muncul isu penyadapan ini.

Namun, karena tidak ada tanggapan serius dari Australia terkait isu tersebut serta muncul kembali berita mengenai penyadapan Indonesia di media Australia, membuat pemerintah mengambil langkah tegas dengan memanggil pulang Duta Besar Indonesia di Australia.

Bahkan, Pemerintah Indonesia juga mengatakan akan mengkaji ulang beberapa kerja sama yang telah dilakukan oleh kedua negara.

Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap aksi penyadapan oleh Australia langsung direspons jajarannya.

Salah satunya Mabes Polri. Kapolri Jenderal Sutarman menyatakan siap memutuskan hubungan dengan Polisi Federal Australia jika diperintahkan oleh Presiden.

Selama ini, antara Mabes Polri (Indonesian National Police/INP) memiliki sejumlah kerja sama dengan Australian Federal Police (AFP).

‘’Kerja sama dahulu karena ada terorisme di Bali (Bom Bali I, red),’’ terangnya usai acara silaturahmi dengan insan pers di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, kemarin.

Pasca peristiwa memilukan itu, AFP banyak membantu Polri dalam pelatihan penanggulangan terorisme. Juga memberikan bantuan peralatan cybercrime dan sejumlah laboratorium kepolisian.

Australia juga mendanai pembentukan sekolah polisi internasional atau yang biasa disebut JCLEC (Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation) dengan dana operasional 36,8 juta dolar Australia selama lima tahun.

Saat ini, lanjut Sutarman, kerjasama yang sudah terwujud antara lain penanggulangan trans-organize crime. Trafficking person, people smuggling, dan terorisme.

Seluruh bantaun Australia digunakan untuk menangani kejahatan transnasional. Kerja sama dilakukan secara langsung, yakni police to police dan masih berlangsung hingga saat ini.

Terkait dengan isu penyadapan, Sutarman mengatakan bakal mengikuti sikap pemerintah. Terlebih, setelah ada pernyataan Presiden untuk meninjau kembali segala bentuk kerja sama dengan Australia. Karena itu, ia memilih menunggu perintah dari presiden untuk menyikapi kerjasama yang dilakukan dengan AFP.

‘’(Kita lihat, red) bagaimana nanti negara menyikapi masalah ini. Saya kira Presiden sedang merumuskannya,’’ lanjut perwira asal Sukoharjo itu.

Bagaimana jika Presiden meminta agar kerjasama dihentikan? Sutarman menyatakan pihaknya bakal sami’na waatha’na (dengar dan taati). ‘’Perintah Presiden akan kami laksanakan,’’ tambahnya.

Keterlibatan Operator Indonesia Tunggu Australia

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyatakan bahwa jalur penyadapan tidak hanya bisa dilakukan melalui operator telekomunikasi yang ada di Indonesia.

Jika memang ternyata terbukti melalui operator maka dipastikan ada pihak internal yang memberikan akses atau tega ‘’menjual’’ negaranya kepada pihak asing.

Anggota BRTI, Nonot Harsono, mengatakan penyadapan banyak teknik dan alatnya.

‘’Ada yang individual, itu alatnya ada yang seperti koper begitu. Nah itu bisa berfungsi seperti BTS (Base Transceiver Station), jadi siapapun yang telepon di sekitarnya bisa dideteksi. Ada juga yang melalui jaringan,’’ ujarnya kepada JPNN, kemarin.

Dalam kasus penyadapan yang dilakukan pihak Australia, kata Nonot, pihaknya perlu keterbukaan dari pihak whistle blower terutama Guardian dari titik mana kegiatan itu dilakukan dan melalui teknik yang mana.

‘’Jika tidak, sulit memastikannya. Sebab belum tentu juga melalui operator,’’ pikirnya.

Namun jika ternyata terbukti melalui operator maka perlu ditelusuri melalui operator mana dan dipastikan ada pihak internal yang terlibat sebagai pemberi akses. Sebab tanpa keterlibatan orang dalam yang memberikan akses itu, penyadapan tidak dapat dilakukan.

‘’Itu jadi masalah integritas moral. Ada kah orang yang tega menjual bangsanya sendiri? Dapat berapa dolar dia?’’ imbuhnya.

Untuk menelusuri sumber penyadapan awal, kata Nonot, sudah bukan tugas BRTI karena itu ranahnya lembaga berwenang terutama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Luar Negeri.

‘’Saat ini tugas BRTI hanya bisa memberikan saran agar jangan melakukan penyadapan karena sudah ada rambu-rambunya. Sudah diatur dalam undang undang (UU),’’ ucap Nonot.

Maka menurutnya, Guardian harus bertanggungjawab untuk sekalian menjelaskan teknik apa yang digunakan dalam upaya penyadapan itu. Termasuk alat yang digunakan.

‘’Yang jelas Australia itu pengguna juga, end user dari alat penyadap yang ada. Karena alat sadap itu kan umumnya dibikin di Amerika Serikat dan Eropa. Yang punya standar mereka,’’ terusnya.

Kemajuan teknologi komunikasi saat ini, kata dia, memang semakin memudahkan terjadinya penyadapan karena semakin terbuka sehingga mudah dibajak. Itu terjadi karena basis telekomunikasi menggunakan teknologi berbasis internet protocol. Berbeda dengan teknologi lawas yang hanya menggunakan jalur fixed line.

BRTI tidak ingin berspekulasi mengenai sumber teknologi penyadapan oleh Australia itu. Atas dasar itu pihaknya juga tidak ingin terburu-buru bertemu dengan para perusahaan operator. ‘

’Sambil jalan, kita tidak terlalu reaktif bertemu operator. Sekarang ini colokan atau interface sadap yang ada di Indonesia sudah banyak, nyambung ke operator. Sehingga banyak lembaga Negara di kita sendiri pinya alat sadap. Karena pintunya banyak, ini mau nuduh siapa?’’ kata Nonot.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S Dewabroto, mengatakan pihaknya belum menemukan ada indikasi bentuk kerjasama atau backup dari operator di Indonesia terhadap penyadapan yang dilakukan Australia.

‘’Leading sector-nya kan di Kementerian Luar Negeri. Kemarin Menlu selain menyampaikan kemarahannya kan juga meminta klarifikasi dari pihak Australia. Dari klarifikasi nanti bisa terungkap apakah ada backup dari operator A, B, atau C di Indonesia atau tidak,’’ ujarnya kepada JPNN, malam tadi.

Jika memang terbukti ada keterlibatan operator dari dalam negeri maka sudah dipastikan dikenakan pidana. Landasan hukumnya UU No: 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Maka sejauh ini pihak Kemenkominfo juga belum melakukan pembicaraan dengan semua operator yang beroperasi di Indonesia.

Sampai dengan tadi malam, belum ada satu pun pihak operator yang bisa dimintai keterangannya.(ken/mia/byu/gen)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook