BALIKPAPAN (RIAUPOS.CO) - Sidang dugaan penggelapan aset mantan Direktur PT. Duta Manuntung dan PT. Jawapos Jaringan Media Nusantara (JJMN) Zainal Muttaqin telah di gelar pada Senin (18/9/2023) di PN Balikpapan dengan agenda pembacaan eksepsi dari dari Kuasa Hukum Zainal Muttakin. Atas beberapa poin yang dibacakan dari sidang eksepsi ini, Penasihat Hukum JJMN Andi Syarifuddin turut memberikan tanggapan.
Sebelumnya, diketahui, Kuasa Hukum Zainal Muttaqin menyatakan persoalan ini tidak layak masuk dalam persidangan pidana perkara kliennya itu, tapi kasus tersebut adalah sengketa kepemilikan atau perdata. Menurut Andi Syarifuddin yang juga PH PT Duta Manuntung, menegaskan bahwa dalam suatu peristiwa hukum itu bisa saja terdapat lebih dari satu bidang-bidang hukum, yaitu bidang hukum pidana dan bidang hukum perdata.
"Dalam peristiwa hukum yang menjerat Zainal Muttaqin itu lebih menonjol pidananya dengan alasan bahwa pelapor telah menyerahkan kurang lebih 11 (sebelas) bukti surat dan beberapa orang saksi yang mejelasakan bahwa tanah-tanah yang menjadi objek dalam perkara yang menjerat Zainal Muttaqin itu adalah milik PT. Duta Manuntung yang dibeli dengan uang milik perusahaan, artinya secara hukum materil tanah-tanah yang menjadi objek dalam perkara ini adalah milik PT. Duta Manuntung, sehingga tidak perlu dibuktikan sengketa kepemilikannya atau perdatanya terlebih dahulu," tulis Andi Syarifuddin dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co, Rabu (20/9/2023).
Kedua alat bukti yang dimaksud di atas, dilanjutkannya menjelaskan dimana telah diselidiki oleh Penyidik Bareskrim Mabes Polri melalui proses penyelidikan dan penyidikan, pada saat proses penyelidikan kemungkinan Zanal Muttaqin tidak dapat memberikan bukti kepada penyidik yang dapat membuktikan bahwa tanah-tanah yang menjadi objek dalam perkara ini dibeli oleh Zainal Muttaqin dengan uang pribadinya, sehingga perkaranya ditingkatkan ketahap penyidikan selanjutnya hasil penyidikan yang dimaksud diteliti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hasilnya dinyatakan lengkap atau P21, seandainya Zainal Mutaqin dapat memberikan bukti kepada penyidik yang membuktikan bahwa tanah-tanah yang menjadi objek dalam perkara ini dibeli dengan mempergunakan uang pribadinya, maka saya yakin penyidik pasti menghentikan kasusnya dengan alasan bahwa dalam perkara ini lebih menonjol perkara perdatanya (sengketa kepemilikan).
"Jika Pihak Zainal Muttaqin merasa ada yang janggal dalam penanaganan kasusnya di Bareskrim Mabes Polri, seharusnya mempergunakan haknya sebagai tersangka, yaitu melakukan upaya hukum praradilan untuk mendapatkan kepastian hukum, sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK, No. 21/PUU-XII/2014 yang memutuskan bahwa Penetapan Tersangka masuk dalam objek Praperadilan, bebernya.
Lebih lanjut, kuasa hukum Zainal Muttaqin juga menyebutkan bahwa dakwaan JPU rancu dalam menentukan pihak pelapor dalam kasus ini, apakah PT. Duta Manuntung atau PT Duta Banua Banjar.
Terkait hal ini, dikatakan Andi Syarifuddin, dakwaan JPU tersebut telah tepat karena terkait tentang siapa yang melapor itu bukan syarat materil suatu dakwaan.
"Sepanjang perkara tersebut bukan delik aduan, apa lagi kedua perusahaan tersebut adalah anak usaha dari PT Jawapos Jaringan Media Nusantara (JJMN), artinya kedua perusahaan tersebut memilik hubungan hukum yang jelas dan juga keduanya menjadi korban dalam perkara ini," kata Andi.
Selanjutnya, Pengacara Zainal Muttaqin mengatakan dakwaan JPU membingungkan terkait dengan penerapan Pasal 374 tentang penggelapan dalam jabatan dan subsider Pasal 372 tentang pengelapan, apakah peristiwa hukum tersebut terjadi pada tahun 1993 atau tahun 2016, menurutnya jika peristiwa pidana tersebut terjadi di tahun tersebut, maka peristiwa pidananya sudah kadaluarsa berdasarkan Pasal 78 KUHPidana, dan kliennya harus dibebaskan dari tahanan.
"Menurut saya perkara pidana ini belum kadaluarsa dengan alasan bahwa, berdasarkan penjelasan Tindak Pidana Penggegelapan dijelasakan bahwa barang milik orang lain itu berpinda kepada si pelaku bukan karena kejahatan, akan tetapi tindak pidana itu terjadi apabila si pelaku dalam penguasaan barang itu melakukan perbuatan melawan hukum, misalnya mengakui barang itu adalah miliknya, menjual atau memindah tangankan tanpa sepengetahuan dengan pemiliknya," beber Andi.
Dalam kasus ini, pada saat barang (sertifikat tanah) ada dalam penguasaan Zainal Muttaqin bukan karena kejahatan, kejahatan atau tindak pidana itu terjadi antara tahun 2016 sampai dengan tahun 2022, dimana Zainal Muttaqin telah mengambil dokumen aset perusahaan dan setelah aset yang dimaksud ada dalam penguasaannya Zainal Muttaqin melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menjaminkan sertifikat tanah tanpa persetujuan dengan pemiliknya, memagar/segel tanah dan bangunan, memasang banner di atas tanah bertuliskan tanah ini milik Zainal Muttaqin, dan mengirim somasi kepada PT Duta Manuntung untuk mengosongkan tanah dan bangunan yang diakui sebagai miliknya itu.
"Berdasarkan penjelasan hukum pidana penggelapan tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) itu yang diduga dilakuka oleh Zainal muttaqin antara tahun 2016 sampi dengan tahun 2022, sehingga dakwaan JPU sudah tepat dan memenuhi syarat materil tentang “kapan tindak pidana itu dilakukan," pungkasnya.
Editor: Eka G Putra